Haji Zoom

Jamaah haji Indonesia 2022. (FOTO: ANTARA - sindonews.com)

COWASJP.COM – Kementerian Agama membuat inovasi berupa penerbitan sertifikat haji. Sertifikat itu akan diberikan kepada semua jamaah haji tahun 2023, baik yang berstatus menunaikan sendiri maupun badal haji.

Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam. Ibadah ini wajib ditunaikan umat Islam yang mampu. 

Penerbitan sertifikat itu menjadi menarik, karena sudah lebih dari 1.400 tahun ibadah haji dilaksanakan, baru sekarang ada negara yang menerbitkan sertifikat haji. 

Pertanyaannya, seberapa pentingnya sertifikat itu?

ASPEK SEJARAH

Pada masa kolonial, umat Islam yang telah menunaikan ibadah haji diberi gelar ''haji'' oleh pemerintah Hindia Belanda. Gelar diberikan tanpa sertifikat.

Pemberian gelar itu berlatar belakang politis: Untuk memudahkan penguasa dalam memantau aktivitas umat Islam yang kaya pada masa itu. Konon, gelar ''haji'' hanya dikenal di bekas wilayah Hindia Belanda. 

Dari sejarah itu, gelar haji sering dicantumkan dalam identitas formal seseorang dengan inisial ''H'' (haji) dan ''Hj'' (hajjah) di depan nama. Padahal H dan Hj hanya sebutan, bukan gelar akademis. 

Meski demikian, tidak semua umat Islam yang telah menunaikan ibadah haji mau mencantumkan gelar H atau Hj di depan namanya.

ASPEK TEKNOLOGI

Membaca penjelasan Kementerian Agama tentang teknis pendistribusian sertifikat, menurut saya tidak canggih, tidak praktis dan boros biaya. 

Bayangkan saja:
1. Sertifikat dicetak di masing-masing kantor Kementerian Agama kabupaten/kota. Berarti akan ada tugas tambahan bagi pegawai, perlu biaya tambahan untuk membeli kertas, tinta, printer.

2. Sertifikat diambil jamaah atau yang diberi kuasa jamaah di kantor wilayah secara gratis. Meski tidak perlu membayar, jamaah tetap harus keluar biaya ekstra untuk sertifikat itu. 

3. Jamaah juga harus mempersiapkan waktu khusus agar kedatangannya tidak sia-sia. Bisa saja, mereka datang tapi sertifikat belum dicetak karena kehabisan blanko atau printernya kehabisan tinta. Menambah kerepotan bagi jamaah yang berdomisili jauh dari kantor tersebut.

Padahal, Kementerian Agama sudah lama menggunakan sistem informasi untuk mengelola perjalanan ibadah haji. Sejak pendaftaran, semua telah didigitalisasi. Kalau toh sertifikat haji itu perlu diterbitkan, mengapa tidak menggunakan sertifikat elektronik saja? 

Developer Siskohaj hanya perlu mengubah email tujuan penerima e-certificate dari kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota menjadi email jamaah haji. Ini canggih, praktis dan murah. 

Anggap saja, sertifikat haji itu sama dengan sertifikat mengikuti seminar online melalui aplikasi Zoom. Selesai acara, peserta menerima sertifikat melalui email masing-masing. Kalau peserta mau mencetak, silakan nge-print sendiri-sendiri. 

Lain ceritanya kalau sertifikat haji itu bisa menjadi agunan kredit atau syarat kenaikan pangkat dan syarat menjadi calon peseta pemilu.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda