Kontroversi Yaqut

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (FOTO: radarkudus.jawapos.com)

COWASJP.COMNKRI HARGA MATI. Begitu kata mereka. Tapi ketika banyak yang berkoar seperti itu, beberapa orang dan tokoh tertentu justru muncul sebagai pemecah belah bangsa dalam sikap dan tindakannya. Terakhir, hal itu diperlihatkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Yang jadi trending topic terutama di media twitter beberapa hari terakhir. 

Karena pernyataannya: “Kementerian Agama itu hadiah khusus dari negara untuk NU. Bukan umat Islam, tapi untuk NU secara spesifik.” Inilah kontroversi Yaqut. Setelah sejumlah kontroversial lain yang pernah dia lakukan sebelumnya. 

Beberapa hari lalu, saya menulis di CowasJP, menyambut perayaan Maulid Nabi 12 Rabiul Awal 1443H, yang jatuh pada 19 Oktober 2024. Judulnya: “Jadikanlah Maulid Nabi Momentum untuk Bersatu”. Tentu saja, hal itu saya kemukakan karena melihat persatuan dan kesatuan bangsa yang kian terkoyak. Paling tidak selama dua periode pemerintahan Jokowi. Perpecahan dan adu domba marak di mana-mana dan di banyak kesempatan. Tidak hanya terhadap umat Islam secara khusus. Tapi juga terhadap seluruh anak bangsa umumnya. 

nasmay-yaqut-2.jpgKetua MUI Sumatera Barat Buya H. Gusrizal Gazahar. (FOTO: gatra.com)

Karuan saja pernyataan Menag Yaqut ditanggapi sangat keras oleh berbagai pihak. Di antaranya, oleh Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), politisi partai penguasa, akademisi, pakar sejarah dan sebagainya. Dalam hal ini, termasuk tanggapan dari para tokoh NU sendiri. 

Pernyataan Yaqut yang memancing reaksi banyak pihak itu adalah seperti disiarkan kanal YouTube TVNU, Rabu (20/10/2021). “Kemenag itu hadiah untuk NU, bukan umat Islam secara umum, tapi spesifik untuk NU. Saya rasa wajar kalau sekarang NU memanfaatkan banyak peluang di Kemenag karena hadiahnya untuk NU,” begitu klaim Yaqut. 

Mengamati silang sengkarut pernyataan kontroversial Yaqut, yang menimbulkan begitu banyak tanggapan bahkan juga kecaman itu, tampaknya Ketua MUI Sumbar Buya H. Gusrizal Gazahar yang memberikan pernyataan paling keras. Yang mendesak NU untuk mengambil sikap. Karena menurut dia, kemerdekaan yang diperjuangkan seluruh umat bukanlah untuk menyerahkan kendali leher kita kepada sekelompok orang. 

Dalam tulisan berjudul ‘Kalau Hanya untuk NU, Jadikan Saja Kemenag NU, Kami di Luar!’ ungkap Buya Gusrizal, yang diunggah melalui akun Facebook Buya Gusrizal Gazahar, Minggu (24/10/2021). Bagaimanapun,  ungkapan ulama Minang ini memberikan gambaran ketegasan sikapnya. Sekaligus kekecewaannya yang mendalam akibat centang prenangnya proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini. 

Saking kecewa dan marahnya Ulama Sumbar itu bahkan mencoba mengungkap sebuah rahasia umum. Bahwa sejumlah posisi penting di Kemenag harus sesuai dengan pernyataan Yaqut itu. Artinya, semuanya harus dipegang oleh orang-orang NU. Selama ini, banyak orang yang merasa tidak nyaman untuk mengungkapkannya. Karena ingin tetap menjaga persatuan umat. 

“Tapi segala perasaan ketidaknyamanan atas sikap dan perlakuan yang tertahan di dalam dada, seperti tak berguna lagi untuk disimpan walaupun demi kesatuan umat dan bangsa,” pungkasnya. 

Petikan kata-kata: ‘Kalau Hanya untuk NU, Jadikan Saja Kemenag NU, Kami di Luar!’ ini adalah protes yang luar biasa. Meskipun tidak secara eksplisit menegaskan siap berpisah dengan republik, namun kata-kata di atas memperlihatkan tingkat amarah beliau yang tidak tertahankan lagi.  

Pernyataan keras Ketum MUI Sumbar ini mengingatkan kita akan sikap dan pendirian orang Minang dalam penyelenggaraan pemerintahan. Terutama bila menyangkut persoalan agama. Kalau kita pelajari sejarah pemberontakan PRRI-Permesta yang dimulai di Sumbar, kita dapat menangkap bahwa kedekatan Soekarno dengan PKI-lah yang jadi sebab utamanya. Dan karena itu pulalah  sebagian orang berpendapat bahwa itu bukan pemberontakan. Tapi protes keras terhadap kebijakan pusat, yang diamini oleh sebagian besar rakyat di Sumbar. Mengingat PKI adalah anti- agama. Meskipun kemudian ditumpas oleh pemerintah pusat dengan menggunakan senjata.   

KITA BUTUH PERSATUAN

Pertanyaan terbesar yang perlu diajukan sekarang adalah: Apakah tokoh tertentu seperti Yaqut memang akan membiarkan persatuan dan kesatuan kita akan semakin terkoyak? Tentu sangat menyedihkan, bila para tokoh setingkat menteri tidak punya kapasitas untuk sekadar memahami bahwa pernyataannya bisa memecah belah persatuan umat. Apalagi bila memang dia tidak memiliki pengetahuan sejarah. Terutama tentang bagaimana para pemimpin terdahulu merajut persatuan ini. Dengan menanggalkan segala kepentingan “ashabiyah” masing-masing. 

Sebagai umat Islam saat ini kita merasa dipecah belah dengan cara yang luar biasa. Hal itu antara lain disebabkan pernyataan dan sikap dari sejumlah tokoh muslim sendiri. Yang lebih mendahulukan kepentingan diri dan kelompoknya ketimbang kepentingan umat Islam secara keseluruhan. Sedangkan sebagai anak bangsa kita dipecah belah disebabkan pilihan-pilihan politik. Yang diperuncing oleh kebijakan politik belah bambu pemerintah. Yaitu melindungi setiap pendukungnya, tapi menindas para penentangnya. Terutama di era kepemimpinan Jokowi ini. 

nasmay-yaqut-3.jpgSekjen PBNU Helmy Faishal Zaini. (FOTO: dok TIMES Indonesia)

Karena itu, setiap anak bangsa mestinya meningkatkan kesadaran. Bahwa kita butuh persatuan. Dengan semboyan para bapak bangsa: Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. 

Orang-orang seperti Yaqut mestinya faham sejarah. Jangan sebaliknya jadi a-historis. Bahwa para pemimpin bangsa terdahulu begitu luar biasa memperjuangkan persatuan dan kesatuan anak bangsa. Kata-kata “NKRI Harga Mati” – yang sering dilontarkan sekarang oleh banyak orang – tapi tidak difahami akar sejarahnya oleh kebanyakan mereka yang melontarkannya. 

Karena hal itu merupakan hasil perjuangan tokoh dan pemimpin Masyumi, Moh. Natsir. Sehingga orang mengenal “Mosi Integral Natsir”. Yaitu upaya Natsir sebagai Ketua Fraksi Masyumi melalui parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS), 3 April 1950, untuk mempersatukan negara-negara bagian yang terpisah-pisah menjadi negara kesatuan seperti yang ada sekarang. 

Tentang persatuan ini, Jenderal Besar (Purn) Abdul Haris Nasution dalam tulisannya yang dimuat dalam buku “Pemimpin Pulang, Rekaman Peristiwa Wafatnya M. Natsir” (terbitan Yayasan Piranti Ilmu, 1993), menggambarkan bagaimana sikap para pemimpin bangsa terdahulu dalam menjaga persatuan dan kesatuan umat. 

“Saya teringat ketika usia 80 tahun Bung Natsir diperingati di Masjid Alfurqan. Saya duduk bersama beliau dan K. H. Masykur (salah satu tokoh besar NU. Pen). Kiyai Masykur menanyakan usia saya. Saya jawab ’70 tahun’. Kiyai Masykur sendiri waktu itu hampir 90 tahun. Kiyai Masykur wafat beberapa waktu yang lalu. Sekarang Bung Natsir menyusul. Kedua beliau ini oleh umat Islam akan dikenang sebagai pendiri Forum Ukhuwah Islamiyah yang sangat diperlukan itu,” ungkap Pak Nas. 

EFEK DOMINO KE JOKOWI

Bagaimanapun, akibat pernyataan Menag Yaqut itu, banyak tuntutan sekarang yang diajukan orang kepadanya. Ada yang mendesak dia minta maaf tidak hanya kepada umat Islam. Tapi juga kepada seluruh umat beragama yang ada di negeri ini. Di samping itu ada pula yang meminta dia mundur dari posisinya sebagai menteri agama. Karena dianggap tidak memiliki kapasitas.

Tetapi selain itu, ada pernyataan keras yang datang dari tokoh NU sendiri. Yang justru menyalahkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Yang memilih Yaqut sebagai menteri agama. Artinya, walaupun yang membuat pernyataan kontroversial adalah Menag Yaqut, namun yang kena getahnya adalah Jokowi. 

Habib Novel Assegaf sebagai salah satu tokoh NU memberi kritik keras kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut dia, hal ini terjadi karena kesalahan Presiden Jokowi yang mengangkat Menteri Agama yang tak kompeten.

 “Pak @jokowi, salah satu kesalahan anda yang bikin mudharat adalah mengangkat menteri agama yang bukan ahlinya. Bahkan dia tidak tahu apa yang seharusnya dikerjakan,” kata Habib Novel melalui akun Twitternya, Selasa(26/10/2021).

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini juga sempat membantah pernyataan Menag Yaqut. Karena, “Kemenag hadiah negara untuk semua agama. Bukan hanya untuk NU atau hanya untuk umat Islam,” kata Helmy dalam keterangan tertulis, Minggu (24/10).

Bahkan terkait kecurigaan sementara pihak bahwa NU akan mengambil seluruh posisi penting di Kemenag, sehubungan dengan pernyataan Yaqut, Helmy dengan tegas membantahnya. Menurut dia, NU tidak memiliki motivasi untuk menguasai ataupun memiliki semacam privelege dalam pengelolaan kekuasaan dan pemerintahan. Karena NU adalah jamiyyah diniyah ijtimaiyyah, organisasi keagamaan dan kemasyarakatan.

Sayangnya, persoalan-persoalan seperti ini tidak pernah mendapatkan respon dari Bapak Presiden. Artinya presiden lebih memilih diam seribu bahasa. Padahal Menag terdahulunya, Jenderal (Purn) Fachrul Razi juga tidak kalah kontroversialnya. Sehingga kemudian dicopot. Tapi sayang, kenapa justru diganti dengan Yaqut, yang juga suka membikin gaduh. 

Apakah Jokowi secara sengaja memang memilih tokoh-tokoh seperti ini untuk jadi menteri agama? Ataukah dia hanya menetapkan, sedangkan yang memilihkannya adalah pihak lain? Wallahu a’lam bish shawab! (*)

Pewarta : Nasmay L. Anas
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda