Sang Begawan Media

Tuhan Uang

Menkes Budi Gunadi Sadikin akan melakukan revolusi dalam "memproduksi" para spesialis. Yang bertugas mencetak spesialis bukan lagi fakultas kedokteran. Tapi rumah sakit. Luar biasa! (FOTO: katadata.co.id)

COWASJP.COM – PARA calon dokter spesialis ini berdialog langsung dengan menteri mereka: Budi Gunadi Sadikin. Selama dua jam lebih. Lewat zoom. Kemarin malam.

Yang dibicarakan begitu banyak: termasuk soal darah biru, insentif, dan siapa yang seharusnya melahirkan dokter.

Dokter Jagadhito, yang baru lulus spesialis jantung, tidak setuju dengan pernyataan Menkes bahwa hanya yang punya darah biru yang bisa ikut program spesialis.

"Ini bukan soal darah biru. Ini lebih karena menjadi spesialis itu biayanya mahal. Hanya yang punya uang yang bisa ikut spesialis," kata Jagadhito yang lulus dari FK Unair tapi mengambil spesialis jantung di UGM. Putra mantan rektor ITS ini menjadi residen di RSUP dr Sardjito Yogyakarta. 

Ia menunjukkan foto temannya yang bertugas di pusat kesehatan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Ibunya janda. Ia tidak berani menjadi spesialis. Itu karena ia masih harus membiayai adik-adiknya.

Menkes tidak menolak pendapat Jagadhito. Tapi ia juga mengemukakan pengalaman pribadinya. "Saya ini begitu banyak dimintai rekomendasi oleh mereka yang mau masuk spesialis," kata Budi Sadikin. "Mereka bilang, tanpa rekomendasi itu akan kalah dengan yang punya darah biru kedokteran," tambahnya.

Soal mahalnya biaya menjadi spesialis diceritakan Jagadhito. Sambil setengah protes. Ia seperti membawa aspirasi sesama residen –dokter yang magang di rumah sakit sebagai proses menjadi spesialis.

Dokter residen itu biasanya ditugaskan di malam hari. Sampai pagi. Selesai tugas belum bisa pulang. Harus membuat laporan: apa saja yang dilakukan sepanjang malam. Lalu membuat tesis. Setelah itu baru bisa istirahat.

Apalagi selama Covid-19. Ketika banyak dokter spesialis ''takut'' ke rumah sakit. Praktis dokter residen yang mau tidak mau menjadi ujung tombak. 

Mereka tidak berani takut. Mereka ingin segera lulus menjadi spesialis.

Rumah sakit adalah bangku kuliah bagi para calon spesialis. Tidak perlu pergi ke universitas. 

Sering dengan bangga mereka mengatakan ''jadi dokter residen itu lebih sibuk dari dokternya''. Mereka tidak seperti sedang kuliah. Mereka sudah seperti dokter tetap di rumah sakit. 

Tapi, sebagai mahasiswa, mereka tetap harus membayar uang kuliah. Kalau ditotal, SPP-nya saja, bisa mencapai Rp 150 juta. 

Maka inilah dokter yang tidak bisa cari uang karena kuliah, bekerja penuh sebagai dokter di rumah sakit, masih harus membayar pula.

Itu menjadi salah satu penyebab mengapa sulit mencetak spesialis. Akibatnya jumlah dokter spesialis sangat kurang.

Menkes tidak sependapat kalau persoalannya bukan jumlah melainkan penyebarannya. "Saya siap berdebat dengan siapa pun soal ini. Asal debat ilmiah. Pakai data," katanya. "Penyebarannya memang kurang bagus. Tapi jumlahnya juga sangat kurang," katanya. 

dokter.jpg

Di forum itu lantas dibicarakan soal kemampuan universitas memproduksi spesialis. Jumlah fakultas kedokteran hanya 92. Yang punya spesialis hanya 20. Kemampuan tiap tahunnya sudah terbukti segitu. Bagaimana bisa mengejar kekurangan spesialis. "Sampai kita mati pun belum akan terkejar," kata Budi Sadikin. "Kita ini sudah 77 tahun merdeka. Mengapa belum juga bisa memenuhi amanat kemerdekaan," tambahnya.

Maka Menkes bertekad akan mengubah semua itu. Sudah terbukti: dengan cara sekarang ini tidak akan mampu mencetak spesialis yang cukup. 

Maka sebentar lagi yang bertugas mencetak spesialis bukan lagi fakultas kedokteran. Tugas itu beralih ke rumah sakit. 

Yang meluluskan spesialis bukan lagi fakultas kedokteran, tapi rumah sakit. Bukan kementerian pendidikan tapi kementerian kesehatan. 

"Yang merasakan perlunya spesialis adalah rumah sakit. Toh kuliah mereka juga di rumah sakit," katanya.

Maka, kalau yang mencetak spesialis nanti bukan lagi universitas mereka tidak perlu lagi membayar uang kuliah. "Dan lagi, jumlah rumah sakit jauh lebih banyak daripada fakultas kedokteran," ujar Budi Sadikin.

Kalau ''university base'' benar-benar berganti menjadi ''hospital base'' ini sebuah transformasi yang besar di dunia kedokteran dan kesehatan.

Menkes pun blak-blakan mengungkapkan: mengapa universitas sebesar Gadjah Mada tidak punya program spesialis paru. "Itu hanya karena prodi penyakit dalam tidak rela ada program spesialis paru," katanya. "Ini sangat tidak masuk akal. Tidak ilmiah sama sekali," tambahnya.

Hal serupa terjadi di Universitas Sriwijaya, Palembang. Di sana tidak bisa membuka spesialis jantung. "Penyebabnya hanya karena program spesialis lain tidak setuju," katanya.

Sentimen-sentimen seperti itu tidak akan terjadi kalau untuk menjadi spesialis sudah beralih ke ''hospital base''. "Toh di berbagai negara memang begitu. Semua melakukan hospital base," katanya. 

Maka Menkes bertekad akan membuka program spesialis di Papua. Ia mendengar banyak yang mengingatkan soal kualitas dokternya nanti. Tapi ia mengajukan pertanyaan yang harus dijawab: so what? 

"Apakah kita membiarkan begitu saja mereka ditangani dukun?" katanya. "Meski hasilnya nanti, katakanlah, tidak sebaik yang di Jawa, pasti masih lebih baik dari dukun," tambahnya sambil menahan senyum. 

Menkes juga mengatakan: akan merombak sistem teknologi di seputar lab dan apotek. "Nanti data dari lab dan apotek harus masuk ke dalam satu sistem digital," katanya. "Data itu akan terhimpun dalam big data yang bisa dipertukarkan," tegasnya.

Dengan demikian seluruh hasil pemeriksaan darah, USG, rontgen, CT scan, MRI, dan seterusnya akan menjadi satu data nasional bidang kesehatan. Dari sini peta penyakit di Indonesia akan bisa dianalisis.

Posyandu pun akan direvitalisasi. Termasuk akan diberi alat rapid test untuk mendeteksi beberapa penyakit. Dengan demikian posyandu bisa mendeteksi penyakit masyarakat jauh lebih dini. Keperluan pergi ke lab yang biayanya lebih mahal pun berkurang.

Salah satu residen dari Bukittinggi menyampaikan soal bully dari senior. Namanyi: Diniy Miftahul. Dia lulusan Universitas Andalas Padang yang mau jadi spesialis kandungan. "Sudah waktunya diakhiri," ujar Diniy.

Menkes sudah mendengar semua bentuk bully seorang senior pada residen. Mulai dari disuruh beli makanan, mencarikan lapangan untuk olahraga, sampai minta dibelikan sepatu. "Tolong Diniy nanti, kalau kelak jadi senior, jangan melakukan itu," pinta Menkes.

Dalam proses pendidikan spesialis, senior (mentor) memang sangat menentukan. Senior itu yang mendidik, membina, mengarahkan, menularkan ilmu, sampai memberikan nilai. 

Bully itu rupanya sudah turun-temurun. Yang mem-bully itu dulunya juga di-bully.

Begitu banyak yang ikut diskusi di forum zoom tersebut. Juga merata. Dari semua provinsi. Mulai Aceh sampai Papua. Inilah forum pertama dalam rangka transformasi bidang kesehatan. "Saya ingin mendengarkan langsung dari para dokter," katanya kepada Disway.

Dulu ia pernah melakukan acara serupa tapi terkait dengan penanganan Covid-19.

Memang sejak ada otonomi daerah ada sisi negatif soal penempatan dokter. Tapi Budi Sadikin sudah menemukan cara: "Daerah yang tidak memberi gaji yang baik bagi spesialis akan kami kunci. Anggaran dari pusat untuk proyek rumah sakit daerah tidak bisa dicairkan," katanya.

Sanksi lewat uang itu akan dilakukan dengan alasan ini: orang itu tidak hanya takut kepada Tuhan, tapi juga kepada uang. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan

Edisi 6 Desember 2022: Juara Kopi

mzarifin umarzain

Tujuan makan kopi agar tak ngantuk? Saya tak mau ketagihan kopi. Saya makan kopi bila sedang di pertemuan/rapat, ngantuk; sedang nyetir mobil, naik motor, ngantuk. bila ada minuman kopi, saya minum. bila tak ada minuman kopi, saya makan serbuk kopi langsung saja, tanpa gula. merasakan pahit nya kopi. asli. yg murahan saja. yg 500 rp sebungkus nya. ada kopi tahlil. kopi jahe. kopi susu. 

Tantahara 

Pautan itu mungkin nama pemilik kebun ya = Pak Utan. Tapi kalau Musara itu sepertinya nama tempat di Kecamatan Pegasing, Kab Aceh Tengah. Pantan Musara (kira-kira 1500 mdpl). Letaknya 32 Km dari Kota Takengon, Ibu kota Aceh Tengeh, atau 50 Km dari Bandara Rembele Kab Bener Meriah. Rembele bisa ditempuh dengan penerbangan dari Kualanamu 45 menit.

Mediaplus Apps

Chrome Gagal, Opera Mini Gagal, Hanya Opera Biasa yg bisa login di Disway. Pas banget overa juga ada vpn gratis, jadi kalau ada niat iseng cari full video kebaya merah, barangkali bisa bypass satpam onlen.

Agus Suryono

@pak LBS Kalau saya selalu ngopi Pagi/ Siang/ Sore / Malam itu karena.. 1. Di rumah saya di Yogya, airnya sumur. Jadi kalau minum air putih, ada "bau", seperti bau tanah. Nah, org tua membiasakan minum teh, meski teh "cair" tanpa gula. Jaman itu belum ada Aqua. Jadi intinya sy tidak terbiasa minum air putih. 2. Setelah merantau di Ambon, saya tetap tidak terlatih minum air putih. Jadi pagi siang sore malam, minumnya kopi. Karena makan di awal2 selalu di warung. Setelah akhirnya masak sendiri, kebiasaan ngopi sudah melekat. Maka kurbannya ya lambung itu.. Nah sekarang, saya hanya ngopi kalau disodori kopi Bali. Gak bisa nahan.. Maka sebelum ngopi, minum Promaag dulu. Yang double actuion, baru ngopi.. #supaya lambung gak protes..

Kalender Indonesia Lengkap

Mohon info, dimana ada pelatihan lidah emas, soalnya saya masih belum ngegarap dua bungkus besar kopi semendo oleh-oleh teman Palembang. Masih setiya ke warkop 24 jam, nyruput ABC Susu (Bukan Punya Perawan). 

Jokosp Sp

Nikmatnya kopi sama dengan nikmatnya durian. Jadi cobalah makan durian, bisa pilih durian unggulan Bawor Banyumas, Musang King, Super Tembaga Bangka, Duri Hitam dengan minuman kopi asli tanpa gula. Warbiasyahhhhhhh nikmatnya. Dengan durian lokal Indonesia yang begitu banyak, Abah harus ikut mengangkat keunggulan kopi dan durian Indonesia dari mulai Aceh sampai Papua. Seperti yang pernah kami lihat di you tube, Abah sering - seringlah kunjungan ke kebun kopi atau kebun duriannya ( *you tube Bolang Agro Malang dan Durian Traveller Indonesia ). Kalau nunggu action pejabatnya kurang greget. Sumber alam dan sumber daya, juga kualitas kita lebih baik dari Malaysia, namun kalah tenar dari Musang Kingnya Malaysia, padahal masalah rasa dan kualitas durian unggulan Aceh - Papua berani bertaruh lebih enak..........?????????

Tego Yuwono

kalau kita menyebutkan single origin denga definisi pak DI, terlalu banyak unutk disebut. sebagai penghobi kopi tubruk, saya suka dengan Aceh Gayo, Toraja Pulu-pulu, dan beberapa jenis kopi lokal Sulsel yang hanya ada disini. Biji kopi yang sudah di fermentasi dengan baik akan rusak kalau salah roasting, itu kata tukang kopi langganan, biji kopi sudah di roasting dengan baikpun kalau salah menghaluskanya juga akan berubah rasa. Begitulah keruwetan kopi, dan akhirnya saya lebih suka kopi kemasan yang tinggal seduh, ingat minum kopi sehari boleh sampai 5 cup asal gak pakai gula.

Muh Nursalim

saya punya resep kopi enak dan gampang dibuat. Oleh siapa saja. Begini : satu setengah gelas air putih dipanaskan pakai panci kecil, kopi hitam dimasukkan plus jahe gepuk setengah jari ditambah cengkeh 4 butir. Hingga air tinggal satu gelas tuangkan ke cangkir/gelas. Ditambah gula aren atau gula jawa, n sedikit gula pasar. Tingkat kemanisan menurut selera. Benar-benar enak n mantab. Ada kopi, ada jahe ada rasa wangi cengkeh. Silahkan mencoba

Leong putu

"Pasword wifinya apa Om.?". "Jangancumaesteh". "huuuh pelit". "Dibilangi janjancumaesteh kok marah".

Adem Item

Kalo terlambat ngopi jadi sakit kepala, kalo abis ngopi nderedghh, lambung nendang nemdang berarti: Anda ngopi biji kopi yg salah. Yg dimaksud abah mungkin lebih tepat disebut kopi mikrolot, bukan single origin. Generasi kopi sekarang sudah lebih prokreatif cara mengelola biji kopi dari pasca panen, roasting profile, bahkan ke metode brewingnya. Akibatnya makin maksimal mengeplore rasa kopi yg tidak dominan pada rasa pahit saja. Bahkan tidak perlu lagi nyut nyut karna terlambat ngopi, atau nderedgh sehabis ngopi, karna mereka sdh menemukan cara yg lebih cantik berkopi ria.

Aljo

Saya membeli sebungkus kopi wine dari Tanah Gayo. Karena namanya pakai wine, maka produk tersebut tidak bisa didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat halal. Akhirnya, namanya diubah menjadi kopi winner, dengan tetap menonjolkan tulisan wine. Dengan cara ini, akhirnya produsen bisa mendapatkan sertifikat halal.

Jimmy Marta

Lomba cup tester untuk memilih si lidah emas. Tak coba bayangkan bgmn itu berlangsung. Pertama disiapkan 12 cangkir kopi. Syaratnya semua harus berasal dari 1 negara dg 12 single origin. Ini penting untuk tdk menyebut kopi negara A lebih unggul dari negara B. 12 cangkir kopi untuk yg dipakai untuk seleksi golden tester mestinya disiapkan platinum tester. Ini harus. Yg ngetes levelnya harus lebih tinggi. Kan gk mungkin kalau level bronze dan silver menghasilkan golden... Pertanyaannya : siapa si platinum itu? Bgmn cara nentuin pemenang golden tester itu. Mungkinkah lidah platinum pemakan keju bisa sama dg pemakan singkong. Mungkinkah lidah penggemar nasi briyani dan kebab bisa seirama dg penikmat gudeg dan nasi pulen?... Haha.. Heran...tukang ngeteh, kok mikir kopi...xixi...

Robban Batang

Untuk anda yang sibuk,Abaikan saja komen panjang tapi gak penting ini. Di area Pekalongan dan sekitarnya terkenal kopi tahlil .Kopi dengan aroma aneka rempah,jahe,kapulaga dll.Entah kenapa disebut kopi tahlil.Mungkin Pak MZ Arifin Umarzen lebih paham Apakah karena sering dihidangkan pas acara tahlilan Apakah karena yang mempopulerkan warga keturunan Arab(khususnya Habaib atau Syarif) yang akrab dengan tradisi tahlilan. Tapi oleh warga keturunan Arab non Habaib seperti AlIrsyad mungkin malah tidak mau mengkonsumsinya karena nyrempet tradisi tahlilan yang menurut mereka 'bid'ah'.Jadi kopi 'bid'ah'. Padahal kalau kopi tahlil harusnya jadi kopi tauhid,dari kata Laa ilaHa illAlloh.Kopi syariah. Bisa jadi tag line : "Anda belum hijrah secara kaffah kalau qahwah(kopi) anda belum bersyari'ah";KOPI TAHLIL. Ingat ,kopi tahlil,bukan kopi tahlilan. Yang pertama kopi tauhid,yang kedua kopi 'bid'ah'. Siap siap dikomen oleh yang sensi masalah politik identitas.Kenapa kuliner saja harus 'beragama'.

yea aina

Kopi punya identitas, paling dikenal luas identitas robusta dan arabica. Bagi yang sensi kopi identitas, mungkin tidak akan ngopi, kecuali kopi yang tanpa identitas: kopi anu kwkwkw

Leong putu

Anting anting telinga kiri / Jatuh tertinggal di kamar belakang / Basic istring pemberian pak Pri/ Karna otak saya isinya sekitar selangkang/ #kangen_Pak_Pry

Abu Abu

Sayang sekali saya jarang ngopi, sering nyusu.

Leong putu

Ada gincu ungu di pipi / Signal bahaya kalau ketemu istri / Ku tunggu tunggu undangan ngopi / Undangan Pak DI selalu ku nanti / ... 365_mantun ngopi.

Gianto Kwee

Sejak saat itu saya belajar menerima kenyataan dan belajar untuk mengurangi sakit hati saat jago saya harus kalah ! Faedah nya ? Saat Ahok kalah di PilGub DKI saya Sakit hati dan juga marah tapi tidak lama, Finalnya ? Argentina Vs Inggris

Agus Suryono

KATA ISTRI.. Tidak ada kopi yang lebih enak, selain kopi sachet. Yang harganya Rp 3.000. Tapi kalau di rest area, dan sudah diseduh, harganya Rp 10.000,- Saya sendiri minumnya teh manis panas.. #biar gak ngantuk saat setir, kata istri, yang sayang suami, tidak membolehkan (lagi) suami setir..

Agus Suryono

KATA MERTUA.. Kopi paling enak adalah yang digiling sendiri. Dicampur beras Supaya tidak mengganggu lambung.. #begitu pengalaman blio..

yea aina

Kopi sachetan, sering di-bully sebagai kopi-kopian saja. Diduga karena bahan baku pembuatannya tidak hanya murni biji kopi saja, tetapi juga ditambahkan bahan baku non kopi sebagai pengisi agar nampak banyak volumenya. Dan tentu saja, perlu ditambahkan perisa kopi agar kesan rasa kopinya masih terasa. Anda semua sudah tahu, pangsa pasar kopi sachetan tentunya lebih besar jumlah peminumnya jika dibandingkan kopi murni berkelas tinggi. Bagaimanapun, kopi sachetan yang merakyat merupakan cara "pemerataan" bagi penikmat kopi bertabungan pas-pasan, agar tetap selalu ngopi. Kopi jangan menjadi seperti KUE EKONOMI NASIONAL, yang mengalami kesenjangan bumi dan langit. Menurut seorang pakar, 75% kue ekonomi itu dikuasai oleh hanya 10% populasi negeri. Ibarat minum kopi, penikmat kopi sachetan adalah 90% populasi negeri yang gemar menikmati kopi meskipun kopi-kopian saja. Ya 25% kue ekonomi yang kita nikmati secara merata dan bahagia. @kesenjangankopi

Liam Then

Tahun 2000, di warung kecil yang ada di gang sempit 13 Ilir, Palembang , saya beli sebungkus kopi tanpa merk, dalam kemasan kantong bening ,yang di rekat pakai teknik api lilin. Itulah kopi terenak dalam hidup saya. Sedapnya tak terlupakan.

*) Dari komentar pembaca http://disway.id

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber : Disway.id

Komentar Anda