Berdarah-darah karena Anies?

Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan. (FOTO: inilah.com)

COWASJP.COMANIES RASYID BASWEDAN. Nama yang tak henti jadi topik pembicaraan di khalayak ramai belakangan ini. Trending di mana-mana. Banyak yang menghujat, tapi tidak sedikit pula yang menyanjung. Bak meteor yang melesat di ruang hampa. Disorot setiap mata yang mampu memandang.  

Bukan hanya di dalam negeri. Tapi bahkan di negeri manca yang jauh. Menari-nari dan bergoyang. Entah akan sampai atau tidak dalam pertarungan Pilpres 2024.

Gubernur DKI Jakarta itu memang fenomenal. Meski terus dihujat, dia merasa tak perlu marah. Meski selalu disikat, dia menerimanya dengan senyum sumringah. Dengan memupuk keyakinan bahwa orang-orang yang menyerangnya memang cetek wawasannya. Memang segitu itu kemampuannya. Apalagi sebagian mereka itu memang dibayar untuk merusak citra dirinya. 

Namun dia berdiri kokoh bagai batu karang yang tak henti diterjang ombak. Tak bergeming. Bahkan tak perlu membusungkan dada ketika ada yang melontarkan pujian dan sanjungan.

Kerja, kerja, kerja adalah semboyan orang lain. Sudah jadi “trade mark” junjungan orang lain. Dia tak merasa perlu meneriakkan kerjanya dengan keras-keras. Tapi dia lakukan semuanya dalam hening. Dalam diam. Tanpa perlu masuk gorong-gorong atau melemparkan kaos dan hadiah recehan berkesan penghinaan ke masyarakat kelas bawah. Di bawah sorot kamera. Lalu disiarkan secara bombastis di berbagai media. Seperti yang dilakukan pemilik semboyan kerja, kerja, kerja itu.

Dia berbuat untuk semua. Dengan menghormati yang tua, menyayangi yang muda. Memberi ruang untuk orang kaya, tapi tak melupakan kelompok masyarakat miskin dan papa. Tidak alergi berbincang dengan abang tukang cendol dan tukang bakso di pinggir jalan. Dialog dengan pedagang kaki lima. Tapi juga tidak canggung tampil di forum-forum internasional yang berkelas. Berbicara secara terhormat. Dengan mengemukakan buah pikirannya yang jernih secara runtut. 

Dalam bahasa Inggris yang fasih. Yang mudah difahami semua pihak di forum-forum bergengsi kelas internasional. Disalami bahkan ditepuksoraki dan diacungi jempol oleh para pemimpin dan tokoh intelektual dunia. 

Anies memperlakukan sama semua warga Jakarta. Tak peduli apa pun kelas sosialnya. Tak membedakan apa pun kepercayaan dan agamanya. Dituding sebagai aktor utama politik identitas, Anies justru mampu menunjukkan bahwa dia mengayomi semua warga. Tidak peduli apakah mereka keturunan Arab seperti dirinya, peranakan Cina, India, Eropa atau pun asli kaum pribumi. Semua, tak satu pun mendapatkan perlakuan berbeda. 

baswedan.jpg1.jpg

Jakarta International Stadium (JIS) di Jakarta Utara, dibangun atas inisiatif dan usaha keras Anies. Tapi itu bukan untuk kepentingan umat Islam. Sebuah isu yang menyiratkan kaitan Anies dengan gerakan Islam dan membuat dia dituding sebagai pelaku politik identitas. Tapi JIS dibangun untuk semua. Bukan untuk satu golongan tertentu. 

Buktinya, Anies mempersilahkan JIS menjadi lokasi acara perayaan Kebangkitan dan Kenaikan Isa Almasih. Hari Jumat, 27 Mei 2022. Untuk pertama kali dalam sejarah. Gedung stadion yang begitu megah digunakan untuk perayaan hari besar non-Muslim, di sebuah negara dengan penduduk mayoritas muslim. 

Sebagian besar janji kampanyenya telah dia tunaikan. Termasuk sejumlah janji yang dianggap tidak mungkin terpenuhi. Seperti pembangunan JIS, perombakan manajemen transportasi publik, Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM), Ajang balap Formula E, menghentikan reklamasi Teluk Jakarta, dan beberapa janji lainnya. 

Berdarah-darah?

Bagaimanapun, kerja keras Anies selama empat tahun terakhir dipantau banyak kalangan. Tidak hanya oleh warga Jakarta. Sehingga begitu banyak rakyat yang mengharapkan Anies tampil sebagai calon presiden dan kemudian menjadi presiden. Bukan suatu yang aneh sekarang, ketika ada warga Aceh atau Papua menyatakan keinginannya agar “Gubernur Indonesia” itu benar-benar jadi Presiden RI. 

Kalau ditanya: Mengapa? Jawabannya, karena dia beda dengan semua calon yang sekarang banyak dimunculkan. Di samping itu, banyak pihak yang berkeyakinan hanya dia yang akan mampu mengeluarkan bangsa ini dari kuburan lumpur politik dan ekonomi yang menyesakkan dada. 

Melihat situasi dan kondisi politik dan sosial ekonomi sekarang dan terus meningkatnya popularitas Anies, apakah ada kemungkinan bahwa Pilpres 2024 itu bisa jadi akan berdarah-darah? Na’uzubillah tsumma na’unzubillah! Dan itu karena Anies. 

Mungkinkah akan seperti itu? 

Alasannya, karena hasrat rakyat untuk menjadikan Anies sebagai presiden begitu kuatnya. Tapi keinginan itu akan berbenturan dengan kepentingan tirani oligarkhi yang begitu kuat. Yang sangat tidak suka Anies. Dan tidak ingin status quo yang ada, di mana mereka berpesta pora dengan kemampuan mengendalikan tampuk kekuasaan, akan dibongkar Anies pada waktunya. 

Begitu juga dengan kemauan partai-partai besar untuk melahirkan presiden pilihan mereka sendiri. Dan jangan lupa dengan kecenderungan penguasa yang memang berseberangan dengan Anies. Semua akan tergabung dalam oligarkhi politik dan ekonomi, yang bukan tidak mungkin akan menetapkan capres yang asal bukan Anies. Bukan tidak mungkin kekuatan uang dalam bentuk “money politik” akan semakin menggila. Karena para konglomerat hitam itu siap mengucurkan dana yang tidak terkira. Begitu juga cara-cara curang yang bukan mustahil akan membuat rakyat marah.

Bila kekuatan besar ini kembali sukses menjalankan misinya dan rakyat kembali terkecoh, keadaan tidak akan berubah. Rakyat kian melarat karena kebijakan yang tidak pro mereka. Tetapi karena kelamaan susah lalu menerima saja “serangan fajar” untuk kesenangan sesaat, dan sengsara lagi lima tahun berikutnya, maka status quo akan bertahan. 

Tapi bila sebaliknya perlawanan mereka kuat, situasinya akan berubah dahsyat. Bukan mustahil aparat pemerintah akan diterjunkan untuk meredam perlawanan rakyat. Penangkapan terhadap para aktifis akan terjadi. Suasananya akan luar biasa. Tidak sebanding dengan suasana menyongsong Pilkada DKI Jakarta 2017 silam. Karenanya, dengan demikian, perkiraan akan berdarah-darah itu akan “makes sense” alias masuk akal. 

Tentu saja tidak seorang pun berharap hal itu terjadi. Sehingga semua tentu berharap banyak kepada para elit bangsa ini. Agar mereka mencarikan jalan terbaik bagi kemajuan dan kejayaan bangsa ini. Jangan hanya berpikir tentang kepentingan mereka dan kelompok mereka saja. Dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Yang berharap banyak agar bisa sejahtera di negeri yang dikaruniai Allah sumber daya alam dan manusia yang melimpah. Sehingga dapat menjadikan negeri ini sebagai “baldatun thayyibatun warabbun ghafur”. Negeri yang gemah ripah loh jinawi. 

Rakyatnya hidup aman dan makmur. Sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. (*)

Bandung, 28 Juni 2022.

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda