Laporan dari Swiss (40)

Masuk Italia Tanpa Tes PCR dan Tanpa Sertifikat Vaksin Covid-19

Penulis di halaman depan Duomo Milan. (FOTO: Fariz Hidayat)

COWASJP.COM – Switzerland merupakan negara yang dikelilingi oleh 3 negara besar, yaitu Prancis, Jerman, dan Italia. Oleh karena itu Swiss memiliki bahasa sehari-hari yang berbeda. 

Geneva dan Lausanne (area barat) memakai Bahasa Prancis. 

Bern, Zurich, Basel, Luzern (area tengah, timur dan utara) memakai Bahasa Jerman. 

Lugano dan Bellinzona (area selatan) memakai Bahasa Italia. 

Serta ada sebagian kecil memakai Bahasa Romansh (area tenggara).

BACA JUGA: Presiden Arema ke Zermatt, Kami ke Sana Sebelumnya

Beberapa waktu lalu sudah pernah melewati Jerman saat mengunjungi Rhinefalls pada akhir musim panas.  Saat kasus Covid belum meningkat lagi, kami sudah pergi liburan ke Paris – Prancis hanya berbekal sertifikat Covid pass tanpa tes PCR. 

SAATNYA KE ITALIA

Sekarang saatnya menuju Italia, ingin mencicipi pasta dan pizza khas Italia, hehe. Sebenarnya ingin mengelilingi seluruh negara di Eropa ya, namun apa daya si emak tidak sanggup kalau melihat uang tabungan terkuras habis.

milan-ok1.jpgDoubleZ (Zirco dan Zygmund) di halaman Duomo Milan - Italia. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Liburan kali ini (di Italia) lebih singkat dari di Paris. Kalau di Paris kami menghabiskan waktu 4 hari 3 malam. Di Italia kami cuma berencana 3 hari 2 malam. Supaya lebih seru nanti ceritanya bersambung ya kawan. 

Seperti biasa liburan kami selalu dalam kondisi serba dadakan. Beli tiket kereta dan hotel serba mepet. Kami berangkat tanggal 19 Maret 2022, tapi baru beli tiket 2 hari sebelum keberangkatan. Kami berencana menginap di Milan dan mengunjungi Roma. 

Kami berangkat pagi hari sekali, kereta dijadwalkan berangkat dari Lausanne Gare pukul 06.50 CET (Central European Time) dari Platform 3. Saat itu waktu belum berganti menuju CEST (Central European Summer Time). Baca Laporan dari Swiss (38) di CowasJP.com atau Koran Malang Posco Media Edisi 4 April 2022. 

Kami tidak boleh terlambat karena tiket hanya digunakan 1x perjalanan, bukan merupakan tiket daypass atau saver daypass yang bebas digunakan seharian. Waktu tempuh dari Lausanne ke Milano Centrale (Stasiun Milan) hampir 4 jam. Hampir sama dengan perjalanan ke Paris Gare de Lyon. 

Selama 1,5 jam pertama kami menempuh perjalanan dari Lausanne ke Brig. Brig adalah daerah perbatasan Swiss dengan Italia. Kita harus bergegas ganti kereta dari Brig ke Milano Centrale. Perjalanan ditempuh selama 2 jam. Kita memiliki waktu transit cukup lama sekitar 10 menit. 

Sebenarnya ada kereta direct tanpa transit, namun kala itu kami tidak menemukan jadwalnya. Waktu tempuh selisih 30 menit lebih cepat. 

TANPA TES PCR, TANPA SERTIFIKAT VAKSIN

Meskipun tanpa tes PCR namun pemeriksaan di kereta juga ketat. Tiket kereta api, surat ijin masuk Italy, passport, dan ID card residence Swiss diperiksa semua, 

Justru sertifikat (Vaksin) Covid tidak ditanyakan. Untuk tiket kereta sudah kami print supaya lebih mempermudah saat menunjukkan. Hati lebih tenang karena kadang-kadang kalau ditunjukkan lewat HP barcode tiket tidak terbaca.  

Harga tiket dari Lausanne – Brig sebesar 27,5 CHF = Rp426.250 per orang, serta sebaliknya 21,5 CHF = Rp333.250. 1 CHF = Rp. 15.500. Beda harga untuk beda hari dan waktu pemesanan. Tempat duduk boleh bebas pilih di mana saja.  

Untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun tiket masih free. Sedangkan untuk tiket Brig – Milano Centrale seharga 37 CHF = Rp573.500 untuk dewasa dan 22 CHF = Rp341.000 untuk anak-anak. Zygmund yang masih berusia 1,5 tahun sudah wajib bayar. 

milan1.jpgMampir dulu di Mall Galleria dengan desain khas Eropa. (FOTO: Fariz Hidayat)

Tempat duduk juga sudah ditentukan saat pembelian tiket. Total biaya tiket yang harus kami keluarkan sebesar 334 CHF = Rp5.177.000. Ini hanya tiket sampai di Milan saja ya moms, untuk tiket ke Roma beda lagi. 

Alhamdulillah selama di kereta DoubleZ sudah tidak pernah rewel. Mereka sudah terbiasa naik kereta dengan waktu tempuh paling lama 5 jam. Amunisi cemilan maupun nasi jangan sampai tertinggal. Karena mereka berdua bisa sewaktu-waktu minta makan nasi atau bahkan cuma nyemil saja. 

Pemandangan di luar kereta saat memasuki wilayah Italia pun langsung berbeda drastis. Zirco langsung bisa berkomentar bahwa Italia sudah seperti kota padat, hutan-hutan kecil dan tanah lapang yang tidak begitu terawat. 

Berbeda dengan di Swiss yang pemandangan hijau terbentang luas, gunung-gunung indah yang berselimut salju, serta hewan perternakan di ladang luas yang terawat. 

Setelah tiba di Milan, kita langsung check-in ke Hotel. Kami menginap di Hotel HeMi Suites. Karena tidak ingin bawa koper besar ke mana-mana. Pertama kali menginjakkan kaki di Milan berasa kotanya bagus, rapi, dan informatif. Lebih baik dari Paris, menurut kami sekeluarga ya. 

Transportasi metro dari stasiun ke hotel juga cukup mudah, tersedia lift untuk akses kereta bayi karena metro terletak di bawah tanah. Sehingga memudahkan kami yang bawa koper dan stroller. Tanda petunjuk arah dan lokasi lift juga terpampang jelas. Tidak separah Paris yang luar biasa menguras energi karena harus melalui puluhan anak tangga untuk akses keluar ke jalan utama.

milan2.jpgIce cream Gelato super yummy. (FOTO: Fariz Hidayat)

Setelah istirahat sejenak, kami langsung menuju Duomo Milan – Cathedral ikonik di Milan. Tidak beli tiket untuk masuk karena cukup pricey sekitar 20 Euro per orang. 1 Euro = Rp. 15.600. Euro dan CHF selisih sedikit. Kami menikmati pemandangan ramai wisatawan dari luar Duomo, DoubleZ happy sekali bisa berlarian di Duomo Square sambil mengejar burung. 

Liburan kali ini sangat santai tidak terlalu banyak destinasi yang ingin dikunjungi. Suasana kota Milan terlihat santai dan kids friendly. So far, kami menikmatinya. Meskipun tetap hati-hati dengan barang bawaan karena ini kota wisata yang memungkinkan banyak copet.

Lanjut mengisi perut dengan ice cream gelato legendaris yaitu Cioccolatitaliani. Rekomendasi dari teman di Indonesia yang love banget dengan Italia, namanya Mbak Ivo. Dan benar sekali antriannya super panjang, kami rela mengantri demi penasaran. Padahal suhu kala itu masih 11-12 derajat celcius yang mana masih bisa dibilang dingin. Rasa ice cream nya enak, tidak terlalu manis. Harganya dibrandol antara 2 – 6 Euro tergantung jumlah scoop. 

Tapi pelayanan cukup lama sehingga antrian benar-benar mengular. 

Masih di sekitar Duomo, kami mengunjungi Galleria Vittorio Emanuele II. Ini merupakan mall kecil yang berisi tenant brand-brand terkenal seperti Prada, Gucci, Louis Vuitton, dll. 

mila3.jpgSuhu masih dingin, tetap semangat antri ice cream. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Di sini beli apa? Jelas tidak beli apa-apa moms. Cuma window shopping saja, hehe. Mall dengan desain klasik khas ala Eropa juga menyediakan restoran western. Kami juga bisa menjumpai McD di sini. Baik fast-food restaurant atau western restaurant semuanya ramai pengunjung. 

Sudah malam waktunya kembali ke hotel untuk istirahat. Karena besok berencana berangkat pagi ke Roma naik kereta. Tapi ternyata oh ternyata, seluruh tiket Roma – Milan sudah sold out. Sedangkan Milan – Roma masih tersedia. Artinya kita bisa berangkat tapi tidak bisa pulang. Hampir seluruh tujuan ke kota turis lainnya juga begitu Florence, Venezia, Napoli, Verona sudah tidak ada tiket. 

Akhirnya kami putuskan untuk menikmati full kota Milan – Italia saja. Nantikan kelanjutan pertualangan kami di Kota Mode Dunia bersama DoubleZ.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda