Resensi Buku

Plastik, Kontroversi Pilar Peradaban Modern

Grafis: Istimewa

COWASJP.COM – Dengan jumlah produksi 370 ribu ton per tahun, plastik menjadi material yang paling kontroversial yang diperlukan oleh peradaban modern. Karena sifatnya yang tidak mudah terurai, plastik dianggap sampah yang paling banyak mencemari kehidupan manusia. Sayangnya manusia modern, menurut Vaclav Smill tidak bisa menghindari keberadaan plastik. Sebagai produk dari energi fosil, manusia modern harus membayar mahal segala kepraktisan yang melekat pada plastik.

Vaclav Smill, Profesor Emeritus dari Universitas Manitoba, Kanada kembali mengeluarkan buku barunya. “How the World Really Works: The Science How We Get Here and Where We Going”. Profesor Vaclav Smill, seorang scholar model kelahiran Republik Ceko, memiliki kemampuan sangat baik melalui analisa kuantitatif dan sejarah untuk mengeksporasi pengetahuan interdisipliner tentang ekonomi, energi, pangan, material, lingkungan dan juga perubahan iklim. 

Buku ini memiliki pertanyaan utama yang menggelitik Smill, yakni mengapa kebanyakan orang dalam masyarakat modern memiliki pengetahuan yang dangkal tentang bagaimana dunia benar-benar bekerja? Urbanisasi dan kehidupan yang mekanis telah menjadi dua alasan penting atas defisit pemahaman ini. Masyarakat urban yang hidup dari industri jasa, telah terputus dari proses produksi bagaimana pangan untuk manusia itu dibuat, terputus dari pengetahuan mengenai cara-cara kita memproduksi permesinan dan peralatan atau perkakas lainnya. Di Amerika saat ini kurang dari 1 persen atau hanya 3 juta penduduk yang terlibat secara langsung dalam industri pertanian. 

Pemahaman tentang proses fundamental yang menghasilkan energi (sebagai makanan atau sebagai bahan bakar) dan benda-benda tahan lama (apakah logam, mineral non-logam, atau beton) saat ini terlihat sebagai kuno, ketinggalan zaman dan tidak menarik dibandingkan dengan dunia teknologi informasi yang sarat  data, dan gambar-gambar. 

Smill dalam buku ini sepertinya menyindir kaum modern yang tergila-gila dengan teknologi informasi dan komputasi. Menurutnya pemuja data ini percaya bahwa aliran data elektronik ini akan membuat kebutuhan terhadap material-material yang dianggap sudah kuno tersebut tidak lagi relevan dengan dunia data. Karenanya keberadaan buku ini menjadi penting untuk mengurangi defisit pemahaman atas hal tersebut, bagaimana sebenarnya manusia bisa tetap eksis dan mengalami periode kemakmuran. 

Dalam tujuh bab bukunya ini, Smill mengekplorasi tentang empat pilar penting terbentuknya peradaban manusia modern, yakni: semen, baja, plastik dan amoniak (ammonia). 
Sementara elite dunia memfokuskan diri untuk produk ramah lingkungan dan energi hijau, Smill mengingatkan bahwa pada tahun 2019 dunia memproduksi semen sekitar 4,5 miliar ton, baja 1,8 miliar ton, plastik 370 juta ton dan amoniak sebesar 150 juta ton. Dengan skala yang produksi yang sangat besar tersebut, mencari produk pengganti untuk keempat produk tersebut karenanya adalah pekerjaan yang maha sulit.

Smill menempatkan amoniak (ammonia) sebagai material yang paling penting dalam terbentuknya peradaban modern ini. Amoniak yang didapat dari gas alam, kemudian diproses lanjut sehingga menjadi pupuk nitrogen (urea) yang digunakan secara langsung  atau sebagai bahan baku untuk sintesis senyawa nitrogen lainnya. Menurutnya tanpa keberadaan pupuk nitrogen tidak mungkin dunia dapat memberikan makan kepada setidaknya 50 persen penduduk bumi yang berjumlah hampir 8 miliar orang ini. 

Pupuk nitrogen dari amoniak dalam pertanian modern diproduksi dari gas alam, menggantikan pupuk yang berasal dari alam atau dari hewan ternak. Pupuk alami sulit dikembangkan dikarenakan nitrogen yang didapat oleh alam terbatas dari daur ulang dari apa yang tersedia di alam, sehingga pupuk alami tersebut tidak cukup untuk memenuhi ketersediaan pangan bagi penduduk bumi. Sedangkan pupuk urea yang didapat dari amoniak, selain praktis dan mengandung nutrisi yang tinggi juga dapat diproduksi dalam jumlah yang besar. Pupuk urea yang didapat sifatnya lebih praktis, solid dan padat sehingga lebih mudah untuk disebar dilahan pertanian. 

Pertanian modern memerlukan pupuk yang berasal dari amoniak dan juga penambahan unsur penting lainnya, yakni fosfat, dan keduanya menjadi nutrisi makro bagi tanaman (macro nutrient). Pupuk dari amoniak ini kemudian di tahun 60an berhasil mengatasi kebutuhan pangan bumi dan mencapai apa yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Hijau. Berkat keberadaan pupuk dari amoniak ini – jagung- tanaman terbesar di Amerika, pada tahun 1920 hanya menghasilkan kurang dari 2 ton per hektare, sementara pada tahun 2020 produksinya jauh meningkat menjadi 11 ton per hektar per tahun.

Melalui pupuk nitrogen dari amoniak ini Smill menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya makanan yang kita sajikan adalah dari bahan bakar fosil (gas alam), dan kita tidak dapat mencukupi pangan penduduk bumi tanpa menggantungkan produksinya melalui energi fosil.

Bagi Profesor Smill, baja adalah segalanya. Segala kebutuhan kita apakah itu membangun rumah, kendaraan, peralatan rumah tangga maupun juga untuk membangun armada perang semuanya memerlukan baja. 

grafis2.jpgGrafis: Erwan Widyarto

Baja juga diperlukan untuk pembuatan lokomotif, kapal, juga peralatan pertanian.  Permintaan akan baja selalu tinggi, dan meskipun dapat didaur ulang permintaan akan baja selalu lebih besar dari pasokan. Industri baja masih memerlukan energi fosil batubara jenis kokas yang dipakai dalam peleburan. Baja adalah industri yang padat energi dan meski saat ini ada upaya untuk menggantikan tungku tinggi (blast furnace) dengan hidrogen hijau di Swedia dan Jerman, menurut Smill perubahan itu tidak akan terjadi dalam waktu yang cepat. 

Saat ini  Cina adalah produsen baja terbesar di dunia. Cina memproduksi baja, mulai dari peleburan, pengecoran, dan penggulungan dan jumlahmya hampir satu miliar ton setiap tahun. Konsumsi baja  di Cina selama tiga tahun setara dengan konsumsi baja Amerika selama satu abad.

Smill kemudian menuju pilar ketiga peradaban modern yakni semen (beton). Beton dalam jumlah yang sangat besar terdapat di gedung-gedung, jalan raya, bendungan, dan jembatan. Sebagai contoh, di Kanada sebuah landasan pacu sepanjang 4,27 kilometer memerlukan 85.000 meter kubik beton. 

Pembangunan  yang sangat masif di Cina, membuat Cina menjadi konsumen semen terbesar di dunia. Smill menulis "Hanya dalam dua tahun yakni pada tahun 2018 dan 2019, Cina menghasilkan hampir sebanyak 4,4 miliar ton semen dan jumlah yang diproduksi Cina tersebut  sama seperti yang dilakukan Amerika Serikat selama seluruh abad ke-20 yakni 4,56 miliar ton”. Tidak mengherankan karenanya Cina sekarang memiliki  infrastruktur jalan paling luas, mulai dari jalan raya, kereta cepat,  bandara, serta jumlah terbesar pembangkit hidro raksasa dan tumbuhnya kota-kota baru dengan jutaan penduduk.  

Tidak ada bahan yang dapat menandingi kombinasi kelenturan, daya tahan, dan bobot ringan yang ditawarkan oleh berbagai jenis plastik. Plastik menjadi material yang sangat dicari oleh para tenaga kesehatan ketika pandemi Covid 19, dan plastik telah menemukan peran yang paling tak tergantikan dalam perawatan kesehatan secara umum dan dalam perawatan rumah sakit untuk penyakit menular pada khususnya. 

Kehidupan modern kita sekarang dimulai (di ruang bersalin) dan berakhir (di unit perawatan intensif) dikelilingi oleh benda-benda yang terbuat dari plastik.  Orang-orang yang tidak memiliki pemahaman sebelumnya tentang peran plastik dalam perawatan kesehatan modern mendapat pelajaran berkat COVID-19. Pandemi telah mengajari kita hal ini dengan cara yang seringkali drastis, ketika dokter dan perawat di Amerika Utara dan Eropa kehabisan alat pelindung diri (APD)—sarung tangan sekali pakai, pelindung wajah, penutup kepala, maupun sepatu bot yang semuanya berasal dari plastik. 

Saat ini bahan-bahan plastik dirumah sakit terutama dibuat dari bahan PVC. Tabung fleksibel, kateter, kantong darah, selimut termal dan banyak peralatan lain dirumah sakit yang umumnya terbuat dari plastik jenis PVC.

grafis1.jpgGrafis: Erwan Widyarto

Dalam pertanian modern, plastik juga dipergunakan dan alternatif yang lebih murah untuk membangun rumah kaca (glass greenhouses). Rumah kaca plastik yang terletak di bagian paling selatan provinsi Almería, Spanyol adalah area budidaya komersial produk terluas di dunia: sekitar 40.000 hektar atau seluas 20 km × 20 km persegi. Di bawah lautan plastik ini, para petani Spanyol dan pekerja lokal dan imigran Afrika mereka memproduksi setiap tahun hampir 3 juta ton sayuran  dan mengekspor sekitar 80 persennya ke negara-negara Uni Eropa (UE).

Perbincangan mengenai amoniak, baja, semen dan plastik sangat penting ketika kita menginginkan masa depan tanpa sumberdaya yang berasal dari energi fosil. Produksi skala massal dari semuanya sangat bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil, dan beberapa dari sumberdaya fosil ini merupakan bahan baku itu sendiri, yakni amoniak (pupuk sintetis) dan untuk produksi plastik. Peleburan bijih besi di tanur tinggi membutuhkan kokas yang terbuat dari batu bara (dan juga gas alam); energi untuk produksi semen sebagian besar terdiri dari batu bara, kokas minyak bumi, dan bahan bakar minyak berat, dan semuanya adalah energi fosil. 

Karena kebutuhan yang sangat besar, akibatnya produksi global dari keempat material yang sangat diperlukan peradaban modern  ini menghasilkan 25 persen dari semua emisi CO2 dunia, yang merupakan hasil dari konsumsi dari 17 persen dari pasokan energi primer dunia. Saat ini tidak ada bahan bakar massal yang tersedia secara komersial dan siap digunakan, atau skala alternatif untuk menggantikan proses yang sudah mapan ini.

Keinginan dunia untuk dekarbonisasi pada tahun 2045 sangat sulit atau mustahil untuk tercapai. Kita sulit menghindari produksi semen yang produksinya memerlukan batubara, produksi pupuk sintetis menggunakan gas alam, peleburan baja memerlukan kokas dan plastik merupakan ko-produk dari kilang minyak yang merupakan material dari hidrokarbon. 

Keinginan untuk melakukan dekarbonisasi merupakan bentuk antitesa dari terbentuknya peradaban modern saat ini yang sangat dipengaruhi oleh material dari sumberdaya fosil. Peradaban modern, sepertinya, tidak dapat menghindari dirinya dari energi fosil. (*)

Pewarta : -
Editor : Erwan Widyarto
Sumber :

Komentar Anda