Sang Begawan Media

Safari Djauhari

Buka bersama (bukber) di Kedubes RI di Beijing. (FOTO: DISWAY(

COWASJP.COMJUMAT buka puasa di kereta cepat menuju Shanghai.

Sabtu buka puasa dengan ikan unik di Yangzhong.

Minggu buka puasa di masjid Nanjing, dengan para mahasiswa dari Indonesia.

Beberapa hari sebelumnya buka puasa di Wuhan. 

Sudah dekat Lebaran masih di Tiongkok. Maka duta besar Indonesia di Beijing pun mengundang saya: untuk berlebaran bersama masyarakat Indonesia di kedutaan.

Tentu saya masih berusaha pulang. Agar tidak berpotensi jadi Bang Toyib. "Kalau begitu bisakah Selasa besok berbuka puasa di Kedubes," ujar Pak Dubes Djauhari Oratmangun.

Saya minta maaf. Selasa kemarin itu saya sudah ada janji: berbuka puasa dengan para mahasiswa di Tsinghua University. Di Beijing. Saya bangga banyak anak Indonesia bisa kuliah di universitas terbaik Tiongkok ini. Banyak orang menyejajarkan Tsinghua dengan MIT-nya Amerika.

"Selasa tidak bisa. Kalau hari ini saya bisa," jawab saya.

"Hari ini saya masih di Shanghai," ujar Pak Dubes.

Saya tahu pak Djauhari ini aktif sekali. Kinerjanya dipuji banyak orang. Ia juga bangga bahwa pengusaha Indonesia kini sudah memproduksi tempe di Shanghai.

"Kalau begitu, biar didampingi Pak wakil duta besar," ujar Pak  Djauhari. 

Kebetulan Senin siang itu saya lagi dalam perjalanan dari Nanjing ke Beijing. Saya perkirakan pukul 13.30 sudah bisa tiba di Beijing. Dengan kereta cepat, jarak Nanjing-Beijing yang 1.200 km bisa ditempuh dalam 3,5 jam. Untuk jarak sejauh itu keretanya hanya berhenti satu kali: di Jinan, ibu kota provinsi Shandong. Kecepatannya 350 km/jam. 

Maka saya anggukkan untuk ke Kedubes di jam berbuka puasa.

Beijing sudah kembali macet. Pekan lalu aturan pakai masker masih berlaku di kereta bawah tanahnya. Padahal di Shanghai, seperti ketika saya naik dari Hongjiao ke hotel saya di Xin Tian Di, sudah banyak yang lepas masker.

Senin kemarin Beijing juga berubah. Ketika saya kembali dari Nanjing itu, aturan wajib masker sudah dicabut. Hanya saja, saya lihat, baru 20 persen yang ''berani'' lepas masker. Padahal tidak ditegur lagi oleh petugas. 

Saya pun tidak pakai masker. Lalu saya duduk di satu kursi kosong. Kanan kiri saya masih pakai masker. 

Begitu saya duduk, yang sebelah kanan saya berdiri. Pilih berdiri daripada di sebelah saya. Saya tahu diri. Maka saya ambil masker. Dan saya pakai. Saya ingin menjaga perasaan penumpang sebelah saya. Maka yang mendadak berdiri itu duduk kembali di sebelah saya.

sambut2.jpgDisambut Wakil Dubes RI di Tiongkok, Dino R. Kusnadi (paling kiri). (FOTO: DISWAY)

Khusus untuk buka puasa di  Kedubes ini saya pakai mobil.  Muncul perasaan takut kena macet saat melewati kawasan CCTV. Selalu macet di situ. Hari apa saja. Jam berapa saja. Maka saya berangkat satu jam sebelum jadwal.

Ternyata saya harus minta maaf karena tiba setengah jam lebih awal dari janji. Maksud saya agar penjaga pintu di depan diberi info sehingga mobil bisa masuk. 

Ternyata pak Wakil Dubes Dino R. Kusnadi sudah di teras. Bersama Raden Fitri Saptaji, atase imigrasi. Juga beberapa staf Kedubes. Saya lihat ada gamelan Jawa di lobi ini. Juga seperangkat angklung Sunda. Di ruang berikutnya khusus untuk display produk-produk unggulan Indonesia: ada berbagai macam kopi, sarang burung, kerajinan, dan tentu batik.

Ruang-ruang di Kedubes ini terlihat lebih bersih dan tertata. Kelihatannya baru selesai direnovasi.

Kami pun punya waktu lebih setengah jam untuk ngobrol. Saya tertarik pada sarang burung. Pemerintahan Jokowi saya anggap berhasil menerobos barikade larangan impor sarang burung dari Indonesia. Kini sudah ada 36 eksporter yang bisa kirim langsung ke Tiongkok.

Anda sudah tahu: sarang burung Indonesia kena blacklist. Lama sekali. Salah kita sendiri. Pedagang kita rakus. Untuk membuat sarang burung berwarna putih-bening digunakan kimia yang dilarang.

Begitu tidak bisa masuk Tiongkok, harga pun nyungsep. Pedagang yang baik ikut jadi korban kerakusan itu. Mereka terpaksa ekspor lewat Malaysia. Diakui sebagai produk Malaysia.

Perjuangan memasukkan sarang burung kembali ke Tiongkok memakan waktu lebih dari 10 tahun. Sebenarnya tahun 2013 Presiden SBY sudah berhasil menyepakati protokol baru dengan Perdana Menteri Wen Jiaobao. Tapi pelaksanaannya perlu banyak terobosan.

Akhirnya berhasil juga.

Awalnya hanya 12 pedagang yang dapat izin. Lalu bikin kecemburuan. Ratusan produsen sarang burung merasa dianaktirikan. Lalu membentuk asosiasi tandingan. 

Memang tidak mudah mengembalikan nama yang telanjur rusak. Tapi proses penambahan kuota terus dilakukan. Jadi 16. Naik lagi jadi 24. Saya pun kaget-kaget-senang  ketika kini sudah jadi 36. 

Tentu masih banyak lagi yang antre untuk bersedia diteliti: apakah proses produksinya sudah sesuai dengan aturan bahan mentah makanan.

sambut1.jpgAcara diskusi di Kedubes RI Tiongkok. (FOTO: DISWAY)

"Sebenarnya kalau yang kita ekspor itu sarang burung yang sudah jadi makanan tidak perlu banyak prosedur," ujar Wadubes Dino.

Penjelasan Dino ini penting. Siapa tahu bisa menginspirasi para produsen sarang burung kita untuk mulai melangkah ke produksi makanan/minuman. Lalu  kita bisa ekspor bahan jadi.

Dino sudah tiga tahun di Beijing. Berarti ia belum pernah tahu bagaimana Beijing dalam keadaan normal. Saat ia mulai bertugas Beijing sudah dalam keadaan darurat Covid-19. Sebelum itu Dino adalah direktur Eropa 1 di Kemenlu. Sebelumnya lagi bertugas di London dan Paris.

Dino lahir di Bandung tapi SMA-nya di Belanda. Lalu mencoba kuliah di Jerman –sesuai harapan orang tua. Sudah dua tahun di Achem. Tapi ia lihat banyak temannya yang belum lulus pun setelah 8 tahun kuliah. Bukan tidak pintar tapi karena di sana, waktu itu, paket ujiannya beda: tidak lulus satu mata kuliah dianggap tidak lulus semua. Harus mengulangi semua.

Maka ia pilih banting stir: ke Universitas Parahyangan, Bandung. Ambil hubungan internasional. Toh bahasa Inggris, Belanda dan Jermannya sudah lebih dari lulus.

Tiba waktu buka puasa kami pindah gedung. Menyeberangi tempat parkir. Di bangunan itulah musala Kedubes. Di lantai dua. Kami berbuka di situ. 

Salat maghribnya diimami anak muda, kurus, bercelana jean, berkaus pendek dan berambut panjang. Saya lupa menanyakan siapa ia. Saya keburu ditarik untuk ke tempat makan.

Bu Djauhari sudah ada di meja makan itu. Juga pak Dino. Makanannya enak. Ada mie sayur, sup jagung-sosis, kerupuk udang, sambal, dan daging sate kambing ala Xinjiang.

"Semua acara ini diurus oleh mahasiswa Indonesia yang ada di Beijing. Termasuk makanan ini. Kami hanya menyediakan tempat," ujar Dino.

Makanya saya lihat banyak mahasiswa di acara ini. Ada empat orang dari Tsinghua University. Ada lima orang dari Beihang –universitas terkemuka untuk ilmu penerbangan. Dan saya diminta mengisi acara dialog di situ.

Acara buka bersama berlangsung tiap hari di Kedubes kita di Beijing. Para mahasiswa itu juga sudah menyiapkan acara untuk Lebaran nanti.

Saya pernah berlebaran di Kedubes ini. Dulu. Pesta ketupat. Tentu kali ini akan meriah. Sudah tiga tahun tidak Lebaran akibat Covid. 

Sambil berbuka saya perhatikan Bu Dubes. Saya heran. Kok pembawaan Bu Djauhari ini halus sekali dan sangat rendah hati. Bukankah dia orang Indonesia yang sudah lama jadi orang internasional?

Ternyata Bu Djauhari orang Kebumen. Di pegunungannya pula. Suaminyi-lah yang kelahiran kepulauan Tanimbar, nun jauh di Maluku sangat selatan. Di kota Saumlaki. Sudah lebih dekat ke Darwin daripada ke Ambon sekali pun. Tentu saya tahu seperti apa Saumlaki. Pernah ke sana. Urusan listrik yang dulu gawat di sana.

Saat Pak Djauhari kuliah di UGM, Bu Djauhari kuliah di IKIP Yogyakarta. Maka gadis di gunung dan perjaka di laut bertemu di Yogyakarta.

Sudah lima tahun Djauhari Oratmangun menjadi dubes di Beijing. Hubungan yang begitu baik Indonesia-Tiongkok sekarang ini tentu salah satu hasil kerjanya. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 18 April 2023: Safari Aladin

Parikesit

@Om.Amat. Ada salah seorang kawan SD, dia bercerita selama ini kerjanya adalah duduk2, ongkang2 kaki, tapi duit masuk terus. Saya tanya : "Pean trader saham dan forex? "Tidak" "Digital Nomad?" "Tidak" "Lalu apa, dong?" "Jaga toilet SPBU" "Oh walaah. Hahaha"

Fa Za

Menjadi cangkul di negeri orang lebih makmur daripada menjadi bulldozer di negeri sendiri.

Juve Zhang

Lulusan Universitas kerja di Shanghai baru lulus gaji 15000-18000 Yuan per bulan .atau 30-36 juta setiap bulan.itu menandakan kemajuan ekonomi yg pesat. Tahun 90 an seorang dokter gaji masih 600 Yuan/ bulan. Dokter nya pun ke RS dari rumah nya naik sepeda ontel. Motor sesuatu yg mewah zaman itu. Motor adalah mimpi besar bagi sang dokter. Sepeda adalah alat transportasi yg murah dan sehat. 90 an rakyat masih miskin sekarang lihat ukuran Sate nya saja sudah nampak Kemakmuran rakyat Tiongkok, satu tusuk Sate nya setara 10 tusuk sate keliling di kampung saya.wkwkwkwkw. itulah kemajuan ekonomi rakyat bisa di lihat dari Ukuran Satenya . 

Pryadi Satriana

"Respons" atau "respon"? Ikut KBBI atau Pedoman Ejaan? Dalam KBBI, disebutkan bahwa bentuk bakunya adalah "respons". Dalam Pedoman Ejaan, disebutkan bahwa bahasa Indonesia tidak mengenal gabungan konsonan 'ns'. Mana yang diikuti? Logika! Pelajari bentukan lain dan gunakan pula analogi, jika perlu. Ada bentukan 'responden', 'koresponden', dan 'korespondensi'. Perhatikan pula bahwa 'pretense' > 'pretensi' (bukan 'pretens'!) dan 'suspense' > 'suspensi' (bukan 'suspens'!). Dg menggunakan analogi, bisa diajukan bahwa 'response' (noun) > 'responsi' (nomina), hal memberi 'respon' (tanggapan). Dari analisis di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa bentukan 'respons' adalah SALAH, walaupun itu ada di KBBI. Kita bisa menggunakan bentukan 'respon' atau 'responsi' tergantung konteks kalimat. Contoh: 
1. Segera respon (tanggapi) surat ini. 
2. Saya mau merespon (menanggapi) surat itu. 
3. Responnya (tanggapannya) cepat. 
4. Jangan pulang dulu karena setelah ini ada sesi responsi (hal memberikan respon/ tanggapan). 
Demikian penjelasan saya. Buat Bung Yusuf Ridho, saya mau mengingatkan bahwa seorang 'copy editor' bekerja menggunakan pikirannya, referensi apa pun hanyalah sekadar alat bantu. Salam. Rahayu.

Amat K.

Pak Pry, dalam EYD V ada gugus konsonan "kh, ng, ny, dan sy" yang masing-masing bisa berposisi di awal, tengah, atau akhir kata. Bagaimana dengan gugus konsonan "pr, tr, ps, st, br, kl, pl, gl, kr, dll.? Apakah tidak dianggap? Sementara baru ini yang saya temukan: response --> Respons Complex --> Kompleks Simplex --> simpleks (Sepertinya memang diserap berdasarkan pelafalannya) Ada gugus konsonan ns dan ks di posisi akhir. Apakah juga tidak diakui?

Jokosp Sp

Belum bisa belajar dari perang Ukraina. Coba lihat canggihnya Drone yang bisa mendeteksi detail gerakan tentara musuh, tentara yang sembunyi dan beroperasi dari parit-parit saja jadi makanan empuk pasukan Rusia. Drone dilengkapi granat, dan juga ada yang model drone bunuh diri ( kamikase yang terkenal itu dari produk Negara Iran ), ada juga orlan, sea eagle, inokhodets dan puluhan lainnya dari Rusia yang bermuatan rudal. Drone sudah sangat canggih bisa diopearikan dari jauh. Pak Tentara : terbangkan, lihat layar, tentukan target, arahkan, douarrrrrrrr .................selesai. Kadang ngenes ya mendengar berita kok yang mati cuma dari tentara Indonesia(?). Tentara ini negara cakupannya besar, jumlahnya besar. Melawan segerombolan, artinya jumlah tidak banyak/ kecil.

Jo Neka

Ada yang sudah punya kambing tapi sering juga jajan satai kambing .opo tumon mas Joko

Amat K.

Saya lebih memilih memiliki penjual satenya. Ngapain beli kalo bisa gratis. Sehari mau berapa tusuk sate, hayo katanya

Saifudin Rohmaqèŕqqqààt

Pas puasa kayak begini. Enak rasanya membayangkan sate. Apalagi sate sebelum dibakar dibumbui garam dan bawang tumbuk dicampur kaldu jamur. Sehingga satenya empuk, cocok bagi orang yg sudah kehilangan banyak gigi. Dihidangkan pas perut kosong setelah 14 jam tidak makan. Ditambah makannya berdua sama Mbak Yanti, gadis pujaan dulu. Musiknya lagu campur sari "prawan ayu kalimantan". Wow... kayaknya bagiku itu namanya sate surgawi. Nikmat sate manakah yg engkau dustakan?

Pryadi Satriana

"Peranti" atau "piranti"? Dalam KBBI, disebutkan bahwa bentuk bakunya adalah 'peranti'. Mengapa ada bentukan 'piranti'? 'Piranti' adalah kata bahasa Jawa, yang berarti 'perangkat' atau 'peralatan'. Lalu, mengapa para penyusun KBBI MENGAJUKAN bentukan 'peranti'? Menurut saya, bentukan 'piranti' perlu tetap dipertahankan dengan argumen berikut. Pertama, bentukan 'piranti' sudah memenuhi sistem ejaan bahasa Indonesia sehingga tidak perlu "disesuaikan" menjadi 'peranti'. Kedua, banyak kata bahasa Jawa yang diserap secara utuh kedalam bahasa Indonesia tanpa penyesuaian apa pun, contohnya: acara, wiyata, desa, dll. Demikian penjelasan saya, semoga dapat menjadi masukan bagi Pusat Bahasa. Salam. Rahayu.

Amat K.

Diterima, Pak Pry. Mau peranti atau piranti, silakan. Dulu juga sempat ada perdebatan "mempunyai" atau "memunyai"? Kata dasarnya "punya". Dalam afiksasi ada hukum imbuhan me- jika bertemu kata dasar berawalan /k/p/t/s/ akan mengalami pelesapan. Mengapa me- + punya tidak "memunyai"? KBBI tidak mengakuinya.Tetap mempunyai. Ada yang berpendapat bahwa kaya dasarnya adalah "empunya". Jadilah mempunyai. Entahlah. Selalu ada pengecualian. Menurut saya sekarang, silakan menggunakan kata apa pun selama ada dalilnya. Toh KBBI dan EYD bukan satu-satunya sumber. Masih ada Pak Pry. Hehehe 

Edi Wijaya Kusuma

Yang nyangkut di gigi biasanya itu daging alias "slilit". Abah bisa dengan mudah membersihkannya sendiri. Kalau nyangkutnya di software otak. Abah sering-sering lah makan masakan Xinjiang di Rumah Makan Aladin. Siapa tahu makan yang ke 1001 malam bisa makan bareng aktris kondang Dilraba Dilmurat yang bisa membersihkan "slilit" yang nyangkut di software otak Bah.

Jokosp Sp

Kita gampang mengidentifikasinya (membedakannya) dari warna kulit dan model kelopak mata: - Yang dari Bali : coklat - manis - sedikit ikal - Yang dari Papua : hitam - manis - keriting - Yang dari Jakarta : putih - manis - lurus - Yang dari Kalimantan Utara : putih - manis - lurus - sipit ( khas Dyak ) Saya nyari kembaran yang dari Kalimantan Utara, yang dari Pontianak ( amoi ) ndak ketemu. Yang putih - manis - lurus - sipit. Sepertinya Abah ada kurang koordinasi sebelumnya dengan Koh Liam, sehingga ada yang lolos dari bidikan.

Leong Putu

Burung Cenderawasih sungguh anggun / Burung endemik tanah Papua / Duhai kekasih kenapa Dikau melamun / Aku bersumpah tak kan pernah mendua / .... 365_mantun Papua

Johannes Kitono

Kompetisi bikin Sate Ayam Dulu saat bazar di Pasar Seni Ancol pernah ada perlombaan bikin Sate dari Ayam Petelur. Tentu saja ini ayam beneran dan bukan Ayam Kampus.Pemenangnya adalah Tukang Sate asal Madura dengan rekor 1 ekor Ayam dapat 300 tusuk Sate. Ayamnya adalah Ayam Petelur yang sudah dipensiunkan dari masa dinas bertelurnya selama 2 tahun. Dengan berat badan sekitar 2,3 - 2,5 kg maka jadilah 300 tusuk Sate dan juara.Tentu termasuk kulit dan ususnya ikut di sate juga.Tukang Sate Ayam yang jualan keliling di Jakarta umumnya dari etnis Madura.Mereka ulet dan selalu membeli DO untuk menangkap ayam di kandang. Rerata berat ayam petelur saat pensiun sekitar 2,3 - 2,5 kg/ekor. Itu berat Ayam petelur biasa. Kalau Ayam Parent Stock yang pensiun atau apkir beratnya diatas 3 kg/ ekor. Tentu pengin tahu juga dari seekor Kambing Xinjiang bisa dapat berapa tusuk sate. Yang hanya makan 2 a 3 tusuk saja, sudah bisa bikin kenyang para mahasiswa.

Agus Suryono

SAYA SETUJU, TIDAK SEMUA CITA-CITA BISA MELALUI JALUR YANG MUDAH DAN ENAK.. Dulu, cita-cita saya adalah menjadi "penjaga sekolah", atau "pak Bon". Perjalanan hidup membawa saya ke jalur, menjadi karyawan Telkom, dengan profesi sebagai "operator morse", yang hanya mempersyaratkan ijasah SLTP. Tahun 70an. Karena penempatannya di Ambon, ibukota propinsi "seribu pulau" yang masih membutuhkan jasa morse, maka di sana saya pingin kuliah. Pinginnya kuliah di Teknik. Ternyata di Univ Pattimura adanya hanya Teknik Perkapalan. Maka akhirnya saya milih Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen. Sampai selesai S1. (Tahun 80an). Saat morse udah gak laku, oleh Telkom, saya di sekolahkan ("lagi"), di Fakultas Ekonomi UGM, jurusan Akuntansi. Jadilah saya Akuntan, saat sudah punya anak 2, dan tidak muda lagi. He he.. (Tahun 90an). Dst dst, saya masih terus sekolah sampai hari ini. Di jurusan-jurusan, yang saat muda, tak pernah terbayangkan..

Gregorius Indiarto

Ada yg komen dibawah "Ukuran sate, (yg besar) menunjukkan kemakmuran rakyat Tiongkok". Saya akan nyate ayam, satu ekor, utuh, tidak dipotong2, biar kelihatan makmur. Tapi dimakan 7 keluarga, x 4 orang. Eealaaahhh,....ora sido makmur!!!

Fiona Handoko

turut berduka cita untuk gugurnya (seorang?) prajurit tni di papua. sementara masih ada beberapa prajurit tni yg belum diketahui nasibnya. sejarah penumpasan gerakan separatis opm / kkb sudah sangat lama. tapi sampai hari ini, tak kunjung beres. di tahun 1950 an, juga ada beberapa gerakan separatis bersenjata, seperti di / tii, prri / permesta, rms. tapi dengan operasi militer, semua bisa ditumpas tuntas. lantas apa bedanya dengan opm / kkb. kok gak beres2 dengan operasi militer? perusuh dan abah pasti sudah tahu. di tahun 80 - 90 an. ada 3 gerakan separatis yg tidak mampu di selesaikan secara militer. yaitu gam / aceh, gpk timor timur, dan opm / papua. aceh terselesaikan dengan diplomasi di th 2005 (mau berunding karna tsunami?). timor timur selesai dengan referendum di th 1999, dan memilih merdeka. tinggal papua yg menjadi ganjalan kita. harus dipelajari, mengapa di th 1950, kita bisa menumpas gerakan separatis. tapi di 1980 - saat ini, pendekatan militer belum ada yg berhasil. apakah peralatan militer yg kita miliki kurang sesuai tuntutan jaman, atau ada masalah lain. dengan adanya telepon satelit dan drone. aneh jika masih ada kesimpangsiuran data2. dan ada prajurit yg terpisah dari rombongannya.

Amat K.

Massok Bung. @AAA. Berbahasa adalah soal kenyamanan dan kebiasaan. Apa yang lebih mudah diucap itu yang digunakan. Orang jarang menggunakan "sangkil" dan "mangkus" mungkin karena asing di lidah dan telinga. Tetap saja efektif & efisien. Pun disesuaikan dengan pelafalan penuturnya. Orang Tiongkok sana tidak dapat mengucapkan Jakarta - Bandung secara persis. Sesuka mereka, apa yang mereka bisa.

AnalisAsalAsalan

1. Respon atau respons Kata responsi dari respon atau respons? Dari kata respons ditambah akhiran i menjadi responsi. Kalau dari respon berarti ada akhiran si. Adakah akhiran si? Dengan demikian menurut analisis saya, yang dipilih adalah kata respons. 
2. Piranti atau peranti Sebagai orang Jawa, terasa aneh mendengar peranti. Namun, di KBBI dipilih peranti. Mengapa? Menurut saya ini tentang fonetik. Ucapan peranti lebih ringan sehingga memudahkan suku lain yang merasa berat dengan pengucapan kata piranti. Saya yakin pemilihan kata di KBBI juga lewat perdebatan. Ada yang setuju, ada pula yang tidak. Namun, setelah diputuskan berarti harus diterima. Kalau tidak setuju dan mau mengubah tinggal menghubungi dan berargumentasi dengan pihak terkait. Inilah demokrasi.

AnalisAsalAsalan

Tentang konsonan 'ns' Indonesia membuat satuan sendiri yang tidak ada di satuan internasional, yaitu ons. 1 ons = 100 gr.

Liam Then

Makan sate itu harus pakai longtong, baru terasa lengkap. Ini ada filosofinya (karangan saya), yaitu serat daging dari sate yang kasar, berpadu dengan serat lontong yang halus, ibarat yin dan yang berpadu, di padu cabe rawit dan siraman saus kacang tanah dan kecap manis, menciptakan filosofi yang lain lagi (lagi-lagi karangan saya) yaitu ; kehidupan, yin dan yang, melahirkan keberadaan yang penuh rasa, manis, pedas, kecut (pakai jeruk nipis), asin, tawar, semuanya menyatu dalam harmoni dalam satu piring sate berlontong. Nyam..!!! Jadi pengen makan sate.

Leong Putu

Hmmmmm...... Lontong diganti nasi aja dihubungkan dengan teori konspirasi... Wkwkwkwkek

Everyday Mandarin

Xinjiang berbatasan dengan Kazakhstan, Kyrgystan, dan Tajikistan. Uzbekistan tidak bersebelahan dgn China (Xinjiang). Di Guangzhou, saya sering menjumpai orang² dr negara akhiran -stan ini. Muka org Kazakhtan adalah perpaduan China dan Russia. Mayoritas ateis. Muka org Kyrgystan mirip muka Tionghua Xinjiang yang beragama Islam. Kalau org Tajikistan, ini perpaduan China, Arab, dan India, sangat khas Asia Tengah. Tajikistan jg mayoritas beragama Islam. Kalau Uzbekistan ga ada berbatasan dgn China. Yang ada, di daerah Kota (Jakarta) gadis cantik Uzbekistan yg kamar apartemennya berbatasan lgsg dgn Ko Qinyong, pedagang keramik China asal Sichuan.

Liam Then

Ini harapan saya untuk menteri pendidikan : 
1. Penyisiran nasional secara berkala, untuk mencari bibit generasi muda berbakat, yang di karuniai otak hebat. Mereka ini di istimewakan dengan fasilitas pendidikan terbaik sampai jenjang tertinggi semampu-mampunya mereka. 
2.Fokus program vokasi sesuai kondisi demografi dan geografis. Misalnya di daerah pesisir, pendidikan terkait teknik perikanan tangkap laut, teknik mesin perkapalan, teknik industri perikanan, teknik galangan kapal. Harus sudah diadakan sejak jenjang SMP, dan di GRATIS kan. Begitu pula di daerah lumbung pangan, teknik pertanian ,teknik mesin pertanian,teknik industri terkait hasil pertanian dan pendidikan terkait , di gratiskan dan di berikan sejak jenjang SMP. Jika mau masuk bidang lain, silahkan, tapi masing-masing. Point ini tujuannya agar lulusan hasil pendidikan sinkron dengan karakter demografis ,geografis suatu wilayah. Jadi bisa tepat manfaat, bisa langsung berkarya, dan produktif. 
3. Kerja sama berkala dengan TNI dan Polri, bikin program untuk cari anak dengan bakat dan karakter kepemimpinan yang baik, agar bisa terdeteksi sejak dini dan bisa di persiapkan dengan khusus. 
4.Ajukan usul ke presiden, perampingan, stop rekruetmen pegawai dinas kementerian pendidikan,  perampingan struktur kepegawaian kementerian pendidikan itu harus, selain guru yang lain tak boleh banyak-banyak, alokasi anggaran pendidikan nasional ,harus sebanyak-banyaknya untuk anak didik, bukan admin yang ngurusi pendidikan.

*) Dari komentar pembaca http://disway.id

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber : Disway.id

Komentar Anda