Menggugat Perjuangan Pemuda

Roso Daras, Robert Ell Umam, dan moderator Sunarto. (Foto:CoWasJP)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Sukma

---------------------

RUMAH Kedaulatan Rakyat (RKR) di Jalan Guntur 49, Setiabudi, Jakarta Selatan, dikenal sebagai rumah pergerakan. Di tempat ini, aktivis gerakan kepemudaan acap kumpul dan melambungkan gagasan-gagasan perjuangan. Inilah yang disebut koordinator RKR, Isti Nugroho sebagai “rumah konsolidasi pemuda”. “Konsolidasi kami lakukan melalui jalur pendidikan dan gerakan,” ujar Isti.

Nah, dalam rangka konsolidasi gerakan, Selasa (13/9) lalu, RKR menggelar diskusi “Relevansi Pemikiran Soekarno terhadap Generasi Muda”. RKR menghadirkan dua narasumber: Robert Ell Umam (aktivis, eksponen PMII) dan Roso Daras (Sukarnois, Pendiri Yayasan Aku dan Sukarno). Bertindak selaku moderator, aktivis Sunarto.

Dalam paparannya, Roso Daras menyampaikan tiga hal. Pertama, sejarah gerakan kepemudaan pra kemedekaan. Kedua, kiprah perjuangan Sukarno. Ketiga, potret gerakan pemuda pasca 1965. “Jika kita memotret gerakan kepemudaan era pra kemerdekaan, siapa pun harus kagum. Setidaknya kagum atas kapasitas para tokoh pergerakan yang mampu mengguncang dunia dalam usia yang masih sangat belia,” ujar mantan wartawan Jawa Pos itu.

Menarik garis ke belakang, Roso menyebut gerakan Boedi Oetomo, 20 Mei 1908. Meski digagas oleh Dr Wahidin Sudirohusodo (56 th), tetapi pelaksananya adalah para pemuda perwira. Mereka adalah dr Soetomo (22 th), Goenawan Mangunkusumo (21 th), Suradji Tirto Tirtonegoro, dll yang berusia 20-an.

Bahkan, partai politik pertama, Indische Partij yang didirikan 25 Desember 1912, digawangi para pemuda EFE Douwes Dekker (33 th), dr Cipto Mangunkusumo (26 th), dan Ki Hajar Dewantara (23 th). Organisasi politik pertama yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia.

“Jangan lupakan pula perjuangan pemuda kita di luar negeri. Ketika itu, di Belanda, tahun 1923 lahir Perhimpunan Indonesia yang antara lain dimotori oleh Mohammad Hatta, usia 21 tahun, Ali Sastroamijoyo usia 21 tahun, dan Ahmad Subardjo, umur 27 tahun. Sebelum ada Sumpah Pemuda, Perhimpunan Indonesia sudah mewacanakan tiga manifesto politik. Pertama, Indonesia ingin menentukan nasib sendiri; kedua, Agar dapat menentukan nasib sendiri, bangsa Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri, dan ketiga, Dengan tujuan melawan Belanda bangsa Indonesia harus bersatu.

roso-duaPEuzd.jpg

Roso Daras (ketiga dari kiri) berdiskusi di halamam RKR sebelum acara. (CowasJP)

Selanjutnya, Roso Daras, penulis buku-buku Bung Karno ini menyinggung Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda ternyata juga masih sangat muda. Di antaranya, Soegondo Djojopoespito (23 th), Moh. Yamin (25 th), WR Supratman (25 th), Soenario Sastrowardojo (26 th), J. Leimena (23 th), Amir Sjarifoedin (21 th), Ki Mangunsarkoro (24), Kartosowridjo (23), Kasman Singodimedjo (24), AK Gani (23 th), dan lain-lain yang seusia.

Bagaimana dengan Bung Karno? Usia 15 tahun, ia sudah aktif menulis di Oetoesan Hindia milik Sarekat Islam pimpinan HOS Cokroaminoto. DI Gang Peneleh Surabaya pula, Bung Karno muda terlibat dalam pendirian organisasi Tri Koro Darmo. Usia dua puluhan, Bung Karno mendirikan PNI pada 4 Juli 1927 di Bandung. Ketika itu, ia baru lulus kuliah berusia 26 tahun. Rekannya, Gatot Mangkupraja (29), Maskun Suriadiredja (20).

“Apa yang bisa kita tarik pelajaran dari catatan-catatan itu? Bahwa generasi muda adalah motor perubahan. Sejarah sudah membuktikan itu. Termasuk pemuda-pemuda aktivis pra kemedekaan seperti Amir Sjarifudin, Sjahrir, Tan Malaka, Adam Malik, Sukarni, Wikana, Chaerul Saleh, dan lain sebagainya. Ada kelompok Menteng 31, Kelompok Geraf, gerakan anti-fasis, dan lain-lain,” papar Roso, seraya melempar tanya, “bagaimana dengan pemuda sekarang?”

roso-satumEazs.jpg

Roso, Daras, Robet Ell Umam, dan moderator Sunarto usai acara diskusi. (CowasJP)

Pertanyaan gugatan itu diperajam oleh pembicara kedua, Robert Ell Umam. Alumni UIN Jakarta, aktivis PMII ini menyebut generasi muda sekarang sebagai mayoritas hedonis. Abai terhadap persoalan bangsa, dan tidak memiliki ideologi perjuangan yang jelas. “Saya bersaksi di sini, bahwa keterpurukan mental generasi muda yang dikader melalui organisasi-organisasi kampus, terjadi karena keteladanan yang buruk.”

Umam menjelaskan, bagaimana seorang pengurus PB (Pengurus Besar) sebuah organisasi kemahasiswaan, harus bermain politik uang untuk menduduki jabatan ketua. Beberapa organisasi barangkali hanya berbilang puluhan atau ratusan juga, tetapi ada beberapa PB besar yang hingga miliaran rupiah. 

“Celakanya, target mereka umumnya jangka pendek, yakni bisa masuk ke pusaran politik. Sebagai politisi, terlibat penggarongan uang rakyat. Dan yang lebih mengenaskan, setiap mereka datang, selalu disambut dan disanjung oleh para yuniornya.Sementara, aktivis yang militan, idealis, dan tidak punya uang, cenderung terpinggirkan. Ini fakta sekaligus pengalaman,” ujar Umam berapi-api.

Bisa dibayangkan, diskusi seperti apa yang terjadi, ketika kedua narasumber usai menyampaikan paparan mereka. Pertanyaan hanya mengalir di satu sesi. Selanjutnya adalah pernyataan counter pernyataan. Diskusi kadang panas, kadang menggelora, dan tak terasa waktu empat jam berlalu. ***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda