Jurnalistik Asyik di SMPN 5 Madiun

Melatih jurnalistik di SMPN 5 Madiun. (FOTO: Dok. Santoso)

COWASJP.COMSudah gatal rasanya tidak menularkan ilmu jurnlistik di sekolah-sekolah. Hampir 3 tahun sejak pandemi harus off. Setelah pembelajaran 100 persen tatap muka,  mulai Rabu 31/8/2022 sudah mulai lagi. Kali ini di SMPN 5 Madiun. Berikut catatan  Santoso, wartawan senior di Madiun.

***

SENANGNYA bertemu dengan siswa yang smart-smart. Bisa beraktivitas kembali. Tak peduli sebagai penyintas stroke yang jalan masih timik-timik (perlahan-lahan). Dan di lokasi yang belum dikenal pakai tongkat. Biar lebih aman.

Saya kurang paham, mengapa yang memilih ekskul jurnalistik rata-rata siswa yang smart. Saya amati sejak lama. Sejak beberapa tahun sebelum pandemi. Seperti saat mengajar ekskul jurnalistik di SDN 01 Manguharjo, SDN 03 Nambangan Kidul, SDN Sogaten, SDN  04 Madiun Lor (Galang), SDN Guntur, SDN Indrakila, SMPN 12. Mereka rata-rata siswa yang cerdas. Mereka dengan cepat menangkap apa yang diajarkan. 

Seperti saat mereka membukukan karya jurnalistik. SDN 01 Manguharjo dengan ‘’Pernak-Pernik Kehidupan’’ dan SMPN 12, dengan judul ‘’Ceritamu, Ceritaku, Cerita Kita. Hebatnya, setiap kelas dari jenjang kelas 7 sampai 9, kelas A sampai F, masing-masing membukukan 1 karya jurnalistik..

Padahal  di SMPN 12 Madiun hanya pertemuan sekali dan  pelatihan dan beberapa kali pendalaman, sudah bisa menerbitkan buku 

Di sekolah itu saya ajarkan jurus yang saya ciptakan. Yakni Seven-D, ditulis sendiri, diedit sendiri, di-layout sendiri, digrafis sendiri, dicetak sendiri, dijilid sendiri. Hanya satu yang tidak saya ajarkan, yaitu dijual sendiri. Padahal saya baru sebulan terkena stroke. Jadi mengajar sambil duduk di kursi roda.

Karena itulah kepala sekolahnya, waktu itu Pak Daru Wigyantoro  minta agar diterbitkan buletin mingguan. Saya sebenarnya siap, 700 siswa dengan puluhan guru merupakan bank naskah yang tak akan pernah habis dieksplorasi. Meski setiap minggu sekali pun. Selama support system-nya memadai. 

Sayang pandemi membuyarkan rencana itu, dan pak Daru sudah tidak memimpin sekolah itu lagi. 

Memang harus diakui bahwa hasil tulisan  masih belum sempurna. Maklum, masih di Pendidikan Dasar. Namun untuk Pulahta (Pengumpulan dan Pengolahan Data) tak bisa dipandang sebelah mata. Hasil wawancara dan deskripsinya begitu ciamik. Tinggal menstrukturkan penulisan.

Dan ketika saya merencanakan akan membukukan semua karya siswa jurnalistik setiap akhir semester, mereka pun menyambut dengan antusias. Sebab akan menjadikan kenangan tersendiri bagi mereka.

Seperti kita pahami bahwa menullis itu merupakan rangkaian panjang. Dari huruf dirangkai menjadi suku kata, suku kata dirangkai menjadi sebuah kata. Berlanjut kata dirangkum menjadi kalimat. Kalimat dirangkum lagi menjadi sebuah tulisan utuh.  Termasuk menjadi karya sastra maupun karya jurnalistik.

Dengan pola pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan santuy.... membuat siswa semakin bersemangat. Hingga sudah biasa kalau molor dari jadwal. Gak apa, yang penting siswa senang dan mengikuti pelajaran dengan enjoy.  

santoso-buku.jpgBuku karya jurnalistik siswa SDN 01 Manguharjo berjudul ‘’Warna-Warni Kehidupan’’. (FOTO: Santoso)

Ibaratnya ‘’Klungsu melu udhu’’ di bidang literasi.  Mengingat di bidang literasi, Indonesia termasuk negara 10 besar paling jeblok. Hasil  survey PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018, Indonesia di urutan 71 dari 77 negara di dunia. 

Untuk itu, membaca dan menulis, itulah yang saya beri porsi utama dalam ekskul ini. Selain tentu public speaking.

Jurnalistik, yang terkait dengan lmu komunikasi sebenarnya sedikit banyak juga mewarnai dalam kehidupan kita. Apalagi dalam kehidupan profesi. Karena semua profesi membutuhkan komunikasi, apalagi yang berhubungan dengan massa. Istilah kerennya public speaking. 

Maka dulu saya mengaitkan jurnalistik dengan pelatihan teater. Ini teater jurnalistik, bukan disiapkan untuk lomba. Lebih ke bagaimana siswa mampu tampil di depan umum, berdialog dan menghapal naskah.

MENSTRUKTURKAN PIKIRAN

INI kisah mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. sekaligus suhu jurnalistik. Menjadi seorang penulis (wartawan) tidak sulit. Seseorang perlu terus berlatih dan berlatih seperti menaiki sepeda. Maka lambat laun akan bisa dan terbiasa. Untuk menghasilkan sebuah tulisan yang bagus. 

santoso-buku.jpg1.jpgKarya siswa SMPN 12, ‘’Ceritamu, Ceritaku, Cerita Kita’’. (FOTO: Santoso)

Seseorang harus terus menulis tanpa menunggu tulisan bagus atau jelek. "Menulis saja terus, jangan berhenti mencoba nanti setelah terbiasa akan bagus dengan sendirinya," katanya 

Kali pertama menulis tentang pondok pesantren milik keluarganya. Waktu itu Pak Dahlan  sangat bangga dengan tulisannya karena sempat diterbitkan di media lokal di kampungnya. "Dulu saya bangganya bukan main, saya rasa tulisan saya bagus. Tapi, setelah sekarang saya baca ulang saya jadi malu," katanya.

Dahlan menyebutkan, ada banyak kelebihan yang dimiliki oleh seorang penulis (wartawan). Penulis membiasakan diri menstrukturkan cara menulisnya. "Cara berpikir penulis itu tertib, karena harus menulis sesuatu dan dituangkan dalam tulisan. Jika anda menulis ini membantu berpikir secara terstruktur, karena menulis menstrukturkan cara berpikir." (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda