Ketua PBNU Gus Fahrur Dukung Pemerintah Sahkan RUU KUHP

Dr KH Ahmad Fahrur Rozi. (FOTO: istimewa)

COWASJP.COM – Sampai saat ini pemerintah masih membahas Rancangan Undang Undang KUHP. Menanggapi hal ini, Ketua PBNU Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrur Rozi mengatakan, pihaknya mendukung agar RUU KUHP segera disahkan. 

Alasannya, kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP yang saat ini dimiliki dan digunakan untuk menegakkan hukum pidana di Indonesia, adalah peninggalan Belanda yang diterjemahkan dari Kitab Belanda Het Wetboek van Strafrecht.

“Kitab yang sudah berumur seratus tahun lebih ini sudah kurang relevan dengan perkembangan zaman dan kondisi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pembaruan dan perubahan adalah keniscayaan. Agar bisa menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat Indonesia saat ini,” ujar  Gus Fahrur kepada Cowas JP, Rabu (10/8/2022).

Menurut Pengasuh Ponpes An Nur 1 Bululawang, Malang ini, dalam pembuatan kitab hukum pidana tidak ada satu negara di dunia yang membuat kitab hukum pidana negaranya dalam waktu singkat. “Apalagi membuat KUHP di negara heterogen, multi etnis, multi religi dan multi kultural seperti Indonesia bukanlah hal yang mudah. Pembahasan pembaruan KUHP sudah melalui jalan panjang, dari tahun 1963, telah melalui pergantian 7 presiden dan 15 penegak kehakiman,” tegas alumnus pesantren Lirboyo Kediri ini.

Gus Fahrur menuturkan, selama 59 tahun, para perumus atau penyusun rancangan pembaruan KUHP ini pastinya telah melibatkan para ahli dan pakar hukum di Indonesia. Adanya perubahan atau RUU KUHP ini, pada dasarnya untuk membuat produk hukum yang sesuai dengan kondisi perkembangan masyarakat saat ini.

“Nah untuk mengisi kekosongan beberapa pelanggaran ataupun norma hukum sehingga dapat menjamin perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat,” tandas Gus Fahrur yang juga menjabat Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia itu.

Gus Fahrur melanjutkan, dirinya memberikan dukungan pada lembaga legislatif untuk dapat menyelesaikan rancangan KUHP kita yang baru, dengan tetap mengakomodir berbagai kritik dan saran masyarakat. NU juga mendukung pembaruan atau RUU KUHP untuk mengisi kekosongan substansi produk hukum sebelumnya, sehingga berkedudukan untuk menyempurnakan hukum kenegaraan demi menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat.

“Jika terdapat hal–hal yang masih perlu diperbaiki dalam RUU KUHP, bisa ditempuh melalui legislative review atau judicial review. Yang penting formatnya yang sekarang sudah cukup bagus, jika ada materinya yang dinilai tidak cocok nanti bisa diperbaiki sambil berjalan. Karena hukum bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat (ubi societas ibi ius-red),” pungkas Gus Fahrur 

Dukungan PBNU terhadap pengesahan RUU KAUHP ini kelanjutan dari hasil Muktamar NU ke 34 di Lampung. 

Saat itu Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah,  menyampaikan hasil sidang komisinya pada Sidang Pleno Muktamar Ke-34 NU. Yang menyampaikan 

Idris Masudi (Sekretaris sidang). 

Menurutnya KUHP lama dianggap usang, NU Dukung Pengesahan Revisi KUHP Segera Dilakukan.

BELANDA SENDIRI SUDAH MEMPERBARUI PADA 1980

Proses perubahan atau revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah berjalan lebih dari 50 tahun. Namun, hal tersebut sampai hari ini belum menemui titik ujungnya. Padahal, KUHP yang dipakai saat ini merupakan adopsi KUHP dari Belanda yang sudah diterapkan sejak 1918. 

Sementara dunia terus bergerak dinamis dan banyak mengalami perubahan, meliputi berbagai bidang, antara lain perkembangan teknologi dan bisnis. Tak pelak, KUHP yang masih dipakai saat ini dianggap sudah usang. 

Apalagi Belanda juga sudah memperbaharuinya pada tahun 1980. Dus, Indonesia sudah sangat terlambat dalam memperbaharuinya.

Hal lain yang mendorong Revisi KUHP harus segera disahkan adalah perubahan paradigma dan berbagai terobosan baru yang perlu diapresiasi. Oleh karena itu, Muktamar Ke-34 NU mendorong agar proses pengesahan Revisi KUHP segera dilakukan. Terlebih pembahasannya tinggal sedikit lagi, karena beberapa poin yang sudah dibahas tidak dilakukan pembahasan ulang.

“Mempercepat pembahasan dengan tetap mematuhi prosedur penyusunan perundang-undangan sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 yang diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 agar tidak cacat formil,” kata Idris. 

Dalam kesempatan tersebut, Idris menegaskan bahwa Revisi KUHP harus mengakui dan mengakomodasi norma hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) antara lain hukum Islam dan hukum adat.

KUHP, lanjutnya, juga harus melindungi keberadaan saksi dan korban. “Berorientasi pada perlindungan saksi dan korban,” kata Wakil Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU itu.(*)

Pewarta : Imam Kusnin Ahmad
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda