Tragedi Kanjuruhan yang Mengerikan

Gas Air Mata Membuat Kita Menangis Darah

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) (FOTO: ANTARA/Ari Bowo Sucipto/tom.)

COWASJP.COMTRAGEDI terbesar suporter di stadion terjadi di Lima, Peru. Di Estadio Nacional pada 24 Mei 1964. Tragedi itu dikenal sebagai bencana sepak bola Lima (kompastv.com). Bencana terburuk sepanjang sejarah sepakbola dunia. 

Mengapa hal itu terjadi? 

Saat pertandingan antara Timnas Peru melawan Argentina, keputusan yang tidak populer (dinilai tidak fair) oleh wasit membuat marah para suporter Peru. Mereka lalu memutuskan untuk menyerbu lapangan.

Polisi Peru membalas dengan menembakkan gas air mata membabi-buta ke kerumunan suporter. Tindakan ini menyebabkan kepanikan dan eksodus massal.

Kematian terutama terjadi dari orang-orang yang menderita pendarahan internal atau sesak napas akibat terinjak-injak massa yang panik serta terbentur serta tergencet.

Jumlah korban tewas resmi adalah 328 orang, tetapi angka ini mungkin terlalu rendah karena kematian akibat tembakan aparat keamanan Peru tidak dihitung dalam perkiraan resmi.

Setelah insiden tersebut, keputusan dibuat untuk mengurangi kapasitas tempat duduk stadion dari 53.000 menjadi 42.000 pada tahun 1964. Tapi kemudian ditingkatkan menjadi 47.000 untuk Copa América 2004.

Di Ghana pada bulan Mei 2001, lebih dari 125 orang tewas terinjak-injak di stadion utama Accra ketika polisi menembakkan gas air mata ke arah suporter dan terjadilah bencana sepakbola terburuk di Afrika.

Setelah itu FIFA mengeluarkan aturan yang melarang keras gas air mata digunakan untuk pengendalian massa di dalam stadion.

Dalam Regulasi FIFA soal Keselamatan dan Keamanan Stadion, FIFA menyebutkan penggunaan gas air mata atau gas pengendali massa dilarang.

Larangan FIFA soal penggunaan gas air mata itu tertuang pada Bab III tentang Stewards. Dalam regulasi FIFA terkait pengamaman dan keamanan stadion atau FIFA Stadium Safety and Security Regulations, tepatnya pasal 19 poin b.

"No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," demikian bunyi aturan tersebut.

Jadi jelas dan tegas, GAS AIR MATA DILARANG MASUK STADION SEPAKBOLA. Peraturan ini berlaku di seluruh dunia! 

AREMANIAAA.jpg2.jpgTragedi Kanjuruhan: Amnesty International soroti penggunaan gas air mata. (FOTO: AP/Yudha Prabowo - detik.com)

Namun, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan pihaknya melakukan penembakan gas air mata tersebut karena para pendukung Arema yang tidak puas dan turun ke lapangan itu telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.

"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen," kata Nico dikutip dari Antara. 

Salah seorang suporter Arema FC menyebut banyaknya korban meninggal pada tragedi Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya diakibatkan oleh salahnya penanganan polisi saat mengamankan para Aremania. Yaitu dengan menggunakan gas air mata yang terus ditembakkan. (Purwasuka.suara.com, Minggu 2 Oktober 2022).

“Mereka menembak gas air mata ke tribun 1 sampai 14, ya pasti ngamuk arek-arek (Aremania),” kata warga tidak mau disebutkan namanya tersebut.

Padahal ia melihat Aremania tidak melakukan tawuran. Namun, tetap saja ditembaki gas air mata.

“Nggak tawuran nggak opo-opo, tapi polisinya nembaki kami dengan gas air mata. Jelas polisi yang disalahkan.” tegasnya.

Yang pasti, Sabtu malam itu Stadion Kanjuruhan homogen. Hanya ada suporter Arema. Bonek tidak ada. Sesuai ketentuan Panpel. 

Rasanya tidak mungkin Aremania tawuran dengan temannya sendiri. Mereka juga tidak mungkin menyakiti pemain dan ofisial Arema FC di tengah lapangan. Tapi mungkin saja mereka berteriak karena kecewa tim kesayangannya kalah lagi. Sebatas itu. 

**

Kita gak boleh ada toleransi untuk pihak penyelenggara, LIB (PT Liga Indonesia Baru) dan federasi.

Terlihat bahwa aturan FIFA melarang penggunaan gas air mata dalam stadion sepakbola tidak atau kurang sekali disosialisasikan. Terutama sekali kepada petugas keamanan (Polri). 

Jelas pengamanan di Stadion Kanjuruhan salah menjalani protap FIFA. Sanksi apa yang harus diterima untuk sepakbola kita?

Kita tunggu saja apa keputusan FIFA nanti. 

LIB tidak peka, pelajaran serupa sudah terjadi beberapa kali, mestinya penyelenggaraan untuk tim yg memiliki potensi seperti itu harus mendapatkan perlakuan khusus. Bila perlu .... dilakukan di venue yang netral dan tanpa penonton. 

16 hari sebelumnya, ketika Persebaya menjamu RANS Nusantara FC di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Kamis 15/9/2022, juga terjadi kerusuhan suporter. Karena Persebaya kalah 1-2. Tapi tidak ada seorang pun korban tewas. 

Ini karena petugas keamanan tidak menggunakan gas air mata. 

Kerugian jelas ada. Manajemen Persebaya terkena sanksi Komdis PSSI Rp 100 juta dan mengganti sarana stadion yang dirusak suporter senilai Rp 170 juta. 

Dampak lainnya, Presiden Persebaya Azrul Ananda mengundurkan diri. Namun, sekali lagi, tidak ada seorang pun korban tewas. 

Di Stadion Kanjuruhan, menurut Pusat Data Korban Tewas Suporter, sampai Minggu malam 2/10/2022 tercatat 137 korban tewas. Dari 137 korban tewas tersebut masih ada 41 korban yang belum teridentifikasi. 

Rincian yang belum teridentifikasi:

2 di RS Hasta Brata

15 di RS Wava Husada

1 RSI Gondanglegi

3 RS Salsabila

20 RS Teja Husada

Bencana ini sangat menyayat hati kita. Membuat kita menangis darah. Sepakbola Indonesia patut mengibarkan bendera setengah tiang. 

**

Betapa kuatnya magnet Derby Jatim Arema vs Persebaya. Walaupun tanpa suporter Persebaya, Stadion Kanjuruhan Sabtu malam 1/10/2022 itu diluberi sekitar 40.000 Aremania. Membludak. Kapasitas stadion hanya 38.000. Itupun diperkirakan masih ada 20.000 an Aremania di luar stadion. 

Di laga kandang sebelumnya, Arema dikalahkan 1-2 oleh Persib Bandung (salah satu klub besar di Indonesia). Mungkin karena itu harapan Aremania di laga kandang berikutnya saat menjamu Persebaya, Arema tidak boleh kalah lagi. 

Rivalitas Arema dan Persebaya memang sangat kuat sejak dulu. Ibaratnya, boleh kalah oleh Persib, tapi jangan sampai kalah oleh Persebaya. 

Sesungguhnya determinasi permainan dipegang Arema. Mereka mengurung pertahanan Persebaya habis-habisan. Dua peluang gol gagal menjebol gawang Persebaya. Alhasil Arema kalah 2-3. Tampaknya keberuntungan memihak kepada Persebaya.

AREMANIAAA.jpg2.jpg3.jpgPresiden Jokowi dalam siaran pers Ahad (2/10/2022) terkait permintaan penghentian Liga 1 setelah terjadinya tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. (FOTO: tangkap layar video - nu.or.id)

Ketika bertandang ke kandang Arema, Persebaya berada di bawah tekanan berat setelah mereka dikalahkan 1-2 oleh klub juru kunci (saat itu) RANS Nusantara. Suporter ngamuk. 

Kekecewaan Aremania bisa dimengerti. 

Tapi sampai matchday 11 Liga 1 Indonesia musim ini kalau kita cermati, 13 klub Pulau Jawa sedang menghadapi tekanan hebat klub-kllub Luar Jawa. Dari 18 klub Liga 1, 13 klub berada di Pulau Jawa.

Lihatlah klasemen sementara. Di papan atas bertengger Borneo Samarinda (23 poin) di puncak klasemen. Madura United peringkat 2 (23 poin), PSM Makassar peringkat 3 (22 poin), Persita Tangerang peringkat 4 (22 poin), Bali United peringkat 5 (21 poin), dan Persija peringkat 6 (21 poin). 

Persaingan yang sangat ketat di papan atas. Tekanan Borneo, PSM dan Bali United luar biasa. 

Sementara itu, Persib Bandung tertinggal di peringkat 8 (16 poin), Arema peringkat 9 (14 poin), Persebaya peringkat 10 (13 poin), dan PSIS Semarang peringkat 14 (11 poin). 

Mengapa hal itu sampai terjadi? Apakah klub-klub Luar Jawa memiliki dana yang lebih besar? Bisa merekrut dan mempertahankan pemain-pemain berkualitasnya. Tampaknya klub-klub Jawa perlu menelaah serius. Mumpung kompetisi masih berjalan 10 sampai 11 pertandingan. Masih tersisa 23 sampai 24 pertandingan lagi. 

Badai pandemi memang mengempaskan berbagai sektor. Termasuk industri sepakbola Indonesia. Laga tanpa penonton terpaksa dijalani. Pendapatan klub dari penonton yang miliaran rupiah itu terpaksa hilang. Persebaya yang setiap laga kandang rata-rata bisa meraih hasil kotor penjualan tiket Rp 2 miliar per laga menjadi hilang. Begitu juga Arema. Pemilik klub harus mati-matian mencari dana lain. 

Namun, sekarang pertandingan Liga 1, Liga 2 dan Liga 3 sudah boleh dihadiri penonton lagi. Arema dan Persebaya misalnya harus segera mencari pemain yang lebih joss menghadapi putarah 2. 

Menjelang musim ini mungkin mereka menjual beberapa pemain bagusnya di musim lalu untuk tambahan modal. Di putaran 2 nanti semoga mereka sudah punya dana untuk  memperkuat tim. 

Tapi yang lebih penting, PSSI harus menggencarkan sosialisasi aturan FIFA. Jangan ada lagi gas air mata masuk stadion. 

Bila perlu di setiap pintu masuk stadion dituliskan larangan membawa flare, senjata tajam, mercon, dan GAS AIR MATA. Jangan sampai kita menangis darah lagi. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda