Tarif Bunuh di Sidoarjo Ternyata Mahal

Kapolresta Sidoarjo Kombespol Kusumo Wahyu Bintoro. (FOTO: jatimpos.co)

COWASJP.COMBos rongsokan, Sabar (37) tewas ditembak di Sidoarjo, Jatim, Senin, 27 Juni 2022. Pelaku inisial JO (40), pembunuh bayaran Rp100 juta. Pembayarnya E, buron. Tapi JO belum dibayar keburu ditangkap polisi, Jumat (1/7).

***

PENEMBAKAN itu terjadi Senin (27/6/2022) malam sekitar pukul 20.00 WIB di rumah kontrakan sekaligus tempat usaha rongsokan milik Sabar di bawah fly over di sebelah barat Pasar Larangan, Sidoarjo, Jatim.

Kapolresta Sidoarjo Kombes Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan akibat dua tembakan itu Sabar mengalami luka parah. 

"Luka parah, di leher sebelah kiri tembus leher sebelah kanan. Kemudian di lengan kiri tembus ke dada sebelah kiri," ujarnya.

Setelah menjalani perawatan selama 2 hari di RSUD Sidoarjo, korban Sabar akhirnya menyerah. Ia mengembuskan napas terakhir pada Rabu (29/6) malam sekitar pukul 22.00 WIB dan dimakamkan di desanya, di Pasuruan, esoknya.

Kombes Wahyu menjelaskan motif. Berdasar hasil penyidikan, korban Sabar adalah saudara sepupu E. Pada sekitar lima tahun silam, Sabar menggoda isteri E. Maka, E menyimpan dendam.

Awal Juni 2022 E menyuruh JO membunuh Sabar. Dijanjikan bayaran Rp100 juta. JO Oke. Ia kemudian menyusun rencana. Termasuk menyiapkan senjata api (belum diketahui dari mana).  

Akhirnya pembunuhan dilaksanakan. Beberapa tembakan jarak dekat.

Setelah pembunuhan, JO menagih bayaran ke E. Tapi masih dijanjikan. Sampai kemudian ia ditangkap polisi, di tempat persembunyiannya di Sokobanah, Sampang, Madura. Sedangkan, E masih diburu polisi.

JO dikenakan pasal 40 KUHP pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati. Setidaknya 20 tahun penjara.

Tarif Rp100 juta untuk pelaku tunggal pembunuh bayaran, cukup tinggi. Di Amerika Serikat pada 2013 terungkap, tarif pembunuh bayaran pelaku tunggal di kisaran USD 5.000 (setara Rp70 juta).

Dikutip dari New York Daily News, 13 September 2013, berjudul: “U.S. soldiers accepting cash, drugs for Mexican drug cartel contract hits”, seorang tentara Amerika disewa kelompok mafia narkoba Juarez di Mexico dengan tarif USD 5.000.

Perintah dari Mafia Juarez kepada pembunuh (tidak disebut nama, karena saat itu ia tentara aktif di sana) adalah membunuh seorang informan rahasia yang tinggal di AS. 

Informan yang jadi target, dianggap sangat mengganggu perdagangan narkoba kelompok Juarez. Gegara informan tersebut, anggota kelompok Juarez banyak ditangkap polisi narkoba Drug Enforcement Administration (DEA).

Perintah bunuh dilaksanakan pembunuh di El Paso, Texas. Dengan delapan tembakan jarak dekat. Tapi pelaku kemudian ditangkap polisi.

Kalau pembunuh bayaran beregu tarifnya jauh lebih tinggi. Dikutip dari media massa yang sama, pada tanggal tersebut, dua anggota militer dari negara bagian Colorado, AS (tidak disebut nama) menerima kontrak bunuh dari kartel narkoba juga.

Dua tentara itu pasang tarif USD 50.000 (sekitar Rp700 juta). Kartel narkoba Los Zetals sepakat membayar tarif tersebut. Kartel menugaskan pembunuh membunuh informan juga. 

Perintah dilaksanakan. Target mati ditembak. Tapi para pelaku tertangkap polisi. Sehingga jaringan pembunuh bayaran di sana terungkap.

Mungkin, Amerika tidak sebanding dengan Indonesia soal tarif pembunuh bayaran. Yang dekat dengan Indonesia, barangkali India.

Dikutip dari Daily Mail India, 11 April 2013 bertajuk: “The Rs 5 crore contract killing of Bhardwaj shows murder is still big business in the Delhi and Mumbai underworlds”, disebutkan: 

Tarif pembunuh bayaran di India sekitar USD35 (sekitar Rp490 ribu) sampai USD900 (sekitar Rp12,6 juta). Ini data dari polisi India (Daily Mail India, 11 April 2013).

Polisi India kepada Daily Mail India mengatakan: Mereka telah melihat hingga 5 pembunuhan kontrak besar di Delhi selama empat dekade terakhir (sejak sebelum 11 April 2013). 

Tapi ada juga yang bertarif sangat tinggi. Pembunuhan dengan tarif tertinggi terjadi di New Delhi, pada 2013, di mana seorang politisi dibunuh tim pembunuh bayaran. 

Polisi melaporkan bahwa kontrak untuk membunuh politisi pria itu adalah $900.000 (sekitar Rp12,6 miliar).

Polisi berhasil mengungkap kasus pembunuhan itu. Para pelaku ditangkap. Sehingga tarif pembunuh bayaran tersebut terungkap.

Jadi, tarif Rp100 juta di Sidoarjo tergolong cukup tinggi. Meski ternyata, belum sempat dibayar oleh otak pembunuhan.

Pembunuh bayaran di AS dan India sudah menerima bayaran di muka, atau sebelum eksekusi bunuh. Sedangkan di Indonesia umumnya dibayar belakangan, atau setelah pembunuhan.

Di Amerika, pemberi perintah berani membayar di muka kepada eksekutor, sebab pemberi perintah adalah geng mafia narkoba. Dan, pembunuhnya paham, bahwa jika ia berbohong atau tidak melaksanakan tugas tapi menerima pembayaran di muka, maka pembunuhnya bisa dibunuh pembunuh lain.

Di kasus Sidoarjo, menurut keterangan isteri Sabar bernama Wiwin, kepada wartawan, otak pembunuhan Sabar, inisial E, sudah lama meneror Sabar.

Wiwin: "Mas Sabar dan ia (E) masih saudara sepupu. Mas Sabar sukses dalam politik dan bisnis. Pernah jadi Kades. Sedangkan E iri hati.Memfitnah seolah-olah Mas Sabar mengganggu isteri pelaku."

Kebenaran pernyataan Wiwin belum teruji. Sebab, E masih diburu polisi. Dan, seperti halnya JO selaku eksekutor pembunuh Sabar, E bakal dikenakan pasal 340 KUHP pembunuhan berencana. Ancaman hukum mati. Atau penjara seumur hidup. 

Pelaku pembunuhan tidak mungkin lolos dari kejaran polisi. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda