Ginjal Ditawarkan Rp 135 Juta

Digerebek polisi, rumah di Perumahan Villa Mutiara Gading, Bekasi, yang dicurigai sebagai tempat penampungan pendonor organ ginjal manusia. (FOTO: MPI/Jonathan Simanjuntak - sindonews.com)

COWASJP.COMRumah heboh itu dua lantai. Di Perumahan Vila Mutiara Gading, Jalan Piano IX, Bekasi. Diduga menampung orang jual ginjal ke Negara Kamboja. Digerebek polisi, tak ada tanda pembunuhan-penyimpanan ginjal di situ. Tapi enam orang ditahan.

***

AWALNYA, polisi memantau dari Facebook, Donor Ginjal Indonesia. Di situ tertera, orang menawarkan ginjal, harga Rp 135 juta per ginjal. Dari orang yang masih hidup. Seperti diketahui, manusia punya dua ginjal. Diambil satu, masih hidup.

Maka, polisi menyelidiki. Melalui Divisi Siber. Ditemukan titiknya di rumah tersebut. Senin, 18 Juni 2023 pukul 01.00 WIB rumah itu digerebek. Enam orang di rumah itu diamankan ke kantor polisi. Rumah diperiksa teliti.

Kapolres Metro Bekasi, Kombes Twedi Aditya Bennyahdi kepada wartawan, Selasa (19/06) mengatakan:

"Memang benar. Penanganannya dipimpin oleh Polda Metro Jaya. Kami dari Polres Bekasi backup dan masih dilakukan pendalaman sampai saat ini."

Enam orang yang diamankan polisi dimintai keterangan. Mereka tidak mengaku akan menjual ginjal. Polisi terus melakukan penyelidikan.

Rumah itu milik Sudirman, 47. Dikontrakkan. Semula diberi tulisan dikontrakkan, lengkap dengan nomor HP Sudirman. Ia bersama keluarga tinggal tidak jauh dari situ, di dalam komplek perumahan itu juga. 

Awal November 2022 Sudirman di-WA Septian Taher, 30, menyatakan mau mengontrak rumah tersebut. Lalu mereka bertemu. 

Sudirman kepada wartawan mengatakan: “Septian semula mengontrak di seberang rumah kontrakan saya. Katanya, di rumah kontrakan yang lama ia tidak kerasan karena gerah.” Akhirnya, Septian mengontrak rumah milik Sudirman.

Septian ternyata menempati rumah itu bersama lima teman, semuanya pria muda, tinggal di situ.

Sudirman: "Saya sempat tanya, kalian bekerja apa? Dijawab, kami bekerja sebagai proyek. Saya tanya, proyek apa? Proyek bangunan. Itu aja yang kita komunikasikan. Tidak ada hal aneh.”

Urusan berikutnya, pembayaran uang kontrak ditangani isteri Sudirman, Murniati, yang menganjurkan enam penghuni melapor ke Ketua RT setempat. Septian hanya mengangguk.

Semula, Septian memang melapor ke Ketua RT. Tapi Sudirman memantau, penghuni rumah itu terus berganti. Datang dan pergi. Sudirman menganjurkan, KTP semua penghuni harus dikopi diserahkan ke RT. Itu tidak dilakukan.

Sebulan kemudian, Septian menemui Sudirman, mengatakan, ia akan bekerja di Bali. Untuk selanjutnya, rumah dipasrahkan Septian kepada temannya, Akmal yang juga tinggal di situ. 

twedy.jpgKapolres Metro Bekasi, Kombes Twedi Aditya Bennyahdi. (FOTO: kiehara.com - reqnews.com)

Buat Sudirman tak ada masalah. Toh, uang kontrakan sudah dibayar. Ternyata kemudian jadi masalah, setelah pipa air bocor, tagihan air sampai Rp 4 juta. Murniati mendesak agar Akmal membayar tagihan air. Tapi janji Akmal terus meleset.

Sudirman: "Dijanjikan akan dibayar, tapi gak dibayar juga. Setelah didesak isteri saya, akhirnya dijawab Akmal, bahwa ada bos kami yang bertanggung jawab menyelesaikan. Ternyata bos mereka, ya Septian."

Maret 2023 tunggakan tagihan air, dan tagihan bulanan sudah terbayar Septian. Meski Septan tidak tinggal di situ, tapi sering komunikasi telepon dengan Sudirman soal pembayaran tagihan air.

Sudirman: “Tahu-tahu heboh rumah itu digerebek polisi. Saya baru dengar malam digerebek itu. Saya dan anak saya segera lari menuju ke sana. Rumah sudah sepi, kosong. Kondisinya berantakan habis digerebek.” Sudirman dimintai keterangan polisi, esoknya.

Ketua RT, Nuraisyah kepada wartawan, Jumat (23/6) mengatakan, sebelum penggerebekan, polisi memberitahu dia. Kata polisi, diduga rumah itu menampung penjual ginjal. Diceritakan begini:

"Saya kurang tahu kegiatan sehari-hari mereka. Kalau saya dengar cerita dari orang, katanya mereka suka main ke lapangan, suka kasih jajan anak-anak di sekitar. Katanya, mereka juga salat ke masjid.”

Dilanjut: "Berdasarkan data yang dilaporkan, semua penghuni pria usia antara 20 sampai 30. Kalau saya lewat depan rumah itu, saya lihat mereka berada di teras, suka main, pada ngobrol di teras. Cuma itu doang yang saya lihat." 

Tukang antar air galon di situ bernama Khaerudin (31) mengatakan kepada wartawan, ia merasa aneh pada penghuni rumah itu yang selalu berganti-ganti.

Khaerudin: "Saya sempat ngobrol juga, saya tanya, mereka jawab ya mau ke Malaysia kerja proyek bangunan. Tapi orangnya ganti-ganti terus.” 

Dari semua kesaksian itu, ada dua hal. Pertama, para penghuni selalu berganti. Kedua, mereka kompak mengatakan sebagai pekerja proyek bangunan. Kini polisi masih mengusut itu.

Jika dugaan polisi benar, maka mereka menjual ginjal secara illegal. Atau pendonor organ tubuh di pasar gelap. Sebab, pendonor legal terdaftar di rumah sakit. Juga melalui proses berliku.

Dirut RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, C.H. Soejono pernah menjelaskan kepada wartawan proses donor ginjal legal. Prosesnya tidak gampang.

Soejono: “Awalnya, tim advokasi transplantasi ginjal di RSCM melakukan penyaringan. Calon pendonor masuk dalam kamar/ruangan bersama dokter psikiatri forensik melakukan wawancara.”

Dokter psikiatri melakukan wawancara eksplorasi, identifikasi. Tentang kedewasaan calon pendonor. Tekait intelektual. Apakah ia sadar konsekuensi jika ginjal diambil satu? Apakah ikhlas? Atau ada unsur paksaan? Atau ada unsur jual-beli?

Soejono: “Wawancara itu hanya bisa dilakukan oleh profesional psikiatri forensik. Itu memang harus dilakukan. Apa yang ditanya itu memang bagian dari profesionalisme. Prosedur dilakukan dengan bagus. Kemudian juga harus diketahui fungsi eksekutif dari bakal calon pendonor itu. Apa dia punya kemampuan analisis terhadap apa yang sebenarnya dia ambil keputusan bagi dirinya itu.”

Setelah calon pendonor lolos di tahap wawancara, kemudian diperiksa kesehatan. Terutama kesehatan ginjal. Calon pendonor harus dalam kondisi sehat. Juga berusia di bawah 70 tahun.

Setelah tahap pemeriksaan fisik lolos, barulah dilakukan pencocokan antara pendonor dengan penerima donor. Menyangkut golongan darah. Tingkat kecocokan dengan calon penerima donor. 

Setelah tahap ini lolos, kemudian dilakukan pembedahan pada pendonor, juga penerima donor. Biaya operasi itu di RSCM Rp 300 juta.

Setelah itu ada perawatan pasca operasi, pendonor dan penerima donor. Di RSCM sejak 2009 sudah ada 200 kali operasi transplantasi ginjal.

Tapi, pasien yang harus ganti ginjal, kebanyakan sulit menemukan pendonor. Selain jumlah pendonor sedikit, juga ginjalnya harus cocok dengan calon penerima. Sehingga pasien mati, sebelum dapat pendonor.

Dikutip dari Global Financial Integrity, 2017, pada 2014 ada 4.761 pasien gagal ginjal di Amerika Serikat yang meninggal saat menunggu transplantasi ginjal. Karena kurangnya pendonor.

Akibatnya banyak beredar pendonor ginjal di pasar gelap. Artinya, pendonor menjual ginjal. Bukan melalui proses legal seperti di RSCM.

Harga pasaran ginjal manusia  USD 50.000 (Rp 751 juta) – USD 120.000 (Rp 1,8 miliar) per ginjal. Dan, banyak beredar. Di sana beredar 7.995 ginjal manusia dijual per tahun.

Di pasar gelap juga ada ginjal kualitas terbaik. Hasil seleksi ahli ginjal. Harganya USD 1 juta (sekitar Rp 15 miliar). Ginjal terbaik kelas dua sekitar USD 557.000 (sekitar Rp 8,37 miliar).

Maka, dugaan Polri bahwa ginjal yang diduga dijual kelompok orang di Bekasi seharga Rp 135 juta, tergolong murah. Meskipun sudah dipotong biaya operasi transplantasi Rp 300 juta.

Tapi, laporan dari AS itu kan untuk perdagangan ginjal gelap di negara maju seperti AS. Sedangkan, dugaan perdagangan ginjal di Bekasi akan dijual di negara miskin Kamboja. 

Satu hal, yang menarik dari kasus Bekasi. Orang hidup normal tidak mungkin menjual ginjal. Normal, secara psikologis dan pemenuhan kebutuhan hidup paling dasar: Makan.

Penjual ginjal pasti terkait urusan perut. Bukan karena letak ginjal di perut. Bukan. Melainkan perut mereka lapar. Dalam Bahasa Jawa berbunyi: “Urusan weteng, moto dadi peteng”. (Urusan perut lapar, jadi gelap mata).

Kalau begitu, tanggung jawab siapa? (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda