Menunggu Kerelaan PKS dan Demokrat

Anies Baswedan (kiri) ketika masih jadi Gubernur DKI Jakarta dan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, 18 Juni 2022. (FOTO: YouTube KompasTV)

COWASJP.COMAPAKAH mungkin mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan gagal jadi Bakal Calon Presiden (Bacapres) pada 2024 mendatang? Kalau dari sikap dan pandangan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh yang mencalonkannya tampaknya sudah fix. Tidak akan ada perubahan lagi. 

Masalahnya, dengan ketentuan Presidential Threshold 20%, Nasdem tidak mungkin mengusung Anies sendirian. Sementara koalisi perubahan yang digalang bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat sepertinya masih mengambang. 
Artinya, sejauh ini belum ada kepastian apakah keduanya akan ikut mendukung pencalonan itu. Bisa jadi karena belum tercapainya kata sepakat soal siapa dari PKS atau pun Demokrat yang akan disandingkan dengan Anies sebagai Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres). 

Karena itu, tentunya publik sekarang menunggu kerelaan PKS dan Demokrat. Untuk berlapang dada menerima siapa pun – dari PKS dan Demokrat atau orang luar dari kedua partai itu – yang akan dicalonkan sebagai Bacawapres pendamping Anies. Demi terciptanya perubahan yang sangat dinanti-nantikan rakyat banyak. 

Sebelumnya, cukup mengagetkan, ketika Surya Paloh diberitakan akan batalkan pencalonan Anies sebagai presiden. 

Menurut beberapa pemberitaan, dikarenakan dia merasa dibohongi. Atau,  karena Paloh ingin mematuhi presiden, jika presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkannya untuk membatalkan pencalonan itu. 

Hal itu mengemuka setelah munculnya unggahan di media sosial, Rabu (21/12/2022). Yang mengeklaim bahwa Surya Paloh batal mendeklarasikan Anies sebagai capres. 
Setelah ditelusuri Tim Cek Fakta Kompas.com, informasi tersebut ternyata tidak benar. Meski demikian, unggahan maupun pemberitaan serupa diyakini juga menyebar di beberapa platform media lainnya. 

Berita di atas adalah seperti video yang dilansir oleh populis.id, dengan judul: Merasa Dibohongi, Benarkah Surya Paloh Batal Usung Anies Capres? Ternyata, itu video tidak benar, setelah diperdengarkan untuk cek fakta. Walaupun video ini sempat viral. Setelah jadi perbincangan hangat di kalangan warganet. 

Bisa dipastikan, itu video hasil editan. Dari video yang membahas pendapat Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. Soal kiat-kiat menjegal Anies berlaga di Pilpres 2024. Refly dalam kesempatan itu mengungkap ada lima skenario yang bisa dilakukan untuk menggagalkan pencapresan Anies.

Pembawa Nuansa Perubahan

Bagaimanapun, Anies adalah tokoh potensial yang membawa nuansa perubahan. Sehingga mereka yang ingin perubahan menolak berita ini. Sementara buzerRp dan kelompok pendukung pemerintah tentu senang mendapatkan berita ini. Karena mereka tetap ingin mempertahankan statusquo seperti sekarang, sehingga tidak suka Anies jadi presiden pada 2024 mendatang.  

Hari-hari ini, kita mulai memasuki tahun politik. Berbagai narasi yang mempertentangkan perubahan dan anti perubahan makin banyak bermunculan. Dan yang paling santer, tentu saja, adalah narasi untuk menjegal pencalonan mantan Gubernur DKI Jakarta itu. 

Uniknya, berita di atas disiarkan tidak berjarak lama dengan pemberitaan yang tidak kalah viral. Soal pertemuan Surya Paloh secara diam-diam di London dengan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Panjaitan. Pertemuan itu sendiri berlangsung 13 Desember silam. Tapi baru tersiar dari unggahan Wakil Dewan Pakar Nasdem, Peter F. Gontha. Di akun instagramnya, Jum’at (13/1) lalu. 

Dalam potret yang ada dalam unggahan itu, terlihat Luhut mengenakan setelan jas berdasi dan mengenakan syal. Sementara Paloh berdiri di samping Luhut memakai setelan berwarna hitam. Tidak begitu jelas bagaimana mimik kedua tokoh nasional itu. Tapi dari foto yang beredar, publik tidak melihat keceriaan yang biasanya didapat dari wajah Paloh. 

Lagi-lagi karena itu publik berspekulasi. Apakah pemilik jaringan Media Indonesia dan Metro TV itu merasa dibujuk atau diancam untuk membatalkan pencalonan Anies? Bukankah hampir tidak ada tokoh di republik ini yang bebas dari kasus? Dan bukankah di bawah rejim ini mereka yang  memang pemilik kasus atau ada potensi memiliki kasus begitu mudahnya untuk dijadikan tersangka pelanggaran hukum?

Bukan sesuatu yang aneh jaringan penguasa menggunakan dua metode paling manjur untuk menundukkan lawan politiknya? Seperti dilakukan terhadap beberapa ketua umum partai. Pertama, dengan cara membujuk – dengan imbalan jabatan, harta atau beberapa kepentingan tertentu. Kedua, dengan cara mengancam akan membongkar kasusnya, menggunakan KPK, kepolisian atau kejaksaan.

Bukankah yang merasa yakin tidak punya kasus saja bisa dikasuskan? Apalagi yang memang pernah terlilit kasus. Kasus korupsi Formula E yang nyata-nyata sulit dibuktikan kebenarannya toh masih terus dikuliti. Agar Anies bisa jadi tersangka. 

Lalu orang berspekulasi. Apakah Surya Paloh punya kasus, sehingga bisa terancam jadi pasien KPK? Karena itu, jika dihadapkan pada kenyataan itu, bukan mustahil dia tidak punya pilihan. Kecuali membatalkan pencalonan Anies sebagai Capres. Meskipun itu akan berdampak sangat buruk bagi Nasdem. Sebagai partai yang disebut-sebut memperoleh “coattail effect” dari elektabilitas Anies yang sekarang semakin moncer. 

Apakah Ada Kasus?

Beberapa pemberitaan seperti di atas tentu melahirkan sejumlah spekulasi di kalangan publik. Orang lalu menghubung-hubungkan berita satu dengan berita lainnya. Tak peduli berita lama atau baru. Pertanyaanya: Apakah ada kasus? Tak pelak nama pemilik jaringan Media Indonesia grup itu pun bisa saja dikait-kaitkan dengan beberapa kasus tertentu.
Misalnya, berita yang sudah lama sekali. Bahwa Paloh sebagai  Presiden Direktur PT Media Televisi Indonesia (Metro TV) sempat diperiksa Kejaksaan Agung, pertengahan July 2005. Terkait kredit Bank Mandiri senilai Rp 160 miliar kepada PT Cipta Graha Nusantara (CGN) yang diduga bermasalah. 
Dan pemeriksaan Paloh – dengan status sebagai saksi – dimaksudkan untuk melihat hubungan antara pengucuran kredit oleh Bank Mandiri ke PT CGN dan aliran dana itu ke rekening Metro TV.

Begitu juga kasus dugaan suap anggota DPRD Sumatera Utara, Jumat 9 September 2016. Seperti berita yang dilansir VIVA.co.id, Jumat, 9 September 2016 - 13:48 WIB. Dengan judul: Surya Paloh di Pusaran Kasus Korupsi Sumatera Utara. 
Kasus yang dikenal dengan Kasus Suap Bansos Sumut itu diduga dimaksudkan untuk mengamankan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dari kasus hukum. Ketika Kejaksaan Agung dipimpin oleh Muhammad Prasetyo, yang tidak lain adalah kader Partai Nasdem. Sehingga dia bisa saja lolos dari jerat hukum di kejaksaan. 

Tapi apa daya, dia tidak bisa lolos dari KPK. Karena dalam penyelidikan oleh KPK, Gatot Pujo Nugroho dan isteri sirinya Evy Susanti malah dijebloskan ke penjara. Ketum Partai Nasdem Surya Paloh dan Sekjennya Patrice Rio Capella sempat diperiksa KPK sebagai saksi. Tapi pada akhirnya hanya Patrice yang dijadikan tersangka. 

Lantas dengan begitu apakah Surya Paloh bisa merasa terancam? Apakah kasus-kasus lama itu bisa dibangkitkan kembali untuk menjerat seseorang, karena terkait proses politik? Atau, mungkinkan ada kasus lain yang bisa menjeratnya?

Dalam sejumlah kesempatan seusai mencalonkan Anies sebagai Capres dari Nasdem, Paloh dengan tegas menyatakan keinginannya untuk mewakafkan sisa umurnya demi kemajuan dan kesatuan bangsa ini. Dan dalam kesempatan lain, dia juga telah memprediksi fitnah hingga pengkhianatan bakal menyerang partainya. Usai mengusung Anies. Karena itu, dia pun mengingatkan kadernya untuk bersiap dengan serangan-serangan tersebut.

"Nah, untuk menang bagaimana? Nah ini pertanyaan jawabannya gampang. Tetapi untuk merealisasikannya diperlukan strategi, diperlukan kerja keras, diperlukan kesabaran. Siap-siap juga Nasdem, bukan hanya mendapatkan puji sanjung, fitnah, syirik, dengki, khianat. Nah, itu akan dihadapi Nasdem itu," jelas Paloh.

"Sekali lagi saya katakan, Nasdem harus bersiap menghadapi situasi seperti itu," lanjutnya.
Ia meyakini bahwa kerja dan doa yang terbaik dapat membuka mata hati masyarakat dari berbagai elemen untuk memilih Anies. (*)

Pewarta : Nasmay L. Anas
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda