Laporan dari Swiss? (31)

Omicron Mereda dan Pertolongan Allah Datang Tak Terduga

Penulis dan Zygmund (putera kedua) di dalam Museum Komunikasi. (FOTO: Olkky Putri Prastuti)

COWASJP.COM – Omicron sudah mulai melandai. Kapasitas rumah sakit sudah mulai longgar. Peraturan kerja dari kantor (Work From Office) sudah kembali normal. Artinya kami siap berpetualang keluar kota ataupun dalam kota Lausanne. 

Kebetulan paspor Zirco (anak pertama penulis) sudah hampir mendekati kedaluarsa. Sudah waktunya diganti sebelum 6 bulan. Waktu berangkat bulan Juli tahun 2021 lalu paspor Zirco masa berlakunya masih satu tahun lebih. Tanggung kalau ganti saat itu. Paspor Zirco sudah punya stempel Imigrasi tiga negara. Malaysia, Filipina dan Singapura sebelum berangkat ke Swiss ini. Sekarang ditambah stempel Swiss dan Prancis. 

Kami bersiap untuk pergi ke Bern  tanggal 4 Februari 2022 untuk mengunjungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang terletak di Elfenauweg 51, 3006 Bern.

KBRI adalah wajah Indonesia di mata dunia yang dipimpin oleh seorang duta besar. Lembaga ini bertugas melindungi warga Indonesia yang ada di luar negeri. Oleh karena itu, setiap WNI yang tinggal di Swiss wajib lapor diri dan juga lapor apabila telah meninggalkan Swiss. 

musium.jpg1.jpgPertolongan Allah datang tak terduga lewat Pak Erwin (jaket hijau). Alhasil, dokumen paspor Zirco sudah diterima petugas KBRI. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Selain itu KBRI juga mengurusi segala aspek yang berkaitan dengan politik, ekonomi, sosial budaya antara Indonesia dan luar negeri.

Waktu tempuh Lausanne ke Bern tidak begitu lama, hanya sekitar 1 jam naik kereta. Sama seperti perjalanan dari rumah Surabaya di daerah Sunan Ampel menuju ke kampus Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) Gresik – tempat saya mengajar. Kami tidak membeli tiket day pass. Cukup membeli tiket point to point ditambah dengan city ticket. Tiket point to point artinya hanya berlaku untuk jurusan Lausanne – Bern. Kalau melewati wilayah tersebut harus beli tiket lagi. Tapi kalau ingin PP (pulang pergi) Lausanne – Bern 10x pun dalam 1 hari juga tidak masalah.

PUKUL 07.44 MATAHARI BELUM BERSINAR

Kami meninggalkan Lausanne pukul 07.44, saat matahari belum bersinar dan cuaca masih sangat dingin sekitar 0 derajat Celcius. KBRI buka pukul 09.00 CET (Central European Time). Kami memilih datang pagi hari supaya urusan cepat selesai dan bisa lanjut jalan-jalan. 

Dari stasiun Bern masih butuh waktu sekitar 20 menit naik bus untuk tiba di kantor KBRI. Kota Bern di pagi hari sangat berkabut. Lebih berkabut daripada Lausanne dan tidak ada sinar matahari sama sekali. 

Tiba di depan pintu KBRI kami kaget karena kunjungan hanya berdasarkan appointment. Sedangkan kami belum membuat janji sama sekali. Aduuh! Sebelum berangkat kami sudah mengirimkan chat lewat DM Instagram terkait proses pengajuan perpanjangan paspor. Form permohonan sudah dicetak dan diisi. Mengecek website KBRI, coba mendaftarkan lapor diri Zirco secara online. Tapi ternyata portal onlinenya error. 

musium.jpg2.jpgKetika Papi Fariz (kiri) mempersiapkan dokumen di depan pintu KBRI. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Bermaksud ingin sekalian saja di Bern, nyatanya tidak bisa masuk ke dalam Gedung KBRI. Sepertinya kami kurang detail mencari informasi. Ternyata ada teman yang sampai telepon ke kantor KBRI dan mendapatkan info bahwa selama kasus Covid tinggi kunjungan ke kantor hanya melalui janji.

Di depan pagar kantor hanya ada kotak surat dan telepon. Kami menghubungi orang kantor yang berada di dalam menggunakan telepon tersebut. Beliau berkata bahwa silakan meninggalkan form pendaftaran dan dokumen yang dibawa di kotak dan akan dihubungi lagi. 

Sebenarnya hati agak ragu karena harus meninggalkan paspor asli dan juga ijin tinggal Zirco di box surat tersebut. Takut tidak diproses, takut hilang, takut rusak, ataupun overthinking yang lainnya, hehehe.

Tiba-tiba ada seseorang menyapa dari dalam taman. “Sedang apa Bapak-Ibu? Apakah sudah ada janji kedatangan?” sapa Pak Erwin (nama beliau). 

Kami menjelaskan maksud kedatangan, kemudian beliau menawarkan untuk membawa berkas ke dalam dan membantu untuk memfotokopikan paspor dan identitas Zirco. Dengan bantuan beliau, kami tidak perlu mengumpulkan dokumen asli ke KBRI. Alhamdulillah, akhirnya berkas kami ada kejelasan dan sudah di tangan petugas KBRI. 

Pak Erwin berkata bahwa nanti kami akan di telepon untuk pengambilan foto Zirco, kemudian paspor yang sudah jadi bisa dikirimkan melalui pos ataupun bisa diambil di Bern. 

musium5.jpgKenang-kenangan yang didapat dari Museum Komunikasi. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Waktu yang dibutuhkan untuk proses ini sekitar 1-2 minggu.

Alhamdulillah datang pertolongan Allah SWT di saat krusial. Lewat Pak Erwin. 

Setelah urusan di KBRI selesai kami bertemu teman sejenak untuk mengambil pesanan Pempek. Mbak Pepi – orang Indonesia yang sudah puluhan tahun tinggal di Bern selalu menjual Pempek di acara-acara KBRI. Saya mengontak beliau untuk beli 10 porsi pempek kapal selam, lenjer, dan adaan. 

Per porsi yang dibandrol seharga 10 CHF = Rp 155.000 terdiri dari 1 kapal selam/lenjer, 2 adaan, dan kuah cuko. Saya beli dalam bentuk frozen supaya bisa dimakan sewaktu-waktu. 1 CHF = Rp 15.500.

Zirco minta untuk mengunjungi museum komunikasi atau dalam Bahasa Jerman disebut Museum fur Kommunikation. Oh ya, di kota Bern Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Jerman. Sedangkan di Lausanne memakai Bahasa Prancis. Swiss adalah negara multi-bahasa, ada 4 bahasa berbeda yang digunakan yaitu Jerman, Pemrancis, Italia, dan Romansh tergantung dari wilayahnya. 

musium.jpg4.jpgKotak Surat di depan kantor KBRI. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Sebenarnya kami sudah mengunjungi museum tersebut saat pertama kali ke Bern pada bulan Agustus 2021 silam. Namun Zirco belum puas karena kala itu cuma 30 menit di sana dan pengunjungnya sangat ramai.

Pengunjung dewasa di atas usia 16 tahun wajib membayar 15 CHF = Rp 232.500. Sedangkan anak-anak dibawah 6 tahun gratis. 

Museum ini sangat cocok untuk dikunjungi anak-anak. Ada permainan interaktif dan mini game untuk menemukan seekor tupai Bernama Ratatösk. Ratatosk tersebar dari lantai 1-3. Apabila anak-anak menemukan hewan mungil ini, maka ada permainan tersembunyi di balik pintu lemari. 

Pengunjung kala itu sepi, sehingga DoubleZ (Zirco dan Zygmund, dua anak laki-laki penulis) bisa menikmati museum dengan nyaman dan senang. Pengunjung bisa menikmati benda-benda yang ada di museum terkait komunikasi yang digunakan sejak jaman dahulu hingga jaman sekarang. Dari surat-menyurat, telepon genggam, hingga sekarang sudah memakai email dan fiber optic.

Uniknya, di museum ini pengunjung bisa berfoto di foto box yang telah disediakan. Apa spesialnya berfoto? Foto pakai HP pun juga bisa. Nah moms, spesialnya adalah foto kita akan dicetak di kertas perangko. Dan perangko ini bisa digunakan untuk mengirim surat atau dokumen di seluruh negara Swiss. Apabila ingin mengirim ke keluarga Indonesia maka perlu menambahkan perangko lagi. 

musium6.jpgSelamat Datang di Museum Komunikasi Bern. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Setiap pengunjung mendapatkan 1 koin yang digunakan untuk berfoto sehingga kami mempunyai 4 perangko dengan latar belakang khas Kota Bern.

Sebelum meninggalkan museum, pengunjung juga diberikan kenang-kenangan berupa foto. Layaknya mendatangi nikahan teman, biasanya ada photo booth yang memberikan foto kita lengkap dengan nama dan tanggal pernikahan si pengantin. 

Di Museum of Communication juga terdapat hal serupa. Pengunjung tinggal menempelkan koin di tempat yang disediakan, kemudian foto kita akan dicetak di kertas foto. Bagian atas foto bisa disobek dan ditempelkan di dinding museum sebagai tanda kita sudah mengunjungi museum tersebut. Sedangkan bagian bawah bisa kita simpan sebagai kenang-kenangan.

Kami merekomendasikan museum ini apabila kawan pembaca berkunjung ke Bern – Swiss bersama anak-anak. 

Tapi rekomendasi pertama kami adalah FIFA Museum Zurich. Keseruan kami di Zurich sudah terbit di Koran New Malang Pos Edisi 31 Oktober 2021 atau Cowasjp.com Laporan dari Swiss Edisi 16.

Sebelum kembali ke kota Lausanne isi perut dulu supaya selama perjalanan DoubleZ anteng. Kami tidak menemukan Restoran Indonesia, akhirnya pilihan jatuh ke Restoran Asia bernama Mishio Vatterland yang terletak di Baerenplatz 2, Bern 3011 Switzerland. 

musium7.jpgRestoran Asia andalan kami saat berpergian. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Kami memesan Kyoto Udon Teriyaki (25 CHF = Rp 387.500), Sweet & Sour Chicken (26 CHF = Rp 403.000) dan Pokemon Spring Roll (9 CHF = Rp 139.500). Tidak diragukan lagi untuk rasanya karena DoubleZ lahap sekali makannya. Untuk sekali makan di restoran Swiss rata-rata mencapai 100 CHF = Rp 1.550.000 untuk 4 orang. Karena porsinya sangat besar sehingga biasanya kami cukup memesan 2 menu utama dan 1 menu pendamping. 

Itulah mengapa tinggal di luar negeri harus siap belajar memasak dan tidak sering-sering makan di restoran ya, hehehe.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda