Sidoarjo Terkaya Ketiga, Mengapa Kantor Bupati Tidak Layak?

Kantor Bupati Sidoarjo yang sejak tahun 2000 belum direnovasi. (FOTO: Moch. Makruf)

COWASJP.COMKABUPATEN Sidoarjo ternyata memiliki APBD tertinggi nomor 3 dan rasio PAD tertinggi nomor 2 di antara 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Namun, mengapa kemajuan pembangunan Sidoarjo masih kalah dengan Kota Surabaya, Kabupaten Malang, dan bahkan dengan Kota Batu? 

Dikutip dari www.thejatim.com, rasio PAD tertinggi pertama, Surabaya. Kota Surabaya memiliki rasio PAD tertinggi di antara daerah lainnya, yaitu sebesar 62 persen. PAD Surabaya pada tahun 2023 mencapai Rp6.595,91 miliar, yang menjadi kontribusi penting bagi APBD 2023 kota tersebut.

Kedua, Kabupaten Sidoarjo memiliki rasio PAD sebesar 41 persen, dengan jumlah PAD sebesar Rp1.935,04 miliar. Baik nominal atau rasio PAD Sidoarjo masih  lebih rendah dibandingkan dengan Surabaya.

Jumlah PAD yang cukup signifikan untuk Kabupaten Sidoarjo seyogyanya bisa mempermudah pemerintah merealisasikan pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik berbasis digital.

Ketiga, Kabupaten Gresik memiliki rasio PAD yang hampir sama dengan Sidoarjo, yaitu sebesar 42 persen. Namun, jumlah PAD Gresik pada tahun 2023 sebesar Rp1.610,93 miliar, yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan PAD Sidoarjo.

Keempat, Kota Malang memiliki rasio PAD sebesar 46 persen, dengan jumlah PAD sebesar Rp1.179,18 miliar. 

Perlu mendapat perhatian, meski PAD Kota Malang relatif kecil dibanding tiga daerah di atas, namun rasionya lebih tinggi dari pada Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo yang masing-masing 42 persen dan 41 persen. Hal ini menunjukkan APBD Kota Malang lebih sehat dari dua daerah tersebut.

Itu karena, rasio PAD menggambarkan seberapa besar kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah. Semakin tinggi rasio PAD, semakin besar pula kontribusinya terhadap APBD daerah.

APBD SIDOARJO TERBESAR KETIGA: RP5,21 TRILIUN

Terkait APBD sendiri, Kota Surabaya menempati posisi teratas dalam daftar 10 besar APBD 2023 di Jawa Timur, dengan APBD sebesar Rp11,305 triliun rupiah. 

Kabupaten Bojonegoro menempati posisi kedua dengan APBD sebesar Rp6,974 triliun rupiah. Cukup jauh dari posisi pertama, namun membanggakan sebagai daerah dengan tingkat industri ekonomi menengah.

Menempati ranking ketiga daerah terkaya di Jawa Timur adalah Kabupaten Sidoarjo. Total APBD-nya sebesar Rp5,211 triliun rupiah.  

Ranking keempat  Kabupaten Malang dengan APBD sebesar Rp4,740 miliar rupiah. 

Kabupaten Jember menempati posisi kelima dengan APBD sebesar Rp4,223 triliun rupiah, yang menunjukkan adanya perkembangan yang positif dalam pembangunan daerah. 

Kabupaten Gresik menempati posisi keenam dengan APBD sebesar Rp4,086 triliun, yang menunjukkan adanya kemajuan dalam perekonomian daerah.

KANTOR LAMA ITU SUDAH 24 TAHUN

Sidoarjo kalah di bidang apa? Di antaranya ternyata sampai saat ini Sidoarjo belum memiliki Kantor Bupati yang representatif. Kantor bupati atau pemkab yang ada (pojok barat traffic light alun-alun Sidoarjo) sudah tidak layak.

Ketika penulis ngepos sebagai wartawan Jawa Pos biro Sidoarjo antara 1998-2000, kantor pemkab lama itu sudah ada. Saat itu, Bupati Sidoarjo adalah Kol (Inf) H Soedjito. Dia merupakan bupati ke-9 Sidoarjo--yang masa pemerintahannya berakhir pada 2000.

Penulis heran mengapa Sidoarjo yang merupakan daerah terkaya nomor 3 di Jawa Timur belum melakukan renovasi atau pembangunan gedung pemkab baru? 

makruf1.jpgBandingkan dengan Kantor Wali Kota Batu. (FOTO: istimewa)

Apakah penyakit korupsi para pejabatnya masih kental? Karena setelah era Soedjito, entah kenapa kepala daerah Sidoarjo selalu terjerat korupsi. Di kota udang ini, pernah juga korupsi berjamaah melibatkan 38 anggota DPRD Sidoarjo masa bakti 1999-2004. Yang terbaru,  Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali yang menjabat sejak Februari 2021, sudah diincar KPK karena diduga melakukan pemotongan insentif ASN.

Penulis yang warga Sidoarjo berharap  memiliki kepala daerah  yang bersih. Bupati cukup menerima gaji dan tunjangan jabatan saja. Tidak neko-neko. Menolak fee proyek atau gratifikasi dalam bentuk apa pun. Selanjutnya, fokus pada pembangunan dan pengembangan Sidoarjo. Inovatif, fokus menyelenggarakan pemerintahan efektif (tanpa birokrasi mbulet) dan bagaimana mengurangi aksi korupsi di jajarannya.

INOVASI KALAH

Terus terang, terkait inovasi pembangunan, Sidoarjo kalah dibanding tetangganya Surabaya.  Surabaya sebentar lagi akan melakukan program parkir e-money  di seluruh wilayahnya.  Sebelumnya sudah ada, yakni parkir e-money di Taman Bungkul. Di situ, petugas parkir berseragam dan Anda bisa bayar e-money untuk parkir. 

Bagaimana Sidoarjo?  Di alun-alun Sidoarjo seharusnya diberi percontohan parkir e-money. Tapi pusat kota Sidoarjo itu ya masih klasik. Parkirnya manual dikelola orang-orang pakai baju preman. Parkir borongan kali. 

Sidoarjo bisa jadi tidak akan memperlakukan parkir e-money. Lebih suka parkir borongan. 

Di Surabaya, ada Feeder.  Transportasi umum atau angkot yang diperbarui ber-AC dan full music. Harusnya Sidoarjo bisa menirunya. Sidoarjo kalah dengan Solo yang sudah ada Feeder -- yang diduga meniru Surabaya. Sidoarjo tetangga Surabaya malah mengabaikannya.

Terminal Jayabaya pun dibangun dengan konsep ramah lingkungan. Tidak ada air yang terbuang, karena sisa air di antaranya dipergunakan lagi untuk penyiraman tanaman.

Surabaya juga punya bus Trans Surabaya. Sidoarjo harusnya lebih berinovasi. Misalnya memunculkan bus hop on hop off, jenis bus double deck yang deck kedua terbuka untuk pariwisata. Bus tersebut melintasi tempat-tempat rekreasi atau trans Sidoarjo yang melintasi kota-kota kecamatan terpencil di Sidoarjo. Warga kini hanya menikmati bus Trans Jatim.

BANYUWANGI MODERN

Yang modern seperti yang diterapkan di Banyuwangi. Menyediakan free hot spot internet di tempat-tempat publik. Malahan pemkab Banyuwangi menggelar lomba mempromosikan objek-objek wisata ke dunia kepada kaum millenial dan gen Z dengan free hot spot tersebut.

Di Sidoarjo ada program betonisasi jalan-jalan kecamatan. Penulis juga tidak tahu mengapa fokus pada betonisasi. Tentu ada tender bila pengerjaan di atas Rp 200 juta. Atau penunjukan langsung bila proyek di bawah Rp 200 jt. 

Anehnya, justru pembangunan kantor bupati sudah dianggarkan, tapi belum dimulai. 

Menurut penulis, daripada membangun betonisasi di kampung-kampung lebih baik fokus menyelesaikan keruwetan Jalan A Yani. Yakni perempatan Gedangan dan Sruni  yang sampai viral--macetnya di medsos. 

Harusnya Sidoarjo mencari pendanaan mandiri, bisa melalui APBD atau pun urunan para pengusaha di Sidoarjo  untuk membangun underpass atau fly over di perempatan Gedangan dan Sruni tersebut. 

makruf1.jpg3.jpgKantor Pemkab Malang. (FOTO: istimewa)

Contoh mantan Walikota Surabaya Bu Risma meminta urunan para pengusaha Surabaya untuk membangun underpass di HR Mohamad. Mengapa Bupati Sidoarjo tidak bisa? Ada banyak perusahaan besar di Sidoarjo. 

Sidoarjo juga harus fokus kelola sampahnya sendiri.  Anggarkan incinerator atau pembakar sampah atau  inovasi memanfaatkan  panas pembakaran sampah untuk pembangkit listrik. Dengan fokus ke sampah, bisa jadi demo pekerja sampah tidak terjadi.

Yang menarik, Sidoarjo pernah  melabeli dirinya dengan kota literasi. Literasi itu terkait budaya, Budaya itu terkait keseharian atau kebiasaaan. Menciptakan keseharian itu sangat sulit. Tidak bisa diciptakan bim sala bim semalam selesai.

Jadi bila dikaitkan literasi, budaya literasi adalah tingkat baca warganya dan publikasi Sidoarjo tinggi.  Bagaimana mengukurnya —bisa survei tapi bisa direkonstruksi juga.  Ya.. alat ukur yang real —di kawasan alun-alun kota banyak ditemui bangku-bangku dengan orang-orang duduk membaca. Ketika menunggu antrian, banyak warga baca buku.

Tapi untuk bisa memperoleh label kota literasi ambil  jalan pintas. Anak-anak sekolah dikumpulkan diminta baca koran dan datangkan pencatat rekor —jadi deh kota literasi. Ini fake literation culture. Penulis tidak tahu mengapa Sidoarjo suka label-label fantastis, tapi tidak mencerminkan kota sesungguhnya.

KORUPSI TERUS MEMBAYANGI
 
Penulis terkejut ketika membaca berita OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK di BPPD Sidoarjo pada 26 Januari 2024. KPK sudah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo nonaktif, SW, sebagai tersangka.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan SW diduga melakukan pemotongan insentif pada 2023. Dia membeberkan total uang yang dipotong dari para ASN BPPD tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. 

Insentif itu seharusnya didapatkan oleh para pegawai BPPD Sidoarjo atas perolehan pajak Rp 1,3 triliun yang dikumpulkan selama tahun 2023. Namun SW diduga memotong duit itu sebesar 10-30 persen. Uang diduga diserahkan secara tunai. 

Dalam OTT pada Kamis (25/1/2024), KPK mengamankan duit Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkannya dengan memotong insentif ASN.

Kasihan SW diduga akan menjadi kambing hitam. Padahal dia hanya bawahan --yang hanya melaksanakan tugas berdasarkan perintah atasan. Dari hasil pemeriksaannya, potongan itu untuk Kepala BPPD, Ari Suryono dan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali. 

Namun saat diperiksa KPK di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada 16 Februari 2024, Ahmad Muhdlor Ali membantah tidak menerima uang  sepeser pun dari hasil pemotongan insentif gaji tersebut. 

Pada Senin, 19 Februari 2024, KPK kali kedua  memeriksa Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono  sebagai saksi. Ari didalami KPK terkait dugaan pemotongan dan penggunaan uang di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.

makruf2.jpgKantor Pemkab Gresik. (FOTO: istimewa)

"Ari Suryono (Kepala BPPD Sidoarjo), saksi hadir dan kembali dilakukan konfirmasi dan pendalaman lebih lanjut antara lain kaitan dugaan rincian penggunaan dana insentif dari para pegawai BPPD Pemkab Sidoarjo untuk kebutuhan Bupati Sidoarjo," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri seperti dikutip dari detik.com. 

KPK mendalami dugaan penggunaan dana insentif pegawai BPPD untuk kebutuhan Bupati Sidoarjo.

Berbicara soal korupsi, akar masalah atau penggodanya adalah rakus kepemilikan uang dan ini merujuk pada moral. Uang bisa menjadi setan dan malaikat. Tidak mengenal background Anda, semuanya kembali ke diri pribadi masing-masing. Kuat menahan godaan uang atau tidak. Kejahatan dilakukan karena ada niat (termasuk perencanaan) dan kesempatan. Kesempatan menjadi penjabat dan ada niat berbuat korupsi.

Penulis juga tidak tahu mengapa pembangunan gedung kantor bupati baru mundur terus. Tarik ulur. Entah apa yang ditarik-tarik atau apa yang diulur-ulur. Yang jelas,  pembangunan kantor bupati  sebenarnya sudah dianggarkan. Pembangunannya 8 lantai dengan anggaran Rp1 triliun dimulai pada 2021. Namun, rencana itu belum direalisasikan.

Ya karena Sidoarjo akan terus dibayangi penyakit korupsi. Tidak penting membangun gedung bupati Sidoarjo baru --yang penting memperkaya diri sendiri. Sehingga meski Sidoarjo punya prestasi gemilang, tapi penyakit korupsi terus membayangi, ya percuma saja.

Penulis  mengapresiasi pada pencapaian Pemkot Batu. Meski, mantan wali kota sebelumnya terjerat korupsi, namun komitmen untuk membangun kantor pemkab baru Among Tani terus dilanjutkan sampai akhirnya bisa diresmikan. 

Penulis berharap Sidoarjo akan terus berbenah. Tulisan ini tidak bermaksud menjelekkan, namun sebagai koreksi terhadap perkembangan Sidoarjo selama ini yang selalu saja dibayangi dengan korupsi. Warga semua berharap Sidoarjo bersih, inovasi unggul dan pembangunannya lancar. (*)

*Penulis adalah Wartawan Utama PWI-Dewan Pers.

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda