Ekspedisi Batin (10): Cermin Hati di Ruang Digital

Photo: Bing AI/Indonesia AI Academy

COWASJP.COMKITA patut mengucap syukur Alhamdulillah. KPU sudah selesai menetapkan pemenang Pemilu 2024. Lebih bersyukur lagi negeri ini tetap terjaga: aman, damai, kondusif. 

Suasana ruang digital kita juga jauh lebih baik meski masih ada kata dan aura negatif yang muncul menjelang dan pasca Pemilu. Namun suasana digital kita sekarang jauh lebih baik dari Pemilu 2019 lalu. 

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengakui itu. Dalam rapat dua hari lalu terungkap bahwa menurut data-data Kominfo, suasana ruang digital Indonesia lebih baik dibanding Pemilu 2019. Bahkan sangat lebih baik.

Kemenkominfo telah men-take down atau menurunkan 1.971 berita hoaks, ujaran kebencian, atau ucapan bohong terkait Pemilu 2024 di ruang digital. Kondisinya itu jauh lebih ringan dibanding 2019 lalu yang mencapai ratusan ribu. Itu berarti bahwa hoaks, ujaran kebencian, berita bohong menurun sangat signifikan.

Energi positif Ramadan yang sudah berjalan 10 hari ini tampaknya benar-benar men-down grade kenegatifan ruang digital (ruang media sosial) yang sekarang menjadi cermin mulut kita. Setidaknya energi Ramadan membuat hati sebagai cermin jiwa seseorang mampu mengubahnya menjadi baik.  

Sabda Rasulullah tentang hati (qalbu) bisa dirasakan kebenarannya. Beliau bersabda; "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama hati (qolbu).” (HR Bukhari dan Muslim). 

Hati’ atau qalbu inilah sebenarnya pangkal keindahan dan kemuliaan. Kunci keindahan yang sesungguhnya adalah kemampuan seseorang merawat serta memperhatikan hati. 

Dalam mengekspresikannya, hati tercermin dari apa yang diucapkan, disampaikan, dan dijalankan manusia dalam kesehariannya. Dalam era teknologi modern sekarang ini, ekspresi itu ditunjukkan dalam bermedia sosial yang memiliki algoritma jitu dalam ruang khusus (cyber getto) dan ruang gema (echo chamber) tersendiri. 

Energi Ramadan Ubah Hati 

Di ruang digital inilah energi Ramadan mewarnai. Bulan yang ditaburi seribu cahaya keimanan. Cahaya yabg mampu membimbing perjalanan hati menapaki jalan kearifan. Energi cahaya yang mampu menjadi tour guide  ekspedisi batin dalam menelisik isi hati, menemukan hakikat diri yang tersembunyi di balik tabir kehidupan.

Apa yang keluar dari hati di ruang digital seumpama ceret (teko) yang senantiasa mengalirkan isi berdasarkan apa yang dipenuhinya. Demikian pula hati manusia, wadah ini merefleksikan esensi keberadaannya melalui kata dan gerak-gerik jempol. Hati, bagai kanvas putih, menangkap dan mengekspresikan warna-warni pengalaman, menjadi saksi bisu atas tarian pikiran dan perbuatan.

Atas tarian pikiran dan perbuatan itu energi Ramadan mengubahnya. Tarian yang jelek diubah menjadi indah gemulai. Inilah salah satu keistimewaan Ramadan. Bulan di mana langit terbuka lebar, mengajarkan bahwa kekhawatiran dan ketakutan adalah ilusi yang mengepung jiwa, menutupi cahaya kepercayaan yang seharusnya bersinar terang menyambut kehadiran-Nya. 

Allah, dalam kebesaran-Nya, mengungkapkan cinta pada hati yang lemah lembut. Hati yang lembut, laksana bulu yang ringan, mampu mengarungi angkasa tanpa beban, menari mengikuti irama ketenangan. Dalam lembutnya hati, terbentang ruang bagi kemurahan Allah. 

Allah seolah menegaskan bahwa langit dan bumi mungkin terlalu sempit untuk zat-Nya, namun hati seorang mukmin, dengan kelembutan dan kedamaiannya, menjadi istana yang luas bagi kehadiran-Nya. Dalam Hadis Qudsi, Allah berfirman bahwa Ia tidak akan menemukan tempat yang cukup di langit maupun di bumi, namun hati orang mukmin yang lemah lembut adalah rumah bagi-Nya. 

Ini bukan sekadar metafora.  Namun sebuah pernyataan mendalam tentang bagaimana hati yang lemah lembut, penuh dengan cinta dan ketundukan, dapat menjadi tempat bagi kehadiran ilahi yang tak terhingga.

Kondisi hati, bukan semata-mata urusan pribadi, melainkan penentu utama dalam mengarungi kehidupan. Hati yang baik dan lemah lembut bukan hanya sekadar simbol kebaikan, melainkan juga pondasi yang kuat untuk membangun peradaban yang beradab. Sebab, dari lubuk hati inilah sumber segala pemikiran dan tindakan bermunculan. Seperti pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, demikian pula hati yang bersih melahirkan perbuatan yang mulia.

Menjunjung tinggi pentingnya memiliki hati yang lemah lembut merupakan panggilan untuk terus mengasah diri, menjernihkan hati dari segala kekotoran dan noda. Setiap detik dalam kehidupan adalah kesempatan untuk mengisi ulang 'ceret' hati dengan kebaikan, kebijaksanaan, dan ketulusan, sehingga apa yang mengalir keluar adalah kesucian yang memancar dari dalam.

Tidak ada ruang untuk kekhawatiran atau ketakutan berlebih dalam hati yang telah diterangi dengan cahaya kepercayaan kepada Allah. Bagi orang mukmin, kepercayaan ini bukan hanya pelindung, tapi juga pendorong yang memberikan kekuatan untuk menghadapi gelombang kehidupan. Seperti kapal yang melaju di tengah lautan, kepercayaan kepada Allah adalah layar yang mengembang, menangkap angin, mengarahkan ke tempat yang diinginkan.

Dalam tafsir kehidupan, baik dan buruk bukan hanya sekedar hitam dan putih, melainkan cerminan dari apa yang terukir di hati. Hati yang lembut dan bersih akan memantulkan cahaya, sementara hati yang kotor dan gelap akan menyerap segala cahaya, meninggalkan kehampaan. 

Ibarat bintang yang bersinar di langit malam, kebaikan seseorang akan terpancar dari hati yang murni, mencerahkan lingkungan sekitar dengan tindakan yang berarti.

Dalam suasana bangsa yang berada pada mode suasana politik, patut disyukuri bahwa hati-hati insan yang panas bisa dingin oleh Ramadan. Ramadan mengubah hati. Sehingga output hati di ruang digital bisa terkontrol lebih baik. Meski pun masih juga banyak yang kurang baik. Dan itu adalah cerminan hati. Wallahu a'lam bis shawab. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda