Menikmati Rasa Sakit karena Syaraf Terjepit (3-Habis)

Berat Badan dan Hati yang Tenang Kunci Penyembuhan

Kondisi Tofan Mahdi saat ini. (FOTO: Dok. Tofan Mahdi)

COWASJP.COM – Tulisan ketiga ini (sementara) akan menutup seri tulisan saya tentang pengalaman syaraf terjepit. Karena saya akan fokus dulu untuk melewati fase-fase kritikal pemulihan dan penyembuhan. 

Pengobatan dan fisioterapi seperti sekarang, operasi bedah syaraf, atau ada jalan keluar yang lain. Wallahualam, pastinya doa dari teman-teman yang sangat kami harapkan.

BERAT BADAN

“Bapak setidaknya bisa turun 15 kg. Itu akan mempercepat pemulihan karena beban di kaki bisa lebih ringan,” kata dokter spesialis syaraf yang menangani saya. 

Bukan bermaksud saru, tapi kenyataannya begitu. Berat badan 92 kg dengan tinggi 169 dianggap tidak
ideal. Pasien HNP (hernia nukleus pulposus) atau syaraf terjepit yang kelebihan berat badan lebih sulit disembuhkan. Apalagi posisi terjepitnya seperti saya di L3 L4 yang merupakan pusat syaraf ke kaki.

“Targetnya dua minggu turun satu kilo ya Pak,” kata ahli gizi yang akhirnya dilibatkan dalam penanganan syaraf terjepit yang saya alami.

BACA JUGA: Nyeri Menjalar ke Kaki, Tidur Pun Menangis​

Concern dokter tentang berat badan ini tidak saya protes sama sekali. Saya melirik ke istri saya yang setia mendampingi selama perawatan ini. 

Dia tersenyum. Tersenyum karena saya bandel sejak lama
diminta diet dan olahraga, tidak pernah digubris. Hingga sakit HNP lah yang mengharuskan saya untuk menguruskan badan, jika memang ingin cepat pulih dan beraktivitas kembali.

“Jika badan lebih ringan, beban kaki juga akan lebih ringan Pak. Setelah kena syaraf terjepit, rata-rata orang jadi kurusan Pak,”’ kata dokter syaraf tadi. 

Tidak ada pilihan, agar beban syaraf L3 L4 lebih ringan dan semoga bisa kembali normal, idealnya berat badan saya bisa 70-75 kg. Kembali seperti 15 tahun lalu saat awal hijrah ke Jakarta. Bisakah? Harus diupayakan.

HATI YANG TENANG

Kabar tentang saya sakit syaraf terjepit “bocor” 4 hari setelah saya menjalani perawatan di rumah sakit, Sejak itu, telepon terus berdering. Pun japri WA. 

“Nomormu tak kasihkan dr Sofyan. Nanti tim nya akan menghubungi dik Tofan,” kata Dr Leo Herlambang, Wakil Rektor UISI (Universitas Internasional Semen Indonesia) dalam sebuah pesan di WhatsApp. Mas Leo, demikian saya memanggil, adalah seorang mentor dan sahabat yang sudah seperti kakak sendiri. Beliau pernah mengalami syaraf terjepit dan sukses ditangani dr Sofyanto dan tim dari National Hospital Surabaya (NHS). 

tofan.jpg1.jpgTofan Mahdi dan isteri tercinta. (FOTO: infosawit.com)

“Dr Sofyanto dan tim siap terbang ke Jakarta membantu dik Tofan,” kata Mas Leo. Saat ini, hasil MRI saya dalam proses pengiriman ke tim NHS. 

Terima kasih Mas Leo, opsi ke dr Sofyanto sudah masuk dalam daftar pilihan tindakan. 

“Ke dokter Luthfi Gatham, Premier Bintaro. Nothing to worry, PELD saja, dua hari pulang,” kata Mas Ichsan, teman sekantor yang sukses pulih dari HNP dengan operasi PELD (Percutaneous Endoscopic Lumbar Decompression) atau operasi endoskopi tulang belakang. Opsi ini juga saya pertimbangkan.

BACA JUGA: Berawal dari Angkat Koper, Pinggang Kedengkek

Puluhan japri para sahabat memberikan berbagai rekomendasi dan saran. Pun, tadi malam (11/6/2023) sebuah japri masuk dari seorang eksekutif senior Grup Astra, Pak Pongki Pamungkas. 

“Aku berobat ke Prof DR. Dr. Yusuf Misbach. Hasilnya baik, alhamdulillah. Sakitku sdh nyaris hilang sama sekali. Kalau pas waktu mengijinkan, aku boleh nelp Tofan ?” Pesan Pak Pongki di japri WA.

Merasa sungkan jika hanya WA, saya langsung telepon Pak Pongki yang hampir 30 menit bercerita tentang pengalaman beliau saat terkena syaraf terjepit dan sembuh tanpa operasi. Praktik Prof Dt Yusuf Misbach di RS Abdi Waluyo.

Perhatian yang besar dari para mentor, senior, dan sahabat lainnya membangkitkan semangat saya untuk sembuh. Tentu saya senang dan saat ini harus melakukan ikhtiar terbaik dan istikharah, jalan keluar  mana yang akan saya pilih. 

Di tengah berbagai kegalauan, seorang sahabat datang. Datang dan duduk di samping saya di bed RS tempat saya dirawat. 

“Atas izin Allah, Mas Tofan pasti akan sembuh. Kuncinya satu, hati yang tenang,” kata Bang Nibras Salim, senior di KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam), yang saat ini cukup sering mendampingi.(*)

Penulis: Tofan Mahdi, Mantan Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos - [email protected],

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda