Bom Atom: Diplomasi Truman – Seloka Kematian Oppenheimer

Ratusan rumah yang hancur akibat bom atom di Hiroshima, Jepang, 6 Agustus 1945. Pemboman di Hiroshima menewaskan 90.000 - 146.000 orang. (FOTO: REUTERS - tempo.co)

COWASJP.COM – Setelah pertempuran sengit untuk merebut Berlin yang menewaskan lebih dari 70 ribu prajurit, Tentara Merah pada tengah malam 30 April 1945 berhasil mengibarkan bendera Soviet di atap Reichstag (gedung Parlemen Kekaisaran Jerman). Dengan masuknya tentara Soviet ke Berlin kejatuhan NAZI Jerman tinggal menunggu waktu.

Pada tanggal yang sama dengan pengibaran bendera Soviet, Hitler diketahui telah melakukan bunuh diri, dan kemudian pada tanggal 8 Mei di Berlin, Field-Marshal Wilhelm Keitel mewakili pasukan Jerman menandatangani penyerahan tanpa syarat (unconditional surrender) kepada tentara sekutu (Amerika, Inggris dan Uni Soviet). Penandatanganan kekalahan Jerman ini kemudian mengakhiri perang di Eropa, namun tidak di kawasan Asia-Pasifik.

Di kawasan Asia-Pasifik tentara Amerika yang masih berjibaku untuk mengalahkan Jepang dengan berusaha merebut Okinawa,  wilayah selatan Jepang dengan serangan amphibi besar-besaran yang melibatkan 350 ribu tentara, 300 pesawat terbang serta lebih dari 1.000 kapal perang. Setelah melakukan pertempuran selama 82 hari terus menerus, pada 22 Juni akhirnya pasukan Amerika berhasil menguasai gugusan kepulauan Okinawa. 

Amerika kemudian bersiap untuk melakukan serangan ke Jepang daratan dan merebut ibukota Jepang. Okinawa yang berjarak 1.500 km dari Tokyo menjadi penting untuk memudahkan pergeseran pasukan dan menjadi basis logistik sebelum masuk ke ibukota Jepang, Tokyo.

Sementara itu di Eropa menyusul kekalahan Jerman, PM Inggris Churchill, Presiden AS Truman dan Stalin dari Soviet mengadakan pertemuan intensif sejak 17 Juli hingga 2 Agustus. Pertemuan di luar kota Berlin, di Postdam untuk membahas hal ihwal pasca perang. Pertemuan yang kemudian dikenal dengan nama Postdam Conference, kemudian membagi Kota Berlin menjadi 4 wilayah pendudukan, AS, Inggris, Perancis dan Soviet.

Para pemenang perang juga meminta kepada Jepang untuk menyerah, namun permintaan itu ditolak oleh PM Jepang Suzuki Kantaro.

Hal penting bagi Amerika adalah Stalin berjanji akan memerangi wilayah yang dikuasai oleh Jepang  bersama AS dan Inggris sebagaimana janji Stalin dalam Pertemuan Yalta. Keinginan Stalin untuk memerangi Jepang membuat Truman ambil posisi baru terhadap negara komunis ini dan siap menghadapi front baru melawan komunis Soviet.

Di Amerika pada  sejak April 1945 terdapat diskusi untuk menggunakan bom baru guna mengakhiri perang. Keinginan ini semakin meningkat hingga Juli sampai awal Agustus, dan terdapat diskusi yang intens untuk menggunakan senjata baru dalam strategi diplomatik. 

Sejarawan Amerika Gaddis Smith mengatakan bahwa keputusan untuk melakukan pengeboman terhadap Jepang sangat terkait dengan persaingan antara AS dan Soviet. Para pengambil keputusan di Washington, berkeyakinan penggunaan bom atom sebagai “second track diplomacy” akan memperkuat posisi Amerika di hadapan Soviet.

25 April, Presiden Truman bertemu dengan Menteri Urusan Perang (Secretary of War) Henry L Stimson  dan dengan kepala Proyek Manhattan, Jenderal Leslie R. Groves. Stimson mengatakan bahwa jika harapannya terwujud, bom atom pasti akan memiliki pengaruh yang menentukan pada hubungan dengan negara lain.

Penggunaan bom jenis baru ini juga penting bagi Truman. Pertama, agar Jepang segera menyerah tanpa syarat. Kedua agar Soviet tidak “cawe-cawe” dalam perang di Asia Pasifik. Dan ketiga, mengurangi korban prajurit Amerika, to shorten the war, to saves the lives. Truman, Kapten artileri pada perang dunia pertama tahu betapa sulitnya memenangkan peperangan. 

Keberhasilan uji coba bom atom 16 Jui 1945, dengan sandi Trinity membawa Amerika bersiap untuk meluncurkan “second track diplomacy”.  Amerika kemudian mengirim kapal pembom B-29 Enola Gay untuk menjatuhkan bom atom pertama di Hisroshima pada 6 Agustus.

Belum ada tanda-tanda menyerah. Kemudian Truman memerintahkan untuk mengirim kembali bom atom kedua ke kota Nagasaki pada tanggal 14 Agustus 1945 yang kemudian membuat Jepang menyerah tanpa syarat.

Bom atom sebagai bom jenis baru dimulai ketika Albert Einstein menulis dua lembar surat kepada presiden Amerika, Roosevelt.  Surat tertanggal 2 Agustus 1939 itu menginformasikan bahwa ilmuwan Amerika Leo Szilard dan Enrico Fermi memiliki kemampuan untuk mengubah uranium menjadi sumber energi melalui reaksi rantai nuklir (nuclear chain reaction) dan juga untuk membuat bom yang berkemampuan sangat besar. 

Meski banyak ditinggal ilmuwan dari ras Yahudi, Einstein berkeyakinan, Jerman mampu untuk membuat bom atom. Sayangnya menurut Einstein, Amerika tidak memiliki uranium seperti yang diharapkan sehingga perlu mengamankan pasokan uranium yang bisa didatangkan dari Kanada, Cekoslowakia dan Belgian-Congo. 

Surat dari Eisntein tersebut ditindaklanjuti oleh pemerintah Amerika dengan mendatangkan uranium dari Belgian-Kongo yang diketahui memiliki kadar yang sangat tinggi dan dikuasai oleh perusahaan Belgia, African Metal Corp. 

Persoalannya adalah negara tersebut sedang diduduki oleh tentara Jerman dan untuk mengeluarkan uranium menjadi kendala tersendiri. Dengan operasi intelijen yang rumit akhirnya Amerika berhasil membawa uranium dari wilayah Shinkowoble, Belgian- Congo. 

Presiden Roosevelt juga mengintroduksi sebuah proyek sangat rahasia untuk membuat bom atom guna melawan Jerman, yang dikenal dengan nama Manhattan Project. Proyek ini diketuai oleh Kolonel Leslie Groves insinyur lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan juga West Point. Leslie Groves kemudian mengontak Robert J Oppenheimer untuk menjadi Direktur dalam proyek sangat rahasia itu.

Oppenheimer, adalah anak dari imigran pedagang Yahudi Jerman yang tinggal di New York. Dia bersekolah di lingkungan Yahudi sekuler Ethical Culture School, yang menekankan nilai-nilai liberal Judaism. Di sekolah ini Oppenheimer tidak hanya belajar mengenai pelajaran umum, tetapi juga sastra dan etika dan filsafat. Orang tua Oppenheimer adalah donatur sekolah ini.

Lulus dari sekolah menengah kemudian melanjutkan ke Universitas Harvard. Mengambil kuliah kimia namun tidak fokus dengan apa yang dipelajarinya, membuat Oppenheimer galau. Kimia bukanlah passion-nya, dan dia kemudian melanjutkan ke Universitas Cambridge, Inggris dan belajar mengenai fisika eksperimental di sana. 

DI Cambridge ternyata Oppenheimer sering mengalami gangguan mental dan beberapa kali konsultasi ke psikiater. Sekolah di Cambridge tidak membawa kebahagiaan baginya. Dia kemudian melanjutkan sekolah ke Gottingen, Jerman.

Di Gottingen  Oppenheimer mempelajari fisika teori dan mengalami perkembangan yang luar biasa untuk menjadi seorang ilmuwan. Dia sangat menikmati lingkungan baru khususnya pergaulannya dengan para fisikawan yang menekuni fisika kuantum (quantum physics) dan banyak berkenalan dengan “quantum physics idols” seperti Paul Dirac, Werner Heisenberg, Pascual Jordan, Erwin Schrodinger dan juga Niels Bohr fisikawan asal Denmark.

Di usia 23 tahun dia berhasil membuat tujuh buah tulisan. Sebuah prestasi yang luar biasa untuk mahasiswa seusia itu. Profesor Max Born dari Gottingen menyebut Oppenheimer  meski sering membuat masalah sebagai orang yang sangat berbakat. 

Lulus dari Gottingen dan kemudian dan membawa Fisika Kuantum ke Amerika dengan mengajar di Caltech dan Berkeley dan kemudian memimpin Manhattan Project.

Keputusan Truman untuk meledakkan bom atom “Little Boy” yang berkekuatan 15 kilo ton TNT, di Hiroshima dan kemudian bom atom “Fat Man” dijatuhkan di Nagasaki mengakibatkan korban tewas lebih dari dua ratus ribu orang. Ini adalah korban terbesar dalam sejarah dunia yang membuat Oppenheimer merasa berdosa, dan berduka.

Buat Oppenheimer, jatuhnya bom atom di Jepang adalah sebuah seloka kematian. Menyaksikan ledakan yang maha dahsyat itu lamat-lamat ia mengucapkan petikan dari Bhagavad Gita, "kālo'smi lokakṣayakṛtpravṛddho lokānsamāhartumiha pravṛttaḥ". Aku menjadi kematian, penghancur dunia. 

Oppenheimer yang cemerlang dalam fisika kemudian harus meratapi keberhasilannya sebagai bapak bom atom dengan menyaksikan ratusan ribu korban perang.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda