Mengangkat Fabel, Lu-Bangdul Berliterasi
Bahkan sebelum saya terserang stroke, saya pun mengajar ekskul jurnalistik di sekolah itu. Ekskul ini memang untuk memberi dasar-dasar penulisan kepada siswa.
SelengkapnyaBahkan sebelum saya terserang stroke, saya pun mengajar ekskul jurnalistik di sekolah itu. Ekskul ini memang untuk memberi dasar-dasar penulisan kepada siswa.
SelengkapnyaTulisan terakhir antara Dahlan Iskan dan Bondet, ternyata menuai protes. Banyak yang minta saya menulis sedikit bocoran.
SelengkapnyaIni bagian akhir saya menulis kisah ini. Masih banyak lagi pengalaman lebih seru, tapi itu akan aku tulis dalam buku True Story 2 BONDET (Sisi Hitam Seorang Wartawan) Silakan tunggu tanggal terbitnya.
SelengkapnyaMadiun,…hem…akhirnya aku kembali ke Madiun. Sebuah kota penuh kenangan yang mengukir jiwaku.
SelengkapnyaKalau saya boleh jujur, apa yang ditularkan Dahlan kepada anak buahnya memang sangat membekas dan akhirnya bisa menjadi bagian dari kehidupan kita.
SelengkapnyaTahun 1987, tepat 10 tahun berprofesi sebagai jurnalis, atau 2 tahun sebagai kepala Biro Madiun. Berarti dalam karierku sebagai jurnalis, saya hanya menikmati 8 tahun saja sebagai news hunter.
SelengkapnyaBegitu Jawa Pos dipegang Grafity Press dengan manajemen baru (yang saya pahami honornya naik tikel tekuk), semangat saya dalam memburu berita bagaikan api digrujug bensin, eh….sekarang pertalite ya…hehehe.
SelengkapnyaSiang itu di bulan Maret 1982 saya terkaget-kaget saat pak pos menyerahkan pos wesel. Saya memandangi tulisan nominal di wesel itu seolah tak percaya.
SelengkapnyaAntara Dahlan Iskan dan Bondet (lanjutan)Sebenarnya aku dan Dahlan iskan kenal sudah lama sekali, sebelum ia menjadi komandan Jawa Pos tahun 1982.
SelengkapnyaSaya tidak tahu, mengapa di penghujung malam ini tiba-tiba terketuk untuk menulis secuil kenangan bersama Dahlan Iskan yang kini meringkuk dalam sel tahanan.
SelengkapnyaHalaman 1 dari 1