Saya Jatuh Cinta Pada Dewi Kembar

Pemusik tradisional Jawa menyambut tamu di Desa Wisata Kembangarum, Turi, Sleman. (Foto: Joko Intarto/CowasJP)

COWASJP.COM – Dewi Kembar itu benar-benar membuat saya jatuh cinta!

Padahal, Dewi Kembar itu ‘’ndeso’’ banget. Tapi, wajah ndeso Dewi Kembar itulah yang memesona.

Perkenalan saya dengan Dewi Kembar berawal dari ajakan Erwan Widyarto. Saat sedang menikmati semangkuk mi rebus di Pogung Kidul, Jogja, Sabtu (20/2/2016) Erwan tiba-tiba mengirim pesan pendek. ‘’Sarapan yuk. Habis itu kita ke Sleman,’’ kata mantan General Manager ‘’Radar Jogja’’ yang kini banting setir menjadi pengusaha itu.

Tanpa berpikir panjang, saya segera menjawab ajakannya. ‘’Oke. Saya jemput setelah ngedrop anak saya ke kampus UGM,’’ balas Erwan.

Tak sampai setengah jam, Erwan sudah tiba di kos-kosan anak saya di kawasan Pogungrejo. ‘’Kita sarapan di soto Pak Slamet dulu,’’ kata Erwan yang juga pegiat bank sampah di Jogja itu.

Sebenarnya perut saya masih kenyang. Semangkuk mi rebus yang baru saya makan sejam sebelumnya, masih terasa penuh di perut. Tapi melihat banyaknya pengunjung yang makan dengan lahap, selera makan saya pun timbul lagi. Ini soto langganan Sultan dan keluarga. Juga para seniman Jogja.

Semangkuk soto dengan perkedel kentang dan paha ayam goreng itu pun ludes dalam hitungan 15 menit. ‘’Kita lanjut ke Sleman. Saya kenalkan pada Dewi Kembar,’’ kata Erwan memecah kesunyian.

Setengah jam perjalanan dengan mobil pribadi, sampailah kami di sebuah dusun yang asri. Selepas gerbang desa, kami disambut ribuan pohon salak pondoh di sepanjang jalan desa. Pelepah salak yang menjulur-julur itu membuat jalan desa terasa teduh.

Tak lama kemudian, kami tiba di halaman sebuah rumah joglo. ‘’Di sinilah Dewi Kembar itu,’’ terang Erwan.

Sampai saat itu, saya masih penasaran dengan Dewi Kembar. Saya membayangkan Dewi Kembar adalah sebutan untuk dua perempuan cantik.

Ternyata, Dewi Kembar bukan sebutan wanita cantik berwajah identik. Dewi Kembar merupakan kependekan dari Desa Wisata Kembang Arum. Sebuah desa yang berada di wilayah Sleman.

Walau tidak sesuai bayangan, saya toh akhirnya tetap jatuh cinta pada desa wisata itu. Apalagi setelah bertemu dengan Heri Kustriyatno, pengelola Dewi Kembar. ‘’Setiap bulan yang berkunjung ke sini berkisar 10 rbu orang,’’ papar Heri.

Penulis (kanan) bersama pengelola Dewi Kembar Heri Kustriyatno (tengah) dan Erwan Widyarto (Cowas Jogja).

Bila setiap orang harus membelanjakan duit Rp 100 ribu, desa wisata itu bisa menghasilkan uang Rp 1 miliar per bulan. Cukup besar untuk sebuah bisnis di pedesaan. ‘’Itu baru paket termurah. Paket termahal di sini Rp 3 juta per orang,’’ terang Heri.

Mengapa begitu banyak orang tergila-gila dengan Dewi Kembar? ‘’Tentu karena konten kami sangat berbeda,’’ jelas Heri.

Pertama, Dewi Kembar menawarkan suasana pedesaannya yang unik dan tiada duanya. Dewi Kembar menampilkan wajah pedesaan di Sleman yang asri namun modern. Alami namun teratur dan tertata.

Kedua, tentu karena kreativitas orang-orang di dalamnya. Dikonsep sebagai desa wisata berciri khas kebun salak pondoh, Dewi Kembar berhasil memperlihatkan kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat Jawa di sentra perkebunan salak itu.

Banyak yang datang ke tempat itu untuk outbond, susur sungai dan kegiatan alam lainnya. Saya pun bertemu dengan rombongan guru dari kota saya, Grobogan. Mereka memilih paket outbond.

Nah, bila Anda penasaran dengan Dewi Kembar, datanglah ke sana. Saya yakin, Anda akan jatuh cinta!

Saya sudah membuktikannya. (jto)

 

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda