Duka Mantan
Saya tahu disakiti adalah suatu keberuntungan.
Selengkapnya
Rumah petani. Di pedalaman. Naik kereta 14 jam dari Beijing.
SelengkapnyaTidak ada yang tidak mungkin. Asal mau, pasti bisa.
SelengkapnyaSaat itu, di lantai 2 kampus itu, dipakai untuk Fakultas Tarbiyah. Ada satu mahasiswi di lantai 2 itu: Rosidah. Kenal. Lengket di hati. Rosidah itulah yang kini jadi istrinya.
Selengkapnya''Kenapa nama Anda Eighty?'' tanya saya. Tidak ada sedikit pun tanda-tanda Indo di wajahnyi.
SelengkapnyaLima tahun lalu saya naik kereta jenis ini. Dari Xinjiang. Ke Ganshu. Gerbongnya juga berkamar-kamar. Tidur sepanjang hari. Sepanjang malam.
SelengkapnyaGuyonan warga +62 katanya perlu pendingin atau AC di jalan raya karena matahari jumlahnya ada 3.
SelengkapnyaTapi itu bukan luka politik. Sembuhnya cepat. Apalagi pakai obat. Bahkan luka di bibir saya pun ikut sembuh: kena gigit.
SelengkapnyaDulu, ketika masih ada penerbangan Nanhang (China Southern) Surabaya-Guangzhou, saya selalu pilih itu: Surabaya-Guangzhou-Tianjin. Berangkat pagi, tiba sore.
SelengkapnyaBaraclude harus diminum setiap hari. Pada jam yang sama.
Selengkapnya