Pameran Tunggal Mochamad Operasi Rachman

Mengangkat Jember, Membuat Jogja Lebih Berwarna

PENULIS bersama Perupa Mochamad Operasi Rachman saat pembukaan pameran "Operasi" di Hall Taman Budaya Yogyakarta. (Foto Koleksi Erwan Widyarto/Cowasjp.com)

COWASJP.COM – ockquote>

Catatan : Erwan Widyarto

JEMBER Fashion Carnival (JFC) telah mendunia. Ia menjadi ikon pariwisata dan budaya bagi kota di sisi timur Pulau Jawa ini. Karnaval tahunan berupa street fashion itu selalu ditunggu kehadirannya oleh para wisatawan, fotografer maupun peminat budaya. Karnaval ini pun telah mengilhami lahirnya sejumlah kegiatan serupa di kota-kota lain di Indonesia. Sebut saja Solo Batik Carnival maupun Jogja Street Fashion Carnival.

SALAH satu dari 12 panel lukisan berjudul Karnaval yang menggambarkan Jember Fashion Carnival. (Erwan Widyarto/CowasJP).

Bagi seorang perupa, Jember Fashion Carnival pun bisa menjadi ilham dalam berkarya. Apalagi perupa yang berasal dari Jember. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh perupa kelahiran Jember Mochamad Operasi Rachman dalam pameran yang digelar 30 Juli – 9 Agustus 2016 di Taman Budaya Yogyakarta (TBY).

Dalam pameran yang dibuka oleh sineas Garin Nugroho ini, pengunjung disuguhi lukisan berukuran raksasa, 3x48 meter, yang menggambarkan kemeriahan karnaval di Jember tersebut. Lukisan besar itu menjadi tumpahan operasi estetik Mochamad Operasi Rachman dalam pameran bertajuk “Operasi” ini.

Ya, lewat pameran dengan kurator Kuss Indarto Kusnan ini, Operasi Rachman memang ingin melakukan operasi –membedah, menelisik, dan melakukan kerja hingga tuntas—berbagai kemungkinan estetik dari beragam teknik dan bentuk dalam mengekspresikan gagasannya. Tak heran, pengunjung akan dapat melihat beragam “aliran” atau isme dalam teknik seni rupa dalam karya-karya Operasi Rachman. Jika di awal perjalanan kesenimanannya ia bisa digolongkan sebagai penganut ekspresionisme, corat-coret yang spontan, maka dalam pameran ini pengunjung bisa menikmati “gaya” yang lain.

PENGUNJUNG menikmati Buddha Tidur karya Operasi Rachman beraliran abstrak ekspersionis. (Erwan Widyarto/CowasJP).

Karya berjudul “Karnaval” yang mengangkat festival di Jember itu, misalnya, mewakili aliran realis semi surealis. “Lukisan ini sebagai upaya saya mengangkat aktivitas kebudayaan di Jember. Maklum, di kota kelahiran saya itu kurang ada aktivitas budaya yang kuat sebelumnya, dan festival tahunan kini menjadi agenda yang mengangkat kebudayaan Jember," kata Operasi. Operasi ingin menjadi semacam “duta” bagi kota kelahirannya.

"Saya ingin kembali. Saya ingin memberi suguhan yang berbeda jauh ketimbang yang pernah saya lakukan sebelumnya. Saya juga ingin perhelatan seni rupa di Jogja lebih berwarna," tutur Operasi dengan antusias.

Di karya yang lain, ia mengangkat abstrak ekspresionis. Bahkan ada karya yang seperti terpengaruh oleh Lucia Hartini. Lihat saja pada panel ke-5 dari lukisan panjang ‘’Karnaval’’ itu. Bagaimana Operasi Rachman menggambar laut di bawah naga dengan warna biru kehijau-hijauan dalam lubang lingkaran dengan teknik seperti yang biasa dipakai Lucia Hartini, perupa yang tak lain adalah istrinya. ‘’Nggap apa-apa. Terpengaruh mungkin saja. Kalau kita sering bertemu dengan orang, terpengaruh itu biasa,’’ jawabnya enteng.

Ya, soal aliran-aliran atau isme-isme ini, Operasi Rachman memang tidak begitu peduli. Yang penting baginya, dengan beragam aliran itu ia dapat “beroperasi” menumpahkan gagasan dan emosinya saat berkarya. "Itu bagian dari diri saya. Saya tidak suka isme-isme dalam seni. Saya suka melakukan apa saja sesuai tuntutan emosi dan hati. Saya ingin menjelajah sejauh mungkin," kata Operasi.

Karya lain yang bisa dinikmati lebih banyak beraliran abstrak ekspresionis. Seperti karya berjudul Pura, Buddha Tidur, Jaka Tarub, Pacuan Kuda, Swan, Echo Beach dan Gerhana Matahari Total di Atas Tugu Jogja. Ada pula karya instalasi. Yang ukuran besar 10 x 30 meter menjadi gerbang masuk yaitu kain perca yang disusun di depan TBY. Karya instalasi lainnya Boat dan Earth.  Berat kain perca yang dikumpulkan selama tiga bulan itu mencapai 1 ton. Diperlukan 12 orang untuk mengangkat dan memasangnya.

Soal aliran yang berbeda ini, kurator Kuss Indarto, memberi catatan khusus. "Dua pilahan ekspresi visual ini seperti ingin mengabarkan bahwa seniman Operasi Rahman ini memiliki kemampuan teknis yang memadai sebagai seorang seniman atau perupa. Dengan tantangan visual apa pun, mampu ditaklukan dengan relatif baik, bahkan piawai. Demikian pula dengan karya seni instalatifnya yang bertebar di dalam dan di luar gedung," kata Kuss.

Nah, kalau Anda ke Jogja, mampirlah ke TBY. Anda bisa narsis atau selfie sepuasnya. Pameran bisa dinikmati hingga 9 Agustus 2016.***

*) Erwan Widyarto, pernah kuliah Seni Rupa di IKIP Jogja.

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda