Julukan Joko Umbaran Buat Persegres

Penulis (Arif Novantadi) ketika Umroh Desember 2015. (Foto: CoWasJP.com)

COWASJP.COM – style="text-align:center">CaTaTan: Arif Novantadi

(Saat menjadi wartawan olahraga Jawa Pos yang ngepos di Gresik)

GEGAP gempita persiapan tim sepakbola Indonesia tahun 1992 begitu membahana di seluruh tanah air. Setiap wilayah yang memiliki tim Divisi Utama PSSI (saat itu Divisi Utama kasta terpuncak sepakbola Indonesia) selalu diagung-agungkan semua pihak. Segala kalangan. Tidak peduli kaya atau miskin. Tua muda. Semua membahanakan tim sepakbolanya masing-masing. Beruntung di Jawa Timur, waktu itu, ada dua tim yang kelasnya sudah masuk Divisi Utama. Yakni Persebaya Surabaya dan Persegres Gresik.

Riang gembira memberikan dukungan itu pun tidak mengenal kasta. Istilahnya, mereka semua bahagia menjadi suporter tim sepakbola. Tidak hanya pejabat, karena juga ada penjahat (koruptor, tukang copet, dan lain-lain). Presiden sampai pesinden pun turut hanyut. Namun, berbeda dengan Persegres Gresik. Pejabatnya (eh maaf, Bupati-nya) tidak segera turun tangan. Tidak secepatnya membaur dengan masyarakat sepakbola. Sesaat itu, lho ya.

Tidak seperti pejabat atau petinggi pemerintah lainnya. Di Gresik, tim sepakbola yang sudah berkelas Divisi Utama ini dibiarkan begitu saja. Diumbar belaka. Memang sangat beralasan sih. Karena tim Persegres Gresik sudah didukung dua raksasa BUMN (Badan Usaha Milik Negara), PT Petrokimia Putra dan PT Semen Gresik. Apalagi, saat itu, dua perusahaan negara ini sedang gagah-gagahnya dengan kondisi keuangan.

nov-dan-habibi-anyapaIG9.jpg

Penulis bersama BJ Habibie (mantan Presiden RI), (Foto dan ilutrasi: CoWasJP.com)

Tetapi, untuk mengejar prestasi yang tinggi bagi tim sepakbola kan bukan hanya masalah uang belaka. Ada latihan. Ada semangat. Ada motivasi. Ada dukungan, yang tidak hanya masalah finansial belaka. Juga diperlukan rasa kebersamaan semua pihak yang seharusnya terlibat secara langsung, karena membawa nama daerah di mana mereka tinggal. Sudah barang pasti, orang nomor satu-nya juga harus dan wajib terlibat dong.

Kondisi itu, terkatung-katung begitu lama. Soal waktu memang relatif. Tetapi, sampai menjelang tim sepakbola ini sudah nyaris berangkat menuju Jakarta untuk bertanding di Babak 12 Besar Nasional di Gelora Bung Karno, Jakarta, masih saja diumbar. Setiap saat dan setiap hari pun, semua koran menulis soal ini. Tidak kurang dari berbagai koran yang ada di Jawa Timur. Saya dari Jawa Pos. Ada Surya, Surabaya Post, Memorandum, Karya Dharma, Suara Merdeka, Kompas, Suara Karya, dan lainnya.

Sebagai wartawan Jawa Pos, saya mengidekan sebuah julukan buat Persegres. Ini mungkin penting, karena Persebaya Surabaya sudah punya banyak julukan. Ada Bledug Ijo. Ada Green Force. Persib Bandung dijuluki Pangeran Biru. Melalui tulisan yang dimuat Jawa Pos sebesar dua kolom, saya mengawali menulis adanya sayembara memberi julukan buat Persegres. Berminggu-minggu sayembara ini dilaksanakan. Sementara, Harian Surya sudah memberikan julukan ‘’Kelelawar Hitam’’. Julukan ini sempat dibuatkan baliho besar di Stadion Petrokimia.

Jawa Pos belum apa-apa. Pengusul julukan pun akhirnya hanya enam (angka 6) saja masuk Redaksi Jawa Pos. Padahal, saya sudah meminta Bagian Pemasaran Jawa Pos sebanyak 50 lembar kaos berlogo Jawa Pos untuk pelaksanaan sayembara ini. Kaos-kaos itu akan diberikan sebagai ucapan terima kasih kepada para pengusul. Meski akhirnya hanya enam biji. Maklum Jawa Pos belum popular sama sekali di Gresik. Masih masa jayanya Surabaya Post. Koran Surya malah sudah top.  Jawa Pos masih ala kadar ada.

Tidak sukses di sayembara, saya terus berupaya mendekati  siapa pun aktor sepakbola di Gresik. Eh, pada suatu saat, Manajer Tim Persegres Gresik dr Sugeng Suparlan, nyeletuk: ‘’Lha iyo, tim sepakbola Divisi Utama begini koq diumbar thok.’’ Celetuk-an itu jelas terarah ke Bupati Gresik. Celetukan itu pun muncul di Jawa Pos. Sejak saat itu terus-menerus semua koran menulis, betapa dahsyatnya tim Persegres ‘diumbar’ Bupati-nya.

nov-dan-disFfIoD.jpg

Penulis foto bersama dengan Dalan Iskan (Foto dan ilutrasi: CoWasJP.com).

Sampai pada suatu hari. Di lapangan sepakbola milik PT Semen Gresik. Tercetuslah ide, terus terang saya yang memunculkan, Persegres diberi julukan Joko Umbaran. Hanya dari kata-kata yang dicetuskan dr Sugeng Suparlan: ‘’…diumbar…’’ tadi. Tapi, dr Sugeng tidak mau menanggung resiko untuk dicantumkan sebagai pencetus julukan Joko Umbaran itu. ‘’Kan yang membuat julukan Joko Umbaran itu sampeyan,’’ kilah dr Sugeng.

Tidak kurang akal. Tinggal menyebut sebuah nama, tertulislah berita di Koran Jawa Pos, sebuah nama julukan baru buat Persegres, yakni Joko Umbaran. Saat penyerahan kaos Jawa Pos oleh pengurus Persegres kepada pengirim surat ke Redaksi Jawa Pos, dianggap pemenang tidak bisa hadir. Simple. Mudah. Dan, gampang kan. Tapi, julukan Joko Umbaran segera membahana ke seluruh Indonesia. Persegres adalah Joko Umbaran.

ulukan buat Persegres dari koran lain, tenggelam begitu saja. Karena masyarakat Gresik ternyata lebih menyukai julukan Joko Umbaran untuk tim Persegres tercinta-nya. Ada rasa heroik-nya. Ada semangat kejuangannya. Ada motivasi untuk berlaga lebih garang pada helatan Kompetisi Divisi Utama ini. Ada banyak sekali nilai-nilai lebih yang tersandang pada nama Persegres Gresik. Yang sangat pasti, julukan Joko Umbaran itu memberikan era baru bagi perjuangan Persegres dalam meraih prestasi puncaknya. Tidak itu-itu saja.

nov-dan-prabowo-anyarOhIko.jpg

Penulis bersama Prabowo Subianto, (Foto dan ilutrasi: CoWasJP.com)

Begitu membahananya julukan Joko Umbaran di bumi Gresik, membuat Dahlan Iskan, Big Boss Jawa Pos kepincut. Suatu malam, secara khusus menemui saya. Seperti biasa, sambil merangkulkan tangannya di pundak saya, Dahlan Iskan bertanya. Siapa sebenarnya yang memberi nama julukan Joko Umbaran itu? Dalam pemberitaan, memang akhirnya sumir. Siapa yang memberi nama julukan itu?

Duh, berkecamuk juga pikiran saya. Sebab, bisa saja saya disebutnya pembohongan publik.  Bisa disebut rekayasa berita. Bisa dikatakan mengelabui masyarakat pembaca Jawa Pos. Bisa…. Bisa…. Macam-macam lah. Tapi, betapa kaget, ketika Dahlan mengatakan: ‘’Saya salut julukan Joko Umbaran itu. Semangat heroik-nya itu kental banget. Kalau mereka meminta, saya mau menjadi Manajer Tim-nya.’’ Hah. Dahlan Iskan mau menjadi Manajer Tim Persegres?

Apa pun kondisinya, pernyataan Dahlan itu saya sampaikan kepada Pengurus Persegres. Ternyata gayung bersambut. Bener-benar bersambut. Besok malamnya, rombongan dari Gresik pun datang ke Redaksi Jawa Pos di Jalan Karah Agung, Surabaya. Mereka mendaulat Dahlan Iskan menjadi Manajer Tim Persegres. Tapi, karena peraturan PSSI, Dahlan adalah pengurus harian Persebaya, sehingga tidak bisa menjadi manajer tim lain. Walau tetangga super dekat.

Sebagai obat pelipur lara, akhirnya Pak Dahlan memberi Persegres sumbangan sekian ratus juta untuk pelaksanaan Kompetisi Divisi Utama itu. Ini sebabnya, Persegres dengan julukan Joko Umbaran melenggang begitu lancar menuju Jakarta. Julukan itu membawa nikmat buat Persegres. Sampai akhirnya lolos dengan prestasi puncak pertamanya dan satu-satunya: Menembus Enam Besar Divisi Utama.

nov-jempol-anyarQfmAt.jpg

Penulis saat melaksanakan umroh Desember 2015.  (Foto dan ilutrasi: CoWasJP.com)

Dampak pemberian julukan Joko Umbaran yang prestatif buat Perseegres, ternyata berdampak positif juga buat Jawa Pos. Pembeli dan pelanggan Koran Jawa Pos di Gresik kian meledak. Sampai pada suatu hari, ada seseorang yang mendatangi saya di Kantor Jawa Pos Biro Gresik, menyatakan ingin dibantu diperkenalkan pimpinan pemasaran Jawa Pos. Saat itu masih gegap gempitanya keberlangsungan kompetisi sepakbola nasional.

Setelah bertemu salah satu pimpinan pemasaran Jawa Pos, dia –seperti—mendadak menjadi Agen Besar Jawa Pos di Gresik. Belakangan saya tahu, dia adalah Agen Besar Koran Surabaya Post. Perlahan namun pasti, akhirnya Surabaya Post pun ‘mati’ di Gresik. Gara-gara dilibas Joko Umbaran juga kah? *

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda