Sang Begawan Media

Jenny Mie

Dahlan Iskan (penulis) jabatan tangan dengan Jenny Wijaya. (FOTO-FOTO: DISWAY.id)

COWASJP.COM – SAGOLISIOUS, kerusuhan Mei, Gus Dur, Quran digital, mie, Papua. Semua itu mengalir dalam hidup Jenny Wijaya. Tentu 'i' nyi lebih dari satu.

Saya mampir ke restoran Jenny Jumat malam kemarin. Di Kelapa Gading, Jakarta utara: Sagolisious. Inilah restoran yang menunya serba terbuat dari sagu asal Papua.

Memang sudah ada dua atau tiga resto di Jakarta yang mempunyai menu ''papeda''. Yakni bubur kental terbuat dari tepung sagu. Yang dimakan dengan kuah ikan kuning. Itu makanan rakyat di Papua/Maluku yang dicoba go to ibu kota.

Tapi baru Jenny yang berhasil membuat sagu menjadi mie. Tentu ini menarik. Semenarik perjalanan hidup wanita paro baya itu –mungkin saya ceritakan terpisah di edisi Disway besok pagi.

"Saya melakukan percobaan ratusan kali. Baru benar-benar berhasil tiga bulan lalu," ujar Jenny. Itu pun karena Jenny punya latar belakang sebagai pedagang mesin pembuat mie. 

Ribuan mesin pembuat mie berhasil dia jual: mulai ukuran rumah tangga, restoran sampai industri rumahan.

Jenny seperti tidak pernah berhenti berpikir. Juga tidak bisa berhenti bergerak. Dia gelisah. Impor gandum negeri ini kian tidak terkendali. Menghabiskan devisa. Yang terbanyak untuk bikin mie.

Dia lantas mencoba berbagai bahan dalam negeri untuk dibuat mie. Singkong. Ketela. Semua gagal. Bentuk mie-nya bisa dibuat tapi soal rasa tidak bisa mendekati mie terigu.

Manusia itu, Anda sudah tahu, kian tambah usia kian peduli asupan. Pun Jenny. Dia gelisah oleh kandungan gluten dalam terigu. Mungkin hanya para perusuh di Disway yang tidak gelisah.

Sampailah penelitian Jenny pada sagu. Berhasil. Bentuknya benar-benar mie. Rasanya bisa bersaing dengan mie terigu –kecuali bagi yang sudah kecanduan kuras devisa.

Kamis malam itu saya disuguhi lima jenis menu sagu sekaligus. Lima mangkuk. Ampun. Di pojok perut mana mau ditampung semua itu. Ada mangkuk mie daging. Warna mie-nya pink. Ada mangkuk mie ayam. Warna mie-nya kuning. Ada mangkuk mie bakso. Warna mi-nya ungu. Masih ada mie warna hijau. 

Menu lainnya: kerupuk sagu warna  putih, tipis, renyah, gurih.

Warna-warna mie itu dibuat sebagai daya tarik tambahan. Juga khasiat imbuhan. Kuning dari kunyit, pink dari buah naga, merah dari buah merah Papua, hijau dari PKB –saya hanya ingat hijau itu PKB.

Jenny tidak berhenti di mie. Dia juga membuat macaroni sagu. Dia lagi meneliti bagaimana macaroni sagu bisa untuk makanan tahan lama. Yakni lewat teknologi pangan yang termodern. Bisa juga untuk jamaah haji atau umrah. 

Saya diberi contoh hasil uji coba itu. Tapi perut saya tidak kuat lagi. Saya pun dengan setengah riya' minta agar contoh itu bisa saya bawa pulang. Saya yakin cucu-cucu saya bisa mengikuti petunjuk pemakaian yang tertera di kotak itu. 

jenny1.jpg

Saya akan makan ramai-ramai sekeluarga. Sekalian menjelaskan apa itu sagu. Agar mereka tahu bahwa di dunia ini tidak hanya ada Black Pink.

Intinya: di dalam boks itu ada tiga sachet. Yakni sachet macaroni, sachet bumbu, dan satu sachet lagi jangan dimakan. Itu sachet yang bisa menggantikan api. Setelah dibuka harus ditaruh di bagian paling bawah boks. Di atas itu ditaruh seperti mangkuk segi empat. Sachet macaroni dan bumbu dibuka. Isinya ditaruh di mangkuk tadi. Terakhir: ditutup.

Sesaat kemudian boks itu panas sendiri. Isinya mendidih. Macaroni pun masak. Panas. Enak dimakan –mestinya. Saya akan coba Minggu hari ini, kalau cucu-cucu tidak sibuk basket.

Keesokan malamnya saya ke Sagolisious lagi. Ingin melengkapi wawancara dengan Jenny. Perut saya lagi kenyang. Baru saja makan durian cukup banyak –tidak jauh dari situ. Saya tidak mau ada lima mangkuk mie sagu lagi. Maka Jenny pilihkan saya satu menu saja: mie dingin yang diberi es batu. Ups, dua menu, dengan kerupuk sagu putih yang saya sudah tahu.

Awalnya saya agak ragu menerima tawaran mie dingin. Pakai es pula. Tapi saya ingat: mie sejenis itulah makanan yang paling saya suka selama di Korea Utara sebelum Covid lalu. Seger. Kuahnya berass

Saya tunggu saja: seperti apa mie dingin ala Sagolisiousnya Jenny ini. Begitu disajikan saya berteriak di dalam hati: Oh, tidak pakai telur rebus. Beda dengan yang di Pyongyang. Jangan-jangan rasanya juga beda.

Horeeee ternyata tidak beda. Sama enaknya. Sama segarnya. Mie dingin itu pun segera bertempur dengan durian di dalam perut saya.

Jenny, kini all out menapaki jalur sagu ini. Begitu banyak hambatan dan rintangan. Apalagi bagi seorang wanita single parent. Tapi tembok tebal itu telah dia jebol. Hanya saja di balik tembok itu masih terlihat jalan yang mendaki.

Perjuangan memanusiakan sagu memang sulit tapi dia sudah beberapa kali menghadapi keadaan yang lebih sulit.

Jenny pun kini memproduksi mie sagu untuk spageti. Maka saya seperti menduga Jenny sedang mempersiapkan internasionalisasi sagu. Dia tentu melirik dengan mata nakalnyi itu pasar Tiongkok. Di sana pasar produk non gluten lagi naik. Dia punya jaringan di sana. Suaminyi yang mati muda itu berasal dari Beijing. Kini Jenny mengurus perjuangan mie sagu ini dengan anak bungsunyi.

"Sudah punya pacar?" tanya saya pada pemuda ganteng umur 20 tahun itu.

"Nggak boleh pacaran. Harus bantu mama sampai mie sagu ini sukses," jawabnya. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 12 November 2022: Kertas Mati

Cahyo Nugroho

Sudah lama tidak dengar kabarnya mbak Tutut, eh mungkin sekarang sudah jadi mbah Tutut. Bisa bisanya Pak DI ada sisipan tentang mbak Tutut dan Jenderal Hartono. 
munawir syadzali
Riya atau Pamer dlm KBBI adl menunjukkan sesuatu kpd org lain dg maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan utk menyombongkan diri. Ingat, motifnya adl menyombongkan diri. Sedang sombong dlm KBBI itu menghargai diri secara berlebihan. Sedangkan dlm terminologi islam, Sombong atau Kibr adl menolak kebenaran dan meremehkan org lain (HR. Muslim) Masalahnya, ada org yg krn dia terlalu PD dianggap org lain sombong. Jd sombong dan PD kadang tipis bedanya, setipis dompet sy. Hahaha

thamrindahlan

Mangga dua Glodok sebuah kampung / Sejahtera karunia musyawarah mufakat / Kisah dua kakak beradik sekandung / Berseteru di dunia damai di akherat /

omami clan

Kalau baca tulisan Abah tentang pengusaha kok rasanya gimana gitu, apalagi tentang pejabat yang dari berbagai tingkatan yang rerata Abah kenal kok jadi tambah apatis. Suatu hari pada waktu saya bangkrut dan sangat terpuruk, ladalah malahan yang nolong saya salah seorang pengusaha dari Indragiri Hulu, yang kebetulan etnis Tionghoa, kemudian ada juga pejabat setempat yang juga turut andil dalam bantuan tersebut. Padahal saya tidak begitu berharap mereka yang datang, di waktu teman-teman dan saudara justru entah di mana. Pada akhirnya kesimpulan saya bukan masalah dia sebagai apa dan siapa, tapi pribadi orang tersebut yang menjadikan dia baik atau kurang baik. Atau karena hanya saya merasa di bantu sehingga mungkin hal tersebut membuat saya terkesan

Juve Zhang

Kalau di Genius Google sih infonya agak beda almarhum menjual porsi sahamnya tapi sisanya yg 44% masih milik seseorang yg powerful zaman dulu. Yg dibeli Siam Cement sekitar 55 %. intinya Siam Cement jadi pengendali. 9.6 T itu hanya 55 % . Disway tentu "tahu" semuanya siapa orang powerful itu. Cuma tak "riya" . Wkwkwk.

Alon Masz Eh

Wow... Tulisan riya' yang menceritakan pengalaman yang luar biasa, keilmuan empiris yang luar biasa, layak diganjar... (Ups maaf sensitif lagi musim menjelang kampanye, anda sudah tahu), memang layak pernah dianugerahi honor lebih, yah banyak rekening yah causa... Temennya juga luar biasa Hmmmm Suruh nulis pengalaman para komentator sama si mbah le? Yang ada bukan empiris tapi miris om.. Huaaaaa huaaaa.....hahahaha

edi fitriadi

Belum tentu juga disana mereka akan rukun, malah mungkin lagi bersaing. Misalnya sang adik ada di surga tingkat ke 5 sedangkan sang kakak ada di surga tingkat ke 4 pasti sang kakak berusaha berada di surga tingkat ke 6 bagaimanapun caranya ha ha ha

Dacoll Bns

Pas momen beliau berencana mundur, pas banyak kejadian yg memalukan bagi sepakbola kita. Beliau sepertinya sudah paham kalau penyakit bola indonesia ini sudah akut , tidak bisa diobati kecuali dengan amputasi atau kalau perlu disuntik mati 

Leong putu

Akhir pekan libur ke puncak / Agar murah sewalah Homestay / 365_mantun rehat sejenak / Ini sindiran untuk Happy wednesday / .. #sejenaknya Mas Ulik, luamaaa banget.

Jimmy Marta

Kalau hujan berteduhlah tuan/ Boleh juga pake pake mantelan/ Ini bukan sembarang simpanan/ Bisa bergerak juga berjalan..

Jimmy Marta

Bukalah mantel klu sudah terang/ Kalau usang sudah dibuang/ Memanglah ia punya barang/ Enak dilihat juga dipegang

Namu Fayad

Jadi penasaran bagaimana surga di Buddha, gara-gara paragraf terakhir Abah itu: "dua-duanya sudah rukun kembali di surga Tuhan mereka". Setelah sedikit mencari di mesin pencari, baru tau ternyata surga versi Buddha itu alam kebahagiaan. Banyak pula modelnya atau levelnya. Bahkan di dunia pun ada. Alam Sugati atau alam kebahagiaan itu ada 26, kata tulisan itu. Kata 'surga' sendiri itu diadopsi muslim Indonesia dan Melayu dari sebutan di ajaran Buddha. Kalau aslinya di ajaran Islam namanya "Jannah" artinya kebun yang banyak pohon buah yang rimbun daunnya. Tapi kan tak keren kalau diceramah ustadznya nanti bilang: "Orang beriman akan dimasukkan ke dalam kebun buah yang ada air mengalir di dalamnya".

Impostor Among Us

iya juga ya.. kenapa harus ada "tuhan mereka". Akal sehat pasti setuju Tuhan yang sesunghuhnya ada satu. Dulu ada yang bilang terjemahan: laa ilaaha illallaah adalah: Tiada tuhan selain Tuhan. Tiada 'tuhan' dengan huruf 't' kecil selain 'Tuhan' dengan 'T' besar. Kala itu, banyak betul orang tak suka. Sekarang ia sudah berjumpa Tuhan ori itu.

Jimmy Marta

Saya mau bikin pabrik kripik singkong. Tidak bermaksud riya jika nyebut dah punya kuali, ketam ubi, tungku hingga senduk dan tapisan. Namun persoalan mulai muncul. Jika pakai kayu bakar sudah gk ada yg jual. Minyak tanah, dah sangat langka (pernah keliling nyari, ketemu, harganya sama dg pertamax 14rb seliter). Pakai gas, non subsidi mahalll. Apakah saya harus bikin hutan dulu? Atau harus nambang migas dulu?.... Pagi anak singkong...

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber : Disway.id

Komentar Anda