Fraud Perbankan: Saat Nasabah Jadi Alat Bancakan

Inong Malinda atau Malinda Dee atau Malinda Danuardja, mantan Senior Relationship Manager Citibank. Dia menjadi tersangka kasus pembobolan dana di tempat kerjanya, Citibank pada 2011.(FOTO: newsmaker.tribunnews.com)

COWASJP.COM –  MAKIN banyaknya kasus fraud menjadi tantangan serius dunia perbankan di Indonesia. 

Fraud, atau kecurangan perbankan yang dilakukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, bisa melibatkan pegawai bank dari segala lini. Dari teller sampai kepala cabang. 

Ada juga yang bekerja sama dengan perusahaan di luar bank dengan tujuan jahat. Nasabah bank biasanya dijadikan “alat” untuk meraup dana bancakan.

Pada Agustus 2020, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), organisasi terbesar anti-fraud di level global, merilis Report to the Nations (RTTN) yang mencatat ada 2.504 kasus fraud dari 125 negara. 

Dan terhitung ada 29 kasus fraud di Indonesia.

 Pada 2020 itu juga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kerugian perbankan akibat kecurangan atau fraud di tengah digitalisasi perbankan mencapai Rp 4,62 triliun. 

OJK saat ini sampai merilis aturan khusus untuk mempersempit terjadinya fraud ini.

 Kasus fraud terbaru, seorang pegawai Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara cabang utama Kendari berinisial AGK, ditahan karena menggelapkan dana nasabahnya sebesar Rp 1,9 miliar. 

Rekening nasabah yang digelapkan itu adalah rekening pribadi, rekening sekolah, lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM), serta kerja sama operasional (KSO) nasabah yang ada di BPD Sultra.

Pada Oktober 2020 lalu, Direktur Utama Bank Tabungan Negara, Maryono, ditangkap oleh Kejaksaan Agung atas dugaan menerima gratifikasi dari debitur sebanyak 2 kali. 

Yaitu sejumlah Rp 2,25 miliar dan Rp870 juta yang ditransfer ke rekening menantunya.

 Masih ingat dengan Malinda Dee? Wanita dengan nama asli Inong Malinda ini adalah relationship marketing Citibank. Wanita cantik itu ternyata terbukti membobol dana nasabah di bank tempatnya bekerja pada 2011.

 Dia melakukan 117 transaksi pemindahan dana tanpa izin dan sepengetahuan pemilik rekening. 

Total dana yang ditilap Malinda mencapai Rp 46,1 miliar lebih. Malinda Dee diganjar hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp 10 miliar. 

MEMANFAATKAN PENCARI KERJA

Kasus fraud juga  pernah menimpa Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pada April lalu 2022, seorang Marketing Manager Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Tanah Abang berinisial DD, divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

 Sebelumnya, akhir 2021, Relationship Manager BRI cabang Tanah Abang berinisial SDK, juga divonis penjara 7 tahun. 

Keduanya dinyatakan terbukti bersalah dalam tindak pidana korupsi dengan memuluskan transaksi kredit fiktif di bank tersebut. Total kerugiannya senilai Rp 94,5 miliar.

Tindakan ilegal ini dilakukan pada periode 2016 sampai 2019. Dan dilakukan dengan bekerja sama dengan PT Jazmina Asri Kreasi (Jaztel), sebuah perusahaan yang berlokasi di kawasan Taman Sari, Mangga Besar, Jakarta Barat.

Modusnya, PT Jaztel melakukan perekrutan karyawan yang disebarkan secara masif. Ratusan pencari kerja pun mendatangi perusahaan itu. Usianya beragam, namun sebagian besar berusia muda, ada yang masih abege, bahkan masih berstatus pelajar.

Dengan dalih akan diberikan pekerjaan, para pencari kerja ini kemudian diminta mendatangi BRI cabang Tanah Abang untuk menandatangani surat yang ternyata adalah surat persetujuan kredit tanpa agunan BRIGuna. 

Jumlahnya bermacam-macam, antara Rp 50 juta sampai Rp 550 juta per orang.

Beberapa bulan kemudian, ternyata bukan pekerjaan yang datang. Melainkan surat tagihan pelunasan sisa kredit BRIGuna. 

Mereka tentu terkejut, lalu ramai-ramai mendatangi PT Jaztel maupun BRI, karena di surat tersebut disebutkan mereka semua adalah karyawan PT Jaztel. Jumlah totalnya ada ratusan rekening fiktif.

BRI kemudian merespon kasus ini dengan melaporkannya ke aparat hukum. Selain dua staf BRI cabang Tanah Abang yang kemudian diseret ke meja hijau, terdapat empat petinggi PT Jaztel juga turut divonis hukuman penjara berikut membayar denda pada Pengadilan Tipikor, Desember 2021 lalu.

Inong-Malinda.jpg1.jpgMalinda Dee di persidangan perdana keduanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/11/2011). (FOTO: kapanlagi.com)

Direktur Utama PT Jaztel Jasmina Julie Fatima divonis 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 57,3 miliar lebih. Komisaris PT Jaztel Max Julisar Indra diganjar hukuman penjara selama 6 tahun dan membayar uang pengganti Rp 22 miliar. Dua staf PT Jaztel lainnya diganjar 4 tahun dan 5 tahun penjara.

Bagaimana dengan dana nasabah korban fraud? Untuk nasabah di BPD Sultra, OJK sebagai regulator dan pengawas perbankan menjamin jika dana nasabah yang digelapkan oknum karyawan bank tetap utuh dan bisa diambil kapan saja.

Sedang BRI telah menyediakan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) untuk menjamin transparansi data keuangan nasabahnya. 

Para korban fraud baik berupa rekening fiktif maupun penipuan bisa langsung mendatangi bank yang bersangkutan untuk konfirmasi dan perbaikan status. Langkah ini diharapkan akan membantu para korban kredit palsu yang tentu saja sangat dirugikan.

Sebagai tempat perputaran uang, bank memiliki kedudukan yang rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan. Baik oleh pihak bank sendiri maupun oleh pihak luar yang memanfaatkan bank sebagai tempat untuk sembunyikan hasil kejahatannya.

Karena itulah, ini saatnya perbankan menyatakan perang dengan segala bentuk fraud atau kecurangan perbankan. 

OJK bahkan sudah menerbitkan panduan anti-fraud untuk mempersempit peluang operasional para “penjahat kerah putih” ini.

Dan tentunya, masyarakat sebagai nasabah perbankan juga harus diedukasi dan diadvokasi. Jangan mudah tergiur janji manis. Dan fulus yang datangnya begitu mulus. Karena bisa jadi itu adalah pintu gerbang penipuan berkedok transaksi bank. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda