Catatan Politik Arif Afandi (7)

Fahri Petarung, Hamzah Terkurung

Foto dan ilustrasi: CoWasJP.com/Gedhebuk

COWASJP.COMADA empat orang yang selalu bersama-sama saat taraweh Ramadhan di Masjid Zam Zam Tower, Makah, tahun lalu. Namun hanya dua yang saya kenal wajahnya dengan pasti: Anis Matta dan Fahri Hamzah. Saat itu, Anis masih menjadi Presiden Partai Keadilan Sosial (PKS). Sedangkan Fahri Wakil Ketua DPR RI dari PKS.

Terkadang mereka langsung balik ke hotel setelah salat berjamaah. Tapi tidak jarang mereka berempat masih terlibat pembicaraan serius. Semua itu terjadi tidak hanya sekali. Beberapa kali. Bergerombol saat salat. Dan mendiskusikan sesuatu setelahnya.

BACA JUGA: Mega, Sosok Personifikasi PDI Perjuangan

Tampaknya itulah tahun terakhir kebersamaan mereka berumrah Ramadhan bersama sebagai pimpinan PKS. Setelah itu terjadi penggusuran secara sistemik faksi sejahtera di partai tersebut. Di partai itu dikenal ada dua faksi besar: faksi keadilan dan faksi sejahtera. Anis Matta dan Fahri dikenal sebagai tokoh faksi sejahtera.

fahri-cowas0mUgT.jpg

Fahri Hamzah. (Foto: terasbintang)

Setelah Anis tergusur dari Presiden PKS, kini giliran Fachri harus terpental dari partai pengusung ideologi Islam ini. Tidak hanya dari semua jenjang keanggotaan partai, ia pun digeser dari jabatan bergengsinya sebagai Wakil Ketua DPR RI. Ia memang melawan. Tapi perlawanan dia tidak bisa menyelamatkan kursi yang didudukinya.

Fahri Hamzah, politisi asal Nusa Tenggara Barat ini memang fenomenal. Begitu tampil di pentas politik nasional, ia langsung menonjol. Sejak hanya menjadi anggota DPR, ia sudah menjadi bintang media karena banyak komentarnya yang kontroversial. Ia selalu berteriak lantang: itu itu menyuarakan sikap partai atau dirinya sendiri.

BACA JUGA: SBY, Bisakah Bikin PD Kembali Pede?

Yang membuat dia tambah moncer adalah keberaniannya "melawan" KPK. Sejak Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq tertangkap dalam skandal impor daging sapi, ia menjadi penyerang utama lembaga anti rusuh itu. Dengan berani dan tidak takut dianggap pro korupsi, ia tampil melawan kedigdayaan KPK dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.

Sebagai politisi, ia punya sikap tegas. Ia punya karakter. Berani menghadapi siapa saja. Ia seakan menjadi panglima lapangan dari pasukan besar bernama PKS. Fahri seakan tak peduli dengan opini publik. Meski yang disuarakan bertentangan dengan arus opini publik, ia terus bersikap dan berteriak.

fahri-fahrihamzahDT89F.jpg

Foto: fahrihamzah

Saat banyak orang memuji-muji KPK, ia mengusulkan pembubaran komisi anti rusuah itu. Meski banyak dibully di media sosial, ia seakan tak peduli. Ia tampil di depan menyuarakan apa yang menjadi pemikirannya. Dengan tegak ia hadapi semua. Dengan lantang ia lawan semua yanb tak sejalan dengan dirinya. Ia terus melanglang sebagai politisi tanpa takut halangan.

Seharusnya memang begitu seorang politisi membangun karirnya. Ia harus terus bersuara. Menyampaikan kepentingan politiknya, meski dengan resiko tidak disukai orang banyak. Bukan politisi yang diam seribu bahasa. Bukan politisi yang mencari aman; Datang, tidur, dan menerima setoran. Politisi harus bersikap, berteriak, dan menunjukkan karakternya.

Terlepas dari sikap dan kepentingan politik yang sering disuarakannya, saya suka dengan tipe politisi seperti Fahri. Politisi yang punya keyakinan diri. Politisi yang siap beradu argumen mengenai berbagai hal. Politisi yang lincah dan terus bergerak ke sana kemari. Politisi yang tak malu menunjukkan ambisi. Politisi yang betul-betul petarung, meski seorang diri.

BACA JUGA: Akbar, Politisi Tak Pernah Mati

Lahir di Sumbawa, NTB, 10 Nopember 1971, Fahri sempat mengenyam pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Mataram, selepas lulus SMA. Namun kayaknya jiwa dia tidak kerasan di tanah kelahirannya. Setelah dua tahun di Mataram, ia pun pindah kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Tampaknya di kampus terakhir ini, bakat kepemimpinannya muncul dan teruji.

Selain menjadi salah satu pimpinan di  Jurusan Ekstensi UI, ia juga aktif sebagai Ketua Departemen Pengembangan Cendekiawan Muda di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Garakan reformasi 1998 menjadi momentum dia untuk mulai dikenal publik. Ia menjadi salah satu pendiri KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Dia yang menjadi ketua umum pertama organisasi itu.

BACA JUGA: Cak Imin, Berkah Warisan Gus Dur

Melalui KAMMI, Fahri menggelorakan gerakan anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Gerakan KAMMI dalam perjuangan reformasi saat itu berbeda dengan kelompok gerakan lain. Gerakan dia lebih solid dan massif. Juga lebih bisa mengendalikan diri. Sangat berbeda dengan kelompok gerakan mahasiswa lain yang sering terlibat bentrok fisik dengan aparat keamanan maupun Pam Swakarsa, kelompok sipil bentukan penguasa.

Sikap KAMMI juga berbeda dengan kelompok gerakan lain saat menyikapi kepemimpinan BJ Habibie. Di saat kelompok lain menganggap pria ahli pesawat itu menjadi bagian dari rezim Soeharto, KAMMI tidak. Ia menjadi satu-satunya kelompok gerakan mahasiswa yang mendukung Habibie menjadi presiden berikutnya.

fahri-mharianindo0AtXF.jpg

Foto: m.harianindo

Singkatnya, Fahri adalah politisi yang lahir dari gerakan reformasi Indonesia. Tentu ia sangat menghayati tujuan reformasi politik yang berakhir dengan lengsernya Presiden Soeharto tersebut. Ia ikut menjadi bagian dari pelengseran penguasa Orde Baru tersebut dan ikut melahirkan era reformasi yang berlangsung hingga sekarang.

BACA JUGA: Surya Paloh, Politisi Burung Merak

Paska era gerakan, ia memulai karirnya dengan menjadi staf ahli MPR RI, 2004. Di tahun yang sama, ia bergabung dengan PKS. Lewat partai itulah ia mengadu peruntungan menjadi calon legislatif dari daerah pemilihan NTB, tempat ia lahir dan besar. Ia pun terpilih dan menjadi anggota DPR RI.

Begitu masuk parlemen, ia ditugaskan di Komisi VI yang membidangi masalah perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi/UMKM, dan BUMN. Saat di komisi ini, bintang Fahri belum moncer. Namanya baru meroket setelah ia dipindah ke Komisi III yang membidangi masalah hukum.

Sejak saat itu, Fahri menjadi salah satu macan Senayan yang vokal. Wajahnya banyak menghiasi media. Pendapatnya banyak dikutip di mana-mana. Ia pun menjadi politisi yang sangat diperhitungkan, baik kawan maupun lawan. 

Namun, Fahri memang bukan tipe anggota parlemen ala kadarnya. Meski belum begitu menonjol saat berada di Komisi VI, ia masih bisa meninggalkan legacy alias warisan.

Ia sempat menulis buku berjudul: Negara, BUMN dan Kesejahteraan. Buku ini diterbitkan Yayasan Faham Indonesia (YFI), kelanjutan dari yayasan yang didirikan sebelumnya yakni Yayasan Pengembangan Sumber Daya Pemuda (CYFIS).

Di komisi yang membidangi bagian hukum itu, Fahri sering melontarkan pendapat yang kontroversial. Ia misalnya mengkritik KPK sebagai lembaga superbodi dan layak dibubarkan. Ia berkali-kali mengungkapkan ketidakpercayaannya pada lembaga superbodi dalam demokrasi.

Pendapatnya yang berseberangan dengan opini public ini jelas membuat Fahri menjadi common enemy dari kalangan penggiat anti korupsi. Apalagi, sikap kontroversinya itu dilontarkan secara gencar setelah Presiden PKS ditangkap KPK. Juga setelah banyak kawannya di DPR dicokok lembaga yang bermarkas di Kuningan, Jakarta ini.

BACA JUGA: Prabowo, Korban Warisan Citra Pak Harto

Apakah sikap kontroversialnya ini sebagai suara partai atau sikap pribadinya? Sampai sekarang tidak ada yang tahu. Hanya saja, kini Fahri harus menghadapi penyingkiran dirinya dari kepemimpinan PKS.

Ia digusur dari Wakil Ketua DPR RI digantikan politisi perempuan PKS Ledia Hanifa. Jika penggantian ini berhasil, maka Ledia akan menjadi satu-satunya perempuan dalam kepemimpinan DPR sekarang.

Akan tamatkah karir politik Fahri sang petarung ini? Belum tentu. Yang pasti, Fahri terus melawan keputusan partainya. Ia merasa tidak punya salah. Ia juga banyak mendapat dukungan dari mitra-mitranya non PKS di parlemen. Sekjen DPP Golkar Idrus Marham menyebut Fahri sebagai politisi yang militant dan loyal.

Kawan sesama pimpinan DPR dari Gerindra Fadli Zon juga sudah melontarkan tawaran agar Fahri bergabung di partainya. Tapi Fahri masih tetap bertahan. Ia mengancam akan melakukan perlawanan taidak hanya melalui prosedur kepartaian, tapi juga melalui jalur hukum.

Melihat kegigihannya, kayaknya episode pertarungan Fahri dengan Pimpinan tertinggi PKS yang baru masih akan berlangsung lama. Ia menjadi pertahanan terakhir faksi sejahtera di PKS. Karena itu, ia pasti tidak akan sendirian. Di belakangnya berjajar pasukan se faksinya yang juga terus ikut tergusur.

Tapi faksi keadilan yang dipimpin Presiden PKS yang baru Sohibul Imam telah mengurung perlawanan Fahri Hamzah dari segala penjuru. Bahkan, Fahri yang petarung dan lantang itu hanya bisa mengeluh ketika dikeluarkan dari grup whatsapp aktifis partai berkembang dari para aktifis masjid kampus ini.

Sejumlah daerah juga telah mendukung pemecatan Fahri. Seperti koor paduan suara: suaranya sama mendukung keputusan Badan Penegak Disiplin Organisasi yang memecat politisi asal NTB ini dari semua jenjang keanggotaan PKS.

Jadilah Fahri politisi petarung di PKS ini kini semakin terkurung. Terkurung oleh berbagai kepentingan politik yang tidak menghendaki lagi dirinya menjadi sosok penting di partai tersebut. Semua kekuatan telah ‘’mengurung’’nya.

Akhir tragis politisi vokal PKS: Fahri yang dulu petarung, Hamzah kini terkurung. (twiter: arifafandi05)

Baca juga Berita-berita lainnya di CoWasJP.com. Klik Di Sini

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda