Cak Anis, Staf Kepresidenan jadi PKL

Cak Anis dikunjungi kawan lamanya: Eros Djarot dan Dodi Sukasah. (Dok CowasJP)

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Arif Afandi

----------------------------------

INI cerita seorang wartawan idealis yang penuh warna. Namanya Mohammad Anis. Mantan wartawan Surabaya Post, Tabloid Detik, Tabloid Detak, dan Pimred PresidenSBY.Info. Jurnalis gaek yang kali terakhir menjadi anggota Badan Sensor Film (BSF) itu sekarang memilih profesi sebagai pedagang lukisan kaki lima.

Datanglah ke pinggir Sungai Kalimas, utara Gedung DPRD Surabaya. Sehari-hari ia mangkal di sana. Menunggu dagangannya. Koleksi lukisan yang dijual tidak mahal. Harganya mulai Rp 250 ribu sampai Rp 900 ribu. "Pokoknya di bawah satu jutaan," katanya.

Pria yang sehari-hari dikenal dengan pakian putih blanco ini menjajakan dagangnya setiap Senin hingga Jumat. Setelah jam 12 siang. 

Dia gunakan sepeda motor boks yang didesain khusus. Sebagai pengangkut lukisan sekaligus tempat memajang dagangan. Dinding boksnya bisa digeser memanjang. Semacam sistem knock down. Kreatif.

Sejak minggu lalu, Pemkot menaruh toilet mobile di sebelahnya. "Konon atas perintah walikota. Saya nggak tahu maksudnya Pemkot memajang toilet di sini. Semoga bukan cara halus untuk mengusir kami," kata Cak Anis santai.

Perjalanan hidup pria yang tinggal di kawasan Ampel ini memang unik. Memulai karir sebagai wartawan tahun. 1983 di Memorandum. Tiga tahun di koran kuning yang terbit di Surabaya itu, ia terus pindah ke Surabaya Post. Tujuh tahun dia bertahan di koran sore ini.

Ketika Eros Djarot membuat Tabloid Detik, ia bergabung dan menjadi Redaktur Pelaksana. Sayang, tabloid politik pertama di Zaman Orde Baru itu tak berumur panjang. Ia ikut dibredel pemerintahan Soeharto bersama majalah Tempo dan Sinar Harapan. 

ANISSQom4.jpg

Cak Anis di tengah lukisan dagangannya. (CoWasJP.COM)

Pada saat pemerintahan SBY, ia ditarik ke Istana. Menjadi Pemimpin Redaksi PresidenSBY.Info. Web resmi kepresidenan. Ia berada di ring satu selama periode pertama SBY jadi presiden. Saat menjadi staf istana, ia pun tinggal di kos tak jauh dari Istana Merdeka.

Cak Anis yang selalu berpenampilan sederhana itu pernah dipukuli seorang tentara mabuk di dekat kostnya. Peristiwa itu sempat mewarnai pemberitaan media saat itu.

Ketika Andi Alfian Malarangeng menjadi Menpora, ia diminta membantu menangani media di kementerian tersebut. Pada saat bersamaan, ia juga diangkat menjadi anggota Badan Sensor Film (BSF). Selain Anis, dari Surabaya ada Aribowo, budayawan dan dosen Unair, menjadi anggota badan yang sama.

Ia melepas jabatannya di Kemenpora setelah Menpora dipegang Imam Nakhrowi dari PKB. Dia memilih pulang kampung ke Surabaya. "Anak saya sudah selesai kuliah semua. Jadi sudah tuntas tugas saya sebagai orang tua," katanya.

Selain wartawan, Anis juga dikenal sebagai seniman. Ia pernah bersama saya menggelar Festival Seni Surabaya (FSS) selama dua tahun berturut-turut. Setelah tidak mengurusi FSS, Cak Anis membuat Pasar Seni Lukis Indonesia. Inilah pasar seni lukis terbesar di negeri ini. Sampai sekarang kegiatan tahunan itu masih berlangsung.

 Lantas bagaimana dengan dagangan lukisan di PKL-nya? "Alhamdulillah, lumayan. Hari ini laku empat lukisan," katanya santai, pekan lalu.

Sebagai pedagang lukisan kaki lima anyaran, omset Cak Anis belum beaar. Selama dua bulan terjual senilai Rp 7 juta. "Untungnya anak-anak saya sudah selesai kuliah semua. Jadi saya nikmati saja," tambahnya.

Yang pasti, inilah contoh sosok jurnalis yang menjalani hidup apa adanya. Bertumpu pada idealisme dan konsisten dengan pilihan hidup yang diambilnya. Bravo Cak Anis!

Simak Berita-brita lainnya, klik Di Sini

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda