KPK pun Kewalahan di Korupsi Hakim

Hakim Yustisial Mahkamah Agung, Edy Wibowo, apakah akan dibebaskan seperti terdakwa kasus korupsi Hakim Agung Gazalba Saleh? (FOTO: detik.com)

COWASJP.COMIni problem penting Indonesia. Pihak KPK memohon masyarakat memantau sidang korupsi terdakwa Hakim Yustisial Mahkamah Agung (MA), Edy Wibowo di Pengadilan Tipikor Bandung. Karena sidang vonis mestinya Senin (18/9) diundur sepekan. Alasan hakim belum siap.

***

PERMOHONAN KPK ke publik itu disampaikan Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 19 September 2023. Dikatakan begini:

"Dari penundaan persidangan oleh majelis hakim dalam ruang sidang yang terbuka untuk umum, disampaikan salah satu alasannya karena hakim belum siap dengan beberapa uraian pertimbangan putusan." 

Dilanjut: "Dukungan dan pengawalan publik untuk memantau langsung pembacaan putusan perkara ini, sangat diperlukan dan kami harapkan.”

Permohonan Kabag pemberitaan KPK itu bukan tanpa alasan. Terdengar aneh, kalau tanpa alasan. Mana mungkin, sidang terbuka untuk umum bakal dilakukan sembunyi-sembunyi? Tidak mungkin. Mana mungkin, rakyat yang datang berbondong melihat jalannya sidang bisa mempengaruhi putusan majelis hakim? Mustahil. 

Tapi, Ali Fikri punya alasan untuk mengajak masyarakat memantau sidang itu. Dikatakan begini:

“KPK mendorong publik untuk memberikan perhatian terhadap sidang tersebut (terdakwa Hakim MA, Edy Wibowo). Terlebih, di kasus serupa, terdakwa korupsi Hakim Agung, Gazalba Saleh sebelumnya telah dijatuhi vonis bebas.”

Ternyata merujuk ke sana. Ada contoh kasusnya. Di Pengadilan Negeri Bandung juga. Belum lama ini.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis bebas kepada Hakim Agung, Gazalba Saleh dalam sidang yang diselenggarakan Selasa, 1 Agustus 2023. Masih belum dua bulan lalu.

Kalau begitu, ya berat. Maksudnya, permohonan Ali kepada publik itu memang kelas berat. Kelas problem yang ia rasa, tidak bisa ditanggung KPK sendirian. Saking beratnya.

Selama persidangan sebelumnya, Edy Wibowo dituntut sembilan tahun empat bulan penjara oleh tim Jaksa KPK.

Ali Fikri: "KPK berharap majelis hakim akan memutus sebagaimana seluruh fakta-fakta hukum yang telah diungkap dengan pasti dan jelas, oleh tim jaksa KPK selama proses persidangan. Termasuk mempertimbangkan seluruh isi analisa yang diuraikan dalam surat tuntutan.”

Apa sih kesalahan terdakwa Edy Wibowo dan siapa ia?

Dikutip dari situs uph.edu, Edy Wibowo yang berdahi lebar itu lulusan Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan Jakarta, tahun 2000,

Edy mengawali karir sebagai Hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya. Selanjutnya di 2015, Edy ditugaskan menjadi Asisten Hakim Agung di Mahkamah Agung RI.

Terakhir, ia menjabat di Mahkamah Agung (MA) sebagai Asisten Koordinator Kamar Pembinaan MA. Kemudian ia ditangkap dan ditahan KPK dengan tuduhan korupsi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Bandung, Senin, 21 Agustus 2023, menjatuhkan tuntutan terhadap Edy Wibowo hukuman selama 9 tahun 4 bulan penjara. 

JPU meyakini dan membuktikan bahwa Edy menerima suap untuk pengurusan 2 perkara yang bergulir di MA. Yakni, ia menerima uang korupsi senilai Rp 500 juta untuk pengurusan kasasi kepailitan RS Sandi Karsa, Makassar, serta korupsi SGD 202 ribu untuk menolak Peninjauan Kembali perkara Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Bunyi tuntutan: "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Edy Wibowo dengan pidana penjara selama 9 tahun dan 4 bulan dan denda sejumlah Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan." 

Edy Wibowo diyakini bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.

Edy Wibowo disebut penghubung ke Hakim Agung, Takdir Rahmadi supaya mengabulkan perkara kasasi dengan nomor 1262K/Pdt.Sus-Pailit/2022 yang diajukan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa, Makassar, serta menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Nomor 43PK/Pdt.Sus-Pailit/2022 Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Jadi, dakwaan dan tuntutan hukum terhadap Edy sudah detil dilengkapi bukti-bukti hukum. Tinggal majelis hakim menjatuhkan vonis. Mestinya vonis dibacakan Senin, 18 September 2023, diundur jadi Senin, 25 September 2023. Alasan hakim belum siap.

Ali Fikri mengkhawatirkan, Edy bakal divonis bebas seperti terdakwa korupsi Hakim Agung Gazalba Saleh.

Seperti diberitakan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas kepada Hakim Agung, Gazalba Saleh dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Sidang vonis itu digelar Selasa, 1 Agustus 2023.

Majelis hakim menilai alat bukti untuk menjerat Gazalba tidak kuat. Putusan bebas untuk Gazalba itu dibacakan Ketua PN Bandung, Yoserizal yang duduk sebagai ketua majelis hakim.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Rahman, kepada wartawan, Selasa, 1 Agustus 2023 mengatakan:  "Ya, betul. Putusannya majelis hakim tadi membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan.”

Harapan Ali Fikri agar masyarakat ikut memantau sidang vonis Edy, memang klop dengan harapan masyarakat agar KPK memberantas korupsi.

Riset yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW), membuktikan bahwa rakyat sangat berharap KPK kuat, Riset ICW dilakukan di lima kota besar Indonesia: Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan Makassar pada 26 Oktober sampai 20 November 2015. Jumlah responden 1.500 orang. Hasil riset diumumkan di Jakarta, 26 November 2015.

Hasilnya, antara lain, keberadaan KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi sangat dibutuhkan masyarakat. Terlihat dari 97,7% responden menyatakan membutuhkan KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Lalu, KPK dibanding dua Aparat Penegak Hukum (APH) lain, Polri dan Kejaksaan, masyarakat lebih mengunggulkan KPK dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat memberi KPK nilai 7,8 (skala 0 -10). Sementara Kejaksaan 5,6 dan Kepolisian 5,3.

Hasil riset ini klop dengan permohonan Ali Fikri di atas.

Tapi, apalah daya masyarakat dalam mengawal perkara korupsi di pengadilan? Apakah dengan masyarakat menonton jalannya sidang vonis Edy di PN Bandung, Senin pekan depan, bakal membuat majelis hakim grogi? Lantas hakim menghukum berat Edy? Mungkinkah bisa begitu?

Maka, dari permohonan Ali Fikri itu merupakan tanda bahwa KPK kurang berdaya memberantas korupsi. Dalam arti, percuma KPK menangkap tersangka korupsi, melakukan penyidikan, menyusun surat dakwaan, menuntut hukuman. Karena, terpenting adalah hasil akhirnya: Vonis. 

Vonis ditentukan hakim. Dalam mengadili hakim juga yang semula menjabat di Mahkamah Agung (posisi lebih tinggi dibanding hakim Pengadilan Negeri).

Nah, kalau KPK kurang berdaya dan masyarakat tak punya daya memberantas korupsi, terus bagaimana masa depan Indonesia? Apakah calon pejabat publik yang kini masih jadi mahasiswa sudah siap-siap korupsi, kelak? (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda