Kapok Membela Ahok, Manuver Nasdem Menangkis 'Peluru' untuk Anies

Partai NasDem resmi mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden pada Pilres 2024, Senin 3 Oktober 2022. (FOTO: YouTube Nasdem TV - klaten.pikiran-rakyat.com)

COWASJP.COM – Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Senin (3/10/2020) kemarin membuat manuver penting.  Mendadak mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden (capres) RI yang akan diusung pada Pilpres 2024. 

Padahal 2017 lalu, partai ini justru pembela Ahok, "musuh" Anies pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Gara-gara itu, Nasdem babak belur mendapat hukuman dari masyarakat. 

Deklarasi ini hanya berselang satu hari saat Koran Tempo merilis cover story yang bikin heboh: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firly Bahuri diduga berkali-kali mendesak anak buahnya segera memenjarakan Anies. Sebagai tersangka kasus korupsi ajang balap mobil listrik Formula E.

Juga hanya berselang dua minggu saat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku dirinya menerima informasi jika ada persengkokolan jahat yang akan mengutak-atik Pilpres 2024. Dan menurut SBY, persengkokolan ini akan mencederai demokrasi Indonesia. SBY sendiri bahkan menegaskan akan ‘turun gunung’. 

Awalnya, Ketua Umum sekaligus pendiri Nasdem Surya Paloh menyatakan baru akan mengumumkan nama capres yang akan mereka usung pada 10 November mendatang. Pada Hari Pahlawan. 

Namun, dengan perkembangan yang terjadi, dan hasil konsultasi dengan dua partai yang kemungkinan besar akan menjadi mitra koalisi mereka, PKS dan Demokrat, deklarasi diputuskan dipercepat. 

Nasdem menjadi partai politik pertama yang melakukan deklarasi capres.

GENCAR MEMBIDIK ANIES

Tepat pada Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2022 lalu, Koran Tempo merilis cover story yang menghebohkan. 

Judulnya “Manuver Firly Menjegal Anies”. Laporan itu ditulis berdasarkan keterangan dari salah seorang penyidik KPK. 

Dijelaskan, Ketua KPK Firli Bahuri diduga terus mendesak anak buahnya menetapkan Anies sebagai tersangka kasus korupsi Formula E. Sebelum ada partai yang mendeklarasikannya sebagai capres.

Namun, dalam ekspos yang dilaksanakan di KPK, dan dihadiri semua unsur pimpinan lembaga anti rasuah itu, satuan tugas tim penyelidik Formula E menyatakan bahwa kasus Formula E belum cukup bukti untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan. 

Belum ditemukan adanya niat jahat.

Apalagi kerugian negara.

Namun Firli diberitakan tidak puas dengan hasil itu. Bahkan, ada manuver untuk mencari pakar hukum pidana yang “seirama” dengan keinginannya itu. 

Namun, pakar hukum yang sudah dihubungi itu ternyata menolak. 

Firli bahkan disebutkan akan turun sendiri melobi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit anggaran Formula E untuk menemukan kerugian negara. 

Keinginan Firli untuk memenjarakan Anies ini diduga berhubungan dengan isu Pilpres 2024. 

Anies Baswedan, bersama dua nama lain yaitu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo adalah tiga nama yang selalu menempati tempat teratas dari hasil survei oleh berbagai lembaga.  

Namun dari ketiganya, Anies Baswedan tampaknya yang paling banyak diserang.

Sebelumnya Anies kerap diserang oleh buzzer medsos dan dituduh pembela Islam radikal. Kebijakan-kebijakannya juga selalu dinilai negatif. 

Pencitraan jahat sering dilayangkan kepada mantan menteri pendidikan nasional itu. 

Kebijakannya bahkan dituntut berkali-kali ke pengadilan. 

Namun, manuver KPK yang membidiknya untuk dipenjara ini dinilai sebagai serangan paling serius dan berbahaya. Anies ibarat dibidik dengan ‘peluru’ yang bisa sangat mengancam "nyawa" pencapresannya. 

Novel Baswedan, saudara sepupu Anies yang juga mantan penyidik KPK pun menegaskan, sangat berbahaya jika KPK sebagai lembaga negara pemberantas korupsi, justru mendapat pesanan politik dari siapapun. Termasuk istana.

TAK ADA MUSUH ABADI

Nasdem tampaknya menangkis serangan itu dengan mempercepat deklarasi pencapresan. Meskipun, relasi antara Anies dan Surya Paloh sebenarnya cukup unik. 

Saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 dulu, Nasdem adalah “musuh” Anies karena partai itu justru mendukung pesaing Anies saat itu: Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Di DPR RI, Nasdem juga dikenal sebagai partai koalisi pemerintah yang mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. 

Sikap inilah yang direspon para relawan Anies dengan ramai-ramai memboikot “Metro TV”, stasiun televisi milik Surya Paloh.

anies-anyar.jpg1.jpg2.jpg

Namun, tidak ada musuh yang abadi. Arah angin tampaknya berubah drastis pada musim politik menjelang 2024. 

Nasdem sudah menegaskan sikapnya, kali ini mereka mendukung sosok Anies Baswedan. Bahkan, partai itu juga mempersilakan Anies untuk bebas memilih siapa calon wakil presidennya.

Nama Anies tidak muncul tiba-tiba. Nasdem menampung aspirasi kadernya dari seluruh Indonesia melalui rapat kerja nasional, Juni lalu. 

Tiga puluh dua DPW Partai Nasdem dari seluruh Indonesia mengusulkan nama Anies Baswedan sebagai sosok yang dinilai paling tepat memimpin negara. 

Hanya dua daerah yang tidak, yaitu DPR Nasdem Papua Barat dan Kalimantan Timur.

Kepada media, Surya Paloh sendiri pernah memberikan pengakuan jika partainya kapok membela Ahok. 

Pasalnya, gara-gara membela Ahok, Nasdem mendapat hukuman dari masyarakat dan dituding sebagai partai pembela penista agama.

 Surya Paloh mengaku itu adalah pukulan yang berat bagi partainya. Nasdem kehilangan banyak kursi di DPR dan DPRD. 

Bahkan di Aceh, kampung halaman Surya Paloh sendiri, ada dua daerah pemilihan di mana partainya sama sekali tidak memiliki suara.

Nasdem sepertinya tidak mau lagi mengulangi kesalahan yang sama. Karena itu, terkait Pilpres 2024 ini, petinggi Partai Nasdem memutuskan untuk meminta masukan dari kadernya dari seluruh Indonesia.

Partai politik sejatinya haruslah menjadi jembatan dari suara rakyat. Bukan menjadi kendaraan bagi para petinggi partai melampiaskan ambisi dan nafsu politiknya.  

Partai politik juga memiliki kewajiban moral untuk mencari figur terbaik untuk memimpin Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat. Meski jikapun sosok itu bukan dari internal partai. 

Nasdem sudah menabuh genderang, dan memacu gerbong perubahan itu.

 For Indonesia, 

why not the best…? (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda