Kepalang Basah, Abdul Muis Siap Tidur di Kantor Petinggi Jawa Pos

Cak Amu dengan sepeda kesayangannya menjelang masuk Kota Cirebon. (FOTO: Dok. Cak Amu)

COWASJP.COM – Kegigihan Abdul Muis, mantan wartawan senior sepakbola Jawa Pos, menjebol kebuntuan komunikasi dengan direksi dan komisaris Jawa Pos di Jakarta, dengan naik sepeda pancal dari Surabaya ke Jakarta, diapresiasi penuh oleh personel Cowas (Konco Lawas) Jawa Pos wilayah Jabodetabek.

Hal ini saya ketahui dari mantan wartawan Jawa Pos di Jakarta, Umar Fauzi Selasa sore (28/11/2023). "Kami sudah membikin jadwal acara untuk dia selama di Jakarta. Termasuk melakukan kunjungan ke Goenawan Mohamad, dan Ibu Eric Samola," jelas Umar.

Goenawan Mohamad dan Ibu Eric Samola adalah pemegang saham Jawa Pos. Ibu Eric Samola sendiri adalah istri dari bos puncak di Jawa Pos, yakni almarhum Eric Samola.

Menurut Umar, selama di Jakarta nanti Amu --panggilan akrab Umar ke Abdul Muis-- akan ngotot bertemu pemegang saham Jawa Pos. "Makin banyak yang bisa ditemui, tentu semakin baik. Sebab, Amu membawa misi sosial  khusus terkait deviden dan 20 persen saham karyawan Jawa Pos," tutur Umar.

Sebagaimana diketahui, Amu sudah nggowes ke Jakarta sejak Sabtu lalu (25/11). Dia sendiri yang berinisiatif untuk pergi menemui para pemilik saham Jawa Pos yang berdomisili di Jakarta. Start-nya dimulai dari Titik Nol Tugu Pahlawan Surabaya.

Amu geregetan atas sikap pemilik saham Jawa Pos yang bersikap cuek atas masalah di atas. Maka, lelaki berumur 60 tahun asal kampung Karangmenjangan, Surabaya, itu pun terpaksa turun gunung.

"Saya harus bertemu mereka. Apa pun hasilnya, saya akan ngotot. Kalau perlu saya akan menginap paksa di kantor pemegang saham. Kepalang basah, Fiq," jelas Amu, kepada saya pada Rabu yang lalu (22/11).

Amu paham, dia akan masuk hutan belantara Jakarta. "Saya tidak tahu rumah dan kantor mereka. Tetapi, insya Allah saya akan melacaknya bersama teman-teman Cowas Jakarta," sambung dia.

Walau begitu, sampai Selasa malam ini belum dapat dipastikan, kapan Amu bakal berada di Monas Jakarta, sebagai lokasi finish gowes sosialnya tersebut.  Namun, dia diperkirakan bakal menginjakkan kakinya di Monas pada Kamis lusa, 30 November 2023.

Jika sudah tiba di Monas, Amu akan diajak berkunjung ke kantor KONI Pusat. "Kami akan ke sana menjelang sore hari. Sebab, banyak wartawan olahraga yang biasa berkumpul pada jam tersebut," kata Umar.

Keesokan harinya Amu kembali didampingi anggota Cowas Jakarta, untuk menemui pimpinan Dewan Pers. "Insya Allah pada saat itulah akan hadir banyak wartawan yang akan melakukan peliputan atas aksi Amu," sambung Umar.

Kemudian Amu bakal hunting ke rumah petinggi Jawa Pos. Kabarnya, personel Cowas Jawa Pos Jakarta sudah melakukan survei khusus terkait keberadaan pemegang saham Jawa Pos di Jakarta.

Umar memang tidak seorang diri menyambut kehadiran Amu. Ada  Joko Irianto Hamid (pimpinan Portal Berita Lensa Indonesia.Com yang dulu dikenal sebagai pemburu berita kriminal di Jawa Pos Surabaya), Tubagus Adi (mantan redaktur olahraga Jawa Pos Jakarta), Ghofir Asnawi, Anggie D. Widowati (mantan wartawan Jawa Pos Jakarta),  Ramadhan Pohan (mantan anggota DPR RI yang juga wartawan Jawa Pos ),  dan Roso Daras (penulis buku tentang Bung Karno yang pernah menjadi wartawan Jawa Pos dan Koordinator Cowas JP Jabodetabek). Juga Iwan Sams (Samariansyah), mantan wartawan Jawa Pos di Biro Jakarta. 

"Kami sangat menghargai kepedulian Amu dengan nggowes seperti yang dilakukannya sekarang. Bayangkan, di usia 60 tahun dia nekat naik sepeda ke Jakarta. Bukan semata-mata untuk menyalurkan hobi. Melainkan ikut memperjuangkan misi Yayasan Pena Jepe Sejahtera," papar Umar.

Yayasan Pena Jepe Sejahtera sendiri kini beranggotakan lebih dari 400 orang mantan karyawan Jawa Pos. Yayasan ini dibentuk untuk mengklirkan masalah deviden, dan 20 persen saham Jawa Pos yang kepemilikan ha diduga kuat telah berpindah tangan.

Selama berteleponan dengan Umar, saya menangkap kesan Umar menyimpan kekecewaan yang sangat mendalam terhadap manajamen puncak Jawa Pos. Itulah sebabnya dia sangat mendukung langkah hukum yang sudah dilakukan yayasan dengan melaporkan kasus tersebut ke Polda Jawa Timur.

amu1.jpgCak Amu (kiri) ditraktir Sedulur: Mas Suyanto (kanan), Boss Radar Cirebon. (FOTO: Dok. Cak Amu)

Kepada saya Umar mengaku telah menyiapkan diri untuk melaporkan masalah tersebut ke Mabes Polri. "Tunggu tanggal mainnya saja," tegas dia.

Saya pribadi menilai, selama ini manajemen Jawa Pos bersikap arogan terhadap yayasan. Tidak ada upaya dialog yang dilakukan Jawa Pos, sebagai wujud koreksi atas perjuangan yayasan. 

Maka, langkah hukum merupakan upaya terbaik bagi masing-masing pihak untuk mengetahui hitam-putihnya sengketa tersebut. 

SESALKAN DAHLAN ISKAN

Saya juga menyesalkan sikap Dahlan Iskan, mantan petinggi Jawa Pos, yang melakukan tarik-ulur atas dukungannya kepada yayasan selama 1-2 tahun terakhir ini.

Saya memang tidak tahu persis, berapa rupiah uang deviden dan 20 persen saham karyawan yang sedang dipersoalkan itu. Namun, saya meyakini bahwa Dahlan sangat tahu banyak soal sepak-terjang direksi dan komisaris Jawa Pos terkait hal tersebut. Dan, 
mau-tidak mau dia wajib menjelaskannya ke polisi. Kelak kita bakal tahu, siapa saja sosok yang 'digigit' Dahlan sehubungan kisruhnya deviden dan 20 persen saham karyawan Jawa Pos tadi.

Jika menilik umur para pemegang saham dan komisaris Jawa Pos yang kini di kisaran 70 tahunan, maka saya justru merasa sangat prihatin. Pertama, mereka sesungguhnya adalah tokoh industri pers nasional. Bahkan Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri, misalnya, dikenal sebagai tokoh kritis di dunia jurnalistik. Analisisnya tajam. Kritikannya selama ini banyak didengarkan oleh tokoh-tokoh nasional dari berbagai bidang.

Artinya, mereka seharusnya memberikan teladan kepada masyarakat luas, khususnya kepada pelaku industri pers nasional, sehubungan pengelolaan keuangan industri pers yang benar.
Sekaligus menegakkan pilar kejujuran sebagai perusahaan pers yang bertanggungjawab kepada publik, termasuk kepada karyawannya sendiri.

Kedua,  mereka adalah sosok intelektual yang sangat paham aturan perusahaan. Lebih-lebih Dahlan yang dulu dikenal sebagai CEO-nya Jawa Pos.  Ketika itu --sebelum akhirnya teedepak dari kursi empuk Jawa Pos-- dia tahu persis tentang kondisi keuangan Jawa Pos, termasuk keberadaan  uang deviden dan 20 persen saham karyawan Jawa Pos.

Ketika saya menulis artikel ini, saya masih berharap adanya dialog dari hati ke hati antara perwakilan yayasan dan manajemen Jawa Pos. Komunikasi yang sportif.

Saya tahu persis, anggota yayasan sesungguhnya tidak memiliki keinginan yang macam-macam. Mereka hanya ingin manajemen Jawa Pos bersikap jujur. Dengan kejujuran tersebut bakal lahir empati atas mantan karyawan yang telah memberikan kontribusi nyata terhadap gurita bisnis Jawa Pos.

Apalagi jika itu menyangkut hak yang sejatinya dimiliki oleh karyawannya sendiri, sebagaimana pengakuan Dahlan kepada pengurus yayasan. Bahwa uang deviden, dan 20 persen saham karyawan Jawa Pos sudah 'tidak jelas jelas kepemilikannya'. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda