Raja-raja Arab Saudi, dari Abdul Aziz hingga Salman (3)

Raja Faisal, Berani Mengembargo Minyak ke Amerika

COWASJP.COMAMIN SAID, seorang jurnalis Suriah, dalam bukunya berjudul Faishal Al-Azhim (2008), menulis dengan takzim untuk Raja Faisal bin Abdul Aziz bin Abdurrahman as-Saud. Di halaman persembahan bukunya, Amin Said menulis:

Wahai Tuanku yang mulia dan agung, Raja Faisal..

Tuan telah memerintah dengan keadilan. Tuan telah membangun dan meninggikan peradaban. Tuan telah memimpin dan mendapatkan kemenangan. Rakyat pun mencintai Tuan. Mereka berkumpul di singgasana Tuan. Kaum muslimin membaiat Tuan sebagai imam, dan bangsa Arab memilih Tuan sebagai pemerintah dan pemimpin.

Berjalankan Tuan sebagai perintis atas berkat Allah. Kembalikanlah janji para Khulafa Ar-Rasyidun, dan perbaharuilah kebanggaan-kebanggaan mereka. Tuan mampu atas izin Allah atas itu semua, dan jadilah Tuan sebaik-baiknya pemimpin dan sebaik-baik orang yang amanah bagi umat ini.

Buku berbahasa Arab yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Muhammad Ihsan, Lc.M.Si., itu (King Faisal: Raja Saudi Pelayan Umat Penentang Imperalisme. Pustaka Al-Kautsar, 2014) secara rinci memang menunjukkan Raja Faisal sebagai pemimpin yang jempolan. Kiprah Raja Ketiga Dinasti Saud itu sangat dikenang di dunia Islam.

Ia sosok pemimpin yang tak bisa memejamkan mata, tak mampu tidur nyenyak, jika masih ada kaum muslimin yang teraniaya, tertindas, di berbagai belahan dunia. Karena itu, ia sangat peduli terhadap nasib kaum muslimin di Palestina, Rusia, China, Afrika, Pilipina, Thailand, Indonesia dan lain sebagainya.

“Kepeduliannya tak hanya sebatas kata-kata, tapi juga aksi nyata dengan memberikan berbagai bantuan, melakukan lobi-lobi internasional, bahkan bersikap tegas dank eras terhadap siapa saja yang melakukan penindasan terhadap negara-negara muslim,” tulis editor buku.

buku-raja-arabW0IKJ.jpg

Faisal bin Abdul Aziz dilahirkan di Riyadh pada 14 April 1906. Dia adalah anak ketiga dari Raja Abdul Aziz Ibn Saud, Ibunya Tarfa binti Abdullah bin Abdul Latif Asy Syaikh, yang dinikahi Abdul Aziz pada 1902 setelah menaklukkan Riyadh.

Wikipedia menulis bahwa dalam didikan keluarga dan ulama-ulama di sekitarnya, Pangeran Faisal pun tumbuh sebagai anak yang baik dalam pendidikan kerohaniannya, bahkan ia sudah mampu menghafal Al Qur’an (hafidz) dalam usia yang masih sangat muda. Di masa remajanya, tepatnya di usia 16 tahun, Pangeran Faisal diangkat menjadi panglima perang dan diberi kepercayaan memimpin sebuah ekspedisi untuk memadamkan pemberontakan sebuah suku di wilayah Asir, Hijaz bagian selatan.

Pengalaman militernya kembali digembleng diusia 19 tahun, ketika diberi kepercayaan mengomandani sebuah pasukan untuk merebut  Jeddah dari suku Hashemit yang berhaluan Syi'ah Zaidiyah yang seringkali membuat makar melawan Pemerintah di Hijaz.

Pangeran Faisal mencapai prestasi puncaknya dalam bidang militer pada tahun 1934, setelah dia berhasil merebut pelabuhan Hoderida dalam waktu yang relatif singkat dari kekuasaan Negara Yaman Sekuler yang mana waktu itu Negara Yaman Sekuler dibantu oleh militer Kerajaan Inggris.

Pada tahun 1932, Raja Abdul Aziz Ibn Saud  memproklamirkan berdirinya Kerajaan Arab Saudi dengan Abdul Aziz sendiri sebagai Raja pertama. Pada tahun ini pula, Pangeran Faisal diberi jabatan sebagai Menteri Luar Negeri Arab Saudi. Pada sebuah pidato kenegaraannya dalam sebuah konferensi KTT Perdamaian di kota Versailes, Perancis, kharismanya berhasil memukau delegasi-delegasi negara asing yang hadir dalam konferensi tersebut.

Setelah PBB mengeluarkan resolusi pemecahan Palestina untuk pendirian negara Israel, Pangeran Faisal  mendesak Raja Abdul Aziz untuk memutuskan hubungan diplomasi dengan AS yang menjadi salah satu pencetus resolusi tersebut. Namun permintaannya ditolak karena masih adanya hubungan timbal balik di antara kedua negara tersebut waktu itu.

Menghapus Perbudakan

Raja Faisal dikenal sebagai pemimpin yang shalih dan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ia sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya, banyak sekali program-program baru yang dicanangkannya selepas penobatannya sebagai kepala negara. Beberapa di antaranya adalah, pada tahun 1967 Raja Faisal menggalakkan program penghapusan perbudakan.

Program ini ia lakukan dengan membeli seluruh budak di Arab Saudi dengan kas pribadinya hingga tak tersisa satupun budak yang dimiliki seorang majikan di negara itu, bahkan ada budak yang ia beli itu memiliki harga sangat mahal (dengan nilai mata uang dimasa itu), yaitu 2.800 dolar. Kemudian ia bebaskan budak-budak yang dibelinya tersebut dan dilanjutkan dengan pemberlakuan aturan tentang pelarangan adanya perbudakan di Arab Saudi untuk selamanya.

Raja Faisal juga melakukan penyederhanaan gaya hidup keluarga kerajaan serta melakukan penghematan kas kerajaan dengan menarik 500 mobil mewah Cadillac milik istana, dana dari hasil program di atas salah satunya terealisasi pada pembangunan sumur raksasa hingga sedalam 1.200 meter sebagai tambahan sumber air rakyat untuk dialirkan pada lahan-lahan tandus di Semenanjung Arab.

Raja-Arab-Saudi-Faisal-bin-Abdul-Aziz-Via--twittercom8yEXT.jpg

Raja Arab Saudi Faisal bin Abdul Aziz (Via: twitter.com)

Pada tahun yang sama dengan pencanangan program penghapusan perbudakan, Raja Faisal menyerukan agresi melawan Israek dalam rangka pembelaannya terhadap tanah suci Al-Quds (Jerusalem) dan menghentikan Israel dari program pemekaran wilayah negaranya atas daerah-daerah di sekitarnya. Seruan ini dijawab positif oleh Mesir dan Suriah yang kemudian tiga negara ini membentuk koalisi militer melawan Israel yang pada saat itu didukung  secara besar-besaran dalam modal dan persenjataan oleh sekutunya, Amerika Serikat.

Pada awalnya pasukan koalisi Arab (kaum Muslimin) berada di atas angin dan menguasai pertempuran dengan mudah, setelah pasukan koalisi Arab dari negara Mesir berhasil memukul mundur pasukan Israel dari Syam dan berencana masuk ke wilayah negara Israel untuk memperkuat Al-Quds, tiba-tiba AS mengumumkan pernyataan ancaman terhadap Mesir tentang akan terjadinya pembantaian besar-besaran atas rakyat Mesir oleh Amerika jika Mesir nekat masuk ke wilayah Israel. Maka dalam rangka menyelamatkan negara dan rakyatnya, Gamal Abdul Nasser selaku pemimpin Mesir waktu itu pun terpaksa menarik mundur pasukannya dan mengurungkan niatnya masuk ke wilayah Israel.

Raja Faisal yang mendengar intimidasi itupun marah dan menyerukan perang secara ekonomi melawan Amerika, yaitu dengan mengembargo ekspor minyak Arab Saudi ke Amerika. Negara-negara Pakta Pettahanan Atlantik Utara (NATO) yang tadinya mendukung Amerika pun berbalik diam dan meninggalkan dukungannya atas Amerika karena takut terkena embargo besar Raja Faisal tersebut.

Akibat dari embargo tersebut atas AS adalah lumpuhnya sektor industri dan transportasi, bahkan perekonomiannya menjadi kacau hingga mengalami krisis berkepanjangan yang diperkirakan baru bisa pulih selama sepuluh tahun (sejak dimulainya embargo).

Dalam seruan khutbah Jihadnya melawan Israel, Raja Faisal berdoa di hadapan khalayak agar Allah menetapkan kematiannya diterima Allah sebagai orang yang terbunuh di jalanNya (Syuhada). Ia juga berdo'a agar Allah bersegera mencabut nyawanya apabila ia tak mampu membebaskan tanah suci Al-Quds (Jerusalem) dari cengkeraman Israel dalam perang yang akan terjadi saat itu.
Kunjungi Indonesia

Dalam masa pemerintahannya, Raja Faisal pernah melakukan kunjngan ke Indonesia pada 10 Juni 1970. Dalam kunjungan 47 tahun silam tersebut, kedatangan Raja Faisal diterima Presiden Soeharto dan Ibu Negara Tien Soeharto di Istana Negara.

Demikian dikutip detikcom, Minggu (25/2/2017) dari buku 'Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973' yang ditulis Tim Dokumentasi Presiden RI yang dilansir situs soeharto.co. 

Setelah berjabat tangan, Presiden membimbing tamunya ke ruangan kepresidenan, bersama-sama duduk di kursi panjang, sementara itu Ibu Tien duduk di kursi lainnya dekat Presiden. 

raja-arab-dan-soehartokaskusWEFly.jpg

Raja Faisal (kanan) dan Presiden Soeharto di Istana Negara. (Foto: kaskus)

Percakapan yang berlangsung lebih dari setengah jam itu antara lain diikuti oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi H. Aminudin Aziz, Menteri Negara Idham chalid, dan rombongan Raja Faisal.

Malam ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto mengadakan jamuan makan malam kenegaraan untuk menghormati kunjungan Raja Faisal. Dalam pidatonya, Presiden Soeharto mengemukakan sekali lagi sikap pemerintah Indonesia yang sepenuhnya berdiri di pihak bangsa Arab dalam perjuangan melawan Israel. 

Presiden menyatakan bahwa Indonesia telah mengusahakan dengan segala jalan dan melalui berbagai forum agar Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1967 dilaksanakan sepenuhnya. Indonesia juga berusaha agar hasil-hasil Konferensi Jeddah yang di prakarsai Raja Faisal dapat terlaksana demi penyelesaian krisis Timur Tengah.

Dalam pidato balasannya Raja Faisal menyatakan bahwa sikap Indonesia yang jelas memihak Arab dalam perjuangannya tidak ada yang sanggup mengingkari. Hubungan antara kedua negara terus diperkuat dan dikembangkan. Sebab hubungan yang telah terjalin ini bukan hanya pada saat terakhir ini, tetapi merupakan tradisi yang didasarkan atas kepercayaan kepada Allah dan Rasulullah.

Setelah acara makan malam, diadakan tukar-menukar cindera mata. Presiden Soeharto memberikan sebilah keris dan seekor macan yang diawetkan, sedangkan Raja Faisal memberikan sebilah pedang Arab yang disepuh emas.

Keesokan harinya, Kamis (11/6/1970, Presiden Soeharto dan Raja Faisal mengadakan perundingan yang berlangsung selama satu setengah jam di Istana Merdeka. Kedua pemimpin tersebut telah membahas masalah krisis Timur Tengah. 

Dalam pertemuan ini Presiden Soeharto telah menegaskan kembali sokongan Indonesia terhadap perjuangan bangsa Arab. Perundingan juga menyentuh masalah hubungan ekonomi antar kedua negara. 

Tercapai kesepakatan bahwa masalah ini akan dibicarakan lebih lanjut oleh para menteri perdagangan kedua negara. Sebagaimana diketahui, Menteri Perdagangan Arab Saudi akan tiba di Jakarta keesokan harinya.

Pada tanggal 25 Maret 1975, Raja Faisal wafat pada tahun itu karena ditembak oleh keponakannya sendiri, yaitu Faisal bin Musaid yang baru saja pulang dari AS. Dia menyamar sebagai delegasi Kuwait yang ingin bertemu Raja Faisal secara mendadak. Pada saat Raja Faisal berjalan kearahnya untuk menyambut, maka Faisal bin Musaid pun tiba-tiba mengeluarkan sepucuk pistol dan menembakkannya ketubuh Raja Faisal sebanyak tiga kali. Dari luka tembak tersebut, Raja Faisal kehabisan darah menghembuskan nafas terakhirnya tak lama setelah itu.

Dari hasil penyidikan dan interogasi yang dilakukan, Faisal bin Musaid mengaku bahwa pembunuhan itu atas dasar inisiatifnya sendiri, selain teori konspirasi yang berhembus di masyarakat, petugas pun mencurigai adanya kerusakan mental pada Faisal bin Musaid. Akhirnya tak lama setalah itu, Ibnu Musaid (nama panggilan Faisal bin Musaid) itupun dihukum qishos (penggal) di hadapan khalayak. (*)

Penulis adalah, jurnalis dan editor buku..

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda