Raja-raja Arab Saudi, dari Abdul Aziz hingga Salman (6)

Raja Abdullah, Sangat Kaya Raya Tapi Makamnya Sangat Sederhana

COWASJP.COMRAJA  Abdullah bin Abdul Aziz  (Arab: ‘Abd Allāh ibn ‘Abd al-‘Azīz Āl Sa‘ūd ), adalah seorang raja yang lain daripada yang lain. Seorang raja di era modern yang memiliki pengalaman langsung dalam militer selama puluhan tahun. Di luar Arab Saudi pun, mana ada raja yang memiliki track records militer setingkat Raja Abdullah? Tidak ada.

Abdullah adalah salah satu dari putra Raja Abdul Aziz Ibn Saud, pendiri Kerajaan Arab Saudi, yang lahir dari rahim Fahada binti Asi-al Syuraim, istri ke-8 delapan Raja Abdul Aziz dari keluarga Rasyid. Ia menerima pendidikan di Sekolah Kerajaan dan dididik oleh para tokoh intelektual keagamaan di bidang agama, sejarah, politik dan sosiologi, yang diawasi ketat pihak Kerajaan. Pangeran Abdullah disebut sangat kuat memegang ajaran agama dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap rakyat dan Tanah Air.

Lahir di Riyadh pada pada 1 Agustus 1924 (dan wafat pada 2015), Abdullah sudah ditunjuk sebagai Komandan Pengawal Nasional, satuan elite Kerajaan Arab Saudi, pada tahun 1962. Hal itu berarti dia masih berusia 38 tahun.

Seperti ditulis Wikipedia, penunjukan Pangeran Abdullah sebagai komandan pasukan itu bukan hanya karena dia seorang putra raja. Tapi juga karena pengalamannya yang luas dalam urusan masyarakat Badui dan kabilah-kabilahnya di padang pasir Jazirah Arab yang luasnya hampir sama dengan daratan Eropa Barat. Sebuah padang pasir tandus, kering kerontak dan miskin, bahkan hingga beberapa tahun setelah ditemukannya minyak bumi di Saudi pada 1938.

Sejak menjabat komandan pasukan tersebut, sosok Abdullah sudah tak bisa dipisahkan dari kesatuan elite tersebut. Sebagai negara monarki yang absolut, militer Arab Saudi memang khas. Para anggota Pengawal Nasional tidak sekedar pilihan ketat, tapi juga berasal khusus dari anak cucu Mujahidin yang pernah berjuang bersama Raja Abdul Aziz dalam menyatukan Jazirah Arab dan kemudian mendirikan negara  Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1932.

Selain itu, Pangeran Abdullah dipandang berhasil memimpin Pengawal Nasional bukan semata-mata sebagai lembaga militer, tetapi juga wadah sosial dan budaya anggotanya. Dia juga sosok yang sejak awal terus melakukan restrukturisasi dan rasionalisasi sesuai dengan manajemen militer modern.

raja-abdul-azisvpen.jpg

Raja Abdullah bin Abdul Aziz (Foto: Dreamers)

Sebagai contoh, dia mendirikan akademi militer kerajaan untuk mendidik dan menempa calon-calon berbakat untuk menjadi perwira Pengawal Nasional. Akademi militer bernama Institut Militer Raja Khalid bin Abdul Aziz itu diresmikannya sendiri pada 18 Desember 1982. Dia pun mendirikan berbagai kompleks militer dan tempat latihan khusus untuk satuan elite Pengawal Nasional.

Tidak hanya sampai di situ. Pangeran Abdullah juga menangani sendiri beragam mega proyek pengembangan Pengawal Nasional. Di antaranya adalah pembentukan divisi gabungan dalam jajaran Pengawal Nasional yang terdiri dari satuan logistik, intelijen, dan infanteri.

Sebelum menjadi raja di tahun 1996, Pangeran Abdullah telah memasuki dunia politik dengan ditunjuknya dia oleh Raja Saud sebagai Walikota Mekkah pada tahun 1961. Tahun berikutnya, selain menjabat Komandan Pengawal Nasional, dia juga menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan.

Posisinya bertambah lagi sebagai Putra Mahkota setelah Pangeran Fahd naik tahta sebagai Raja pada tahun 1982. Ketika Raja Fahd menurun kesehatannya akibat serangan stroke pada tahun 1995, Abdullah praktis menjadi penguasa de facto Kerajaan Arab Saudi sampai secara resmi naik tahta satu dekade kemudian.

Jabatan-jabatan lain yang pernah dipegangnya antara lain adalah Perdana Menteri, juga Ketua Dewan Ekonomi Tertinggi Saudi, Wakil Presiden Dewan Tertinggi Perminyakan dan Mineral, Presiden Pusat Dialog Nasional Raja Abdul Aziz, Wakil Ketua Dewan Pelayanan Sipil Kerajaan, dan juga anggota Dewan Pelayanan Militer Kerajaan Arab Saudi.

Selama masa pemerintahannya, Raja Abdullah dinilai sebagai pemimpin Timur Tenah yang memelihara hubungan erat dengan Amerika Serikat dan Inggris. Sang Raja mengeluarkan dana miliaran dollar AS untuk membeli beragam peralatan militer yang canggih. Di dunia politik dalam negeri, Raja Abdullah mengeluarkan keputusan yang memberi hak bagi wanita untuk dipilih di dewan-dewan kota kerajaan tersebut. Raja Abdullah juga memberikan izin keikutsertaan atlet wanita Saudi mengikuti Olimpiade.

Akhiri Perang Lebanon

Dalam pada itu, sebagian pengamat menyebut bahwa kebijakan luar negeri Abdullah sebenarnya lebih pro-Arab daripada Barat, terutama sebelum menjadi Raja. Pada tahun 1980, Abdullah berhasil sebagai mediator perundingan dalam konflik Suriah-Yordania. Dia juga menjadi arsitek Perjanjian Taif  pada 1989, mengakhiri perang saudara di Lebanon yang berlangsung 1975 hingga 1990.

Selain itu, Abdullah juga meningkatkan kembali hubungan bilateral dengan Mesir, Suriah dan Iran, sebelum terjadinya perubahan-perubahan drastis yang mengganggu dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 1995, Pangeran Abdullah telah meluncurkan program privatisasi dengan menghapus daftar larangan berusaha dan membiarkan perusahaan publik tumbuh secara bebas.

Pada April 2001, Pangeran Abdullah menyelenggarakan seminar tentang sejarah hubungan Arab Saudi dan  Palestina. Seminar itu mendatangkan tokoh-tokoh dari Dunia Arab. Dalam seminar itu dibahas isu dukungan Arab Saudi terhadap perjuangan rakyat Palestina sepanjang sejarahnya dan dalam berbagai aspek. Dari seminar tersebut disimpulkan bahwa Arab Saudi telah memberi dukungan besar perjuangan rakyat Palestina meskipun Arab Saudi tidak termasuk negara Arab garis depan yang berbatasan langsung dengan Israel.

Dengan bobot kapasitasnya di dunia Arab dan Islam, Arab Saudi senantiasa hadir secara kuat dalam kancah konflik Arab-Israel. Pemerintah Arab Saudi ikut menjadi mediator konflik militer Palestina-Yordania pada September 1970, yang dikenal sebagai Black September. Konflik itu berakhir dengan keluarnya Yasser Arab (1929-2005) dari Yordania dan pindah ke Lebanon.

Arab Saudi juga tampil sebagai mediator dalam upaya menengahi perbedaan pendapat antara Suriah dan Palestina dengan Mesir. Upaya damai tersebut dimaksudkan untuk memelihara kesatuan potensi kekuatan Arab dalam menghadapi Israel, sehingga menjadi kekuatan tawar-menawar dalam perundingan damai dengan Israel. Upaya damai Arab Saudi yang terkenal adalah inisiatif damai yang ditawarkan Raja Fahd bin Abdul Aziz pada forum KTT Liga Arab tahun  di Fez, Maroko, pada 1982.

Saat itu, Raja Fahd menawarkan inisiatif damai berdasarkan Resolusi PBB Nomor 242 dan Nomor 338. Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab siap mengakui Israel sebagai negara yang bisa hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara Arab. Pertengahan Februari 2002, Pangeran Abdullah bin Abdul Aziz mengungkapkan kepada wartawan Thomas L. Friedman dari The New York Times tentang proposal damai mengenai Israel.

Proposal yang disebut Proposal Damai Arab Saudi semakin strategis karena dilontarkan ketika negara-negara Arab bersiap menggelar KTT Liga Arab di Beirut, Lebanon, pada 27-28 Maret 2002. Di samping itu, Proposal Damai Arab Saudi disampaikan ketika aksi kekerasan Israel-Palestina mencapai titik terburuknya sejak  Intifada Al Aqsa pada 28 September 2000. Proposal itu sendiri merupakan pengembangan inisiatif damai yang pernah dilontarkan oleh Raja Fahd 20 tahun sebelumnya. Ketika itu, Raja Fahd hanya siap mengakui negara Israel. Tetapi, Pangeran Abdullah lebih jauh dari itu yakni menjalin hubungan normal dengan Israel dalam semua aspek kehidupan. Aspek itu seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, wisata, dan sebagainya.

Abdullah semakin leluasa menjalankan pemerintahan setelah dinyatakan secara resmi sebagai Raja Arab Saudi sejak wafatnya Raja Fahd bin Abdul Aziz pada 1 Agustus 2005. Pada saat itu, Menteri Pertahanan Sultan bin Abdul Aziz dinyatakan sebagai Putra Mahkota.

Di bidang sosial-politik, Abdullah menyelenggarakan dialog nasional yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat dan menggelar pemilihan langsung anggota kota praja (Dewan Konsultatif) secara nasional awal tahun 2005. Ia juga membuka kesempatan kepada para pemodal asing untuk menanamkan investasi di bidang eksplorasi dan produksi gas.

Pada masa pemerintahan Raja Abdullah, dinamika Kerajaan Arab Saudi berlangsung cepat. Pada 22 Oktober 2011, Putra Mahkota Sultan bin Abdul Aziz meninggal dunia di New York karena sakit. Posisi Putra Mahkota pun dilimpahkan kepada saudaranya dan juga saudara raja, Pangeran Nayef bin Abdul Aziz, yang juga menjabat Menteri Dalam Negeri. Namun tidak lama kemudian, tepatnya pada 16 Juni 2012, Putra Mahkota Nayef pun menyusul Pangerab Sultan, meninggal dunia di rumah sakit di Swiss karena sakit. Posisi Putra Mahkota pun berpindah ke Pangeran Salman bin Abdul Aziz.

Raja Abdullah disebut sebagai raja paling kaya, milyuner nomor tiga terkaya di dunia. Majalah Forbes pernah menyebut Sang Raja Saudi ini memiliki kekayaan tak kurang dari 20 miliar dollar AS.

Raja Abdullah wafat di Riyadh pada 23 Januari 2015. Meskipun kaya raya, Sang Raja ini dimakamkan secara sangat sederhana, seperti raja-raja Saudi pada umumnya. Kuburannya pun sekarang kabarnya sulit dikenali. Tak ada tanda-tanda sedikit kemewahan seperti yang sering dilaporkan media dalam kehidupannya. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda