Ginjal dari Ponorogo Akan Dijual ke Kamboja

Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim Hendro Tri Prasetyo (tengah) didampingi Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo Yanto dan Kapolres Ponorogo AKBP Wimboko menunjukkan barang bukti sindikat perdagangan ginjal internasional di Kantor Imigrasi Ponorogo, Ra

COWASJP.COMPenjual ginjal diungkap Kantor Imigrasi Ponorogo, Jatim, Selasa (4/7/2023) pagi. Dua pemuda MM dan SH memohon paspor di situ, tujuan liburan ke Malaysia. Tapi penampilan mereka dinilai tidak seperti pelancong. Dokumen pun tak lengkap. Maka ditolak, mereka pulang.

***

“Eeh… sorenya mereka balik lagi,” kata Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim, Hendro Tri Prasetyo kepada pers, Rabu (5/7). “Mereka pikir, kami bakal lengah.”

MM, warga Buduran, Sidoarjo, Jatim. SH, warga Tangerang Selatan, Banten. Memohon paspor di Ponorogo.

Kedatangan kedua MM dan SH, ternyata tidak dengan kelengkapan administrasi yang disyaratkan. Atau, sama saja dengan kedatangan mereka pada paginya. 

Petugas jadi curiga. Petugas mendesak MM dan SH tentang tujuan ke Malaysia. Berbagai pertanyaan dilancarkan. Dua pemuda itu kelimpungan menjawab. “Kami duga, mereka TPPO  (Tindak Pidana Perdagangan Orang),: ujar Hendro.

Petugas terus menggali info. Setelah interview sejam, mereka kelelahan, lalu mengaku, akan menjual ginjal ke Kamboja.

Petugas mendesak lanjut, lalu MM dan SH mengatakan, mereka datang ke situ diantar tiga orang yang sedang menunggu di luar kantor. Para petugas bergegas mencari orang-orang dimaksud.

Benar. Ada tiga pemuda di Taman Jeruksing, Jalan Juanda, Ponorogo. Cuma selemparan batu dari kantor imigrasi. Tiga pemuda itu dipancing pertanyaan oleh petugas. Terbukti benar. 

Tiga pemuda itu WI, warga Bogor. AT, warga Jakarta. IS, warga Mojokerto. Tak satu pun warga Ponorogo. Jadi, lima pemuda itu berasal dari lima kota. Mungkin, mereka beranggapan Kantor Imigrasi Ponorogo paling lemah seleksi pengurusan paspor.

Mereka diamankan sementara di kantor imigrasi. Didesak aneka pertanyaan. Alhasil, terungkap begini:

Tiga pemuda yang di luar kantor adalah penyalur ginjal. Otaknya adalah WI warga Bogor. Penyalur orang yang mau jual ginjal akan dapat Rp 150 juta per orang. Belum terungkap, berapa harga ginjalnya.

Dalam interogasi, WI mengaku, beberapa bulan lalu ia sudah berada di Phnom Penh, Kamboja. Sudah masuk sebuah rumah sakit di sana, untuk menjual ginjal.

Sebelum ginjalnya diangkat melalui operasi, dilakukan aneka pemeriksaan laboratorium. Hasilnya, dokter menyatakan ginjal WI tidak sehat. Tidak layak dipindahkan (transplantasi). Lalu ia pulang lagi ke Indonesia.

Dari situ WI punya pengetahuan cara menjual ginjal. Ia pulang ke Bogor. Lalu ketemu geng penjual ginjal, dan berkumpul di markas Bekasi.

Hendro Tri: “Ia (IM) mengaku, sempat tinggal beberapa waktu bersama geng di markas mereka di Bekasi. Mereka semua sudah ditahan di Polres Ponorogo.”

Keterangan Hendro, cocok dengan fakta penggerebekan sebuah rumah di Bekasi, yang diduga sebagai markas sindikat penjual ginjal. Lokasi di rumah dua lantai di Perumahan Villa Mutiara Gading, Jalan Piano IX, Bekasi. Digerebek tim Polda Metro Jaya,  Senin, 18 Juni 2023 pukul 01.00 WIB.

Rumah itu milik Sudirman, 47, yang tinggal di rumah lain di komplek perumahan tersebut. Rumah dikontrak Septian Taher, 30, awal November 2022. Dihuni tiga pemuda, termasuk Septian. Semula mereka kontrak di seberang rumah milik Sudirman. 

Sudirman kepada wartawan menceritakan, setelah beberapa hari rumah dikontrak, ternyata penghuninya banyak. Antara enam sampai sepuluh pemuda. Berganti-ganti. Datang dan pergi. Tentu, itu mencurigakan.

Sudirman: “Saya sudah sarankan mereka mengumpulkan foto kopi KTP untuk diserahkan ke Ketua RT. Mereka cuma iya-iya, tapi enggak dilakukan. Alasannya, mereka mengaku pekerja proyek luar kota. Mereka cuma numpang di situ dua-tiga hari.”

Bahkan, si pengontrak awal, Septian pada Desember 2022 sudah tidak tinggal di situ. Katanya, dapat pekerjaan di luar kota.

Divisi Siber Polda Metro Jaya mengendus, rumah itu sebagai pusat penjualan ginjal dari unggahan di Facebook. Yang menawarkan ginjal. Alamat penjual disamarkan. Tapi bisa dilacak tim Divisi Siber.

Ketika digerebek, enam pemuda ditangkap. Tanpa Septian. Mereka sempat ditahan di Mapolda Metro Jaya. tapi, karena kurang bukti hukum, mereka dilepas lagi, sesuai KUHAP.

Belum diketahui, apakah enam orang yang pernah ditahan itu termasuk lima yang ditahan di Polres Ponorogo. Karena, Polda Metro Jaya saat itu belum mengungkap identitas enam orang yang ditangkap.

Indonesia pemain baru dalam perdagangan orang. Bahkan, belum terungkap jelas sindikatnya. Berdasar data World Health Organization, penjual organ tubuh manusia terbanyak ilegal adalah India, disusul Filipina.

Merujuk laporan Reporter Sandeep Unnithan dan Damayanti Datta yang dimuat India Today, 14 Februari 2008 berjudul "Life and crimes of a kidney don", sebelum tahun 1994, India tidak punya undang-undang yang melarang penjualan organ. Setelah itu dilarang.

Dilarang tidak berarti stop perdagangan organ orang. Masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sampai akhir tahun 2008 diperkirakan sekitar 2.000 organ, kebanyakan ginjal, dijual dari India.

Jumlah itu masih jauh dari kebutuhan. Negara terbanyak yang membutuhkan organ manusia adalah Amerika Serikat. Dikutip dari data OPTN (Organ Procurement and Transplantation Network) 7 November 2019, ada 100.000 pasien di AS yang menunggu transplantasi organ dalam. Mayoritas mati akibat lambatnya pasokan organ dalam. Dari negara-negara miskin yang dijual secara ilegal.

Di Filipina, ekspor organ manusia tidak sebanyak India. Sekitar separonya India. 

Berdasar laporan Dubes Inggris untuk PBB di Wina, Robert Leigh Turner, dipublikasi di Cambridge Quarterly of Healthcare Ethics, 6 Desember 2019, di Filipina sebelum tahun 2008 penjualan organ manusia malah didukung pemerintah. Setelah 2008 dilarang.

Tapi masih sangat banyak yang dilakukan secara gelap. Turner tidak menyebutkan angka. Tapi ribuan organ manusia diekspor dari Filipina per tahun.

Afghanistan juga pemasok besar organ manusia. Bahkan, sebelum negara yang berantakan akibat perang saudara itu dikuasai Taliban, 11 Agustus 2021.

Dikutip dari The New York Times, 6 Februari 2021 berjudul “In Afghanistan, a Booming Kidney Trade Preys on the Poor”, pusat transplantasi organ dalam ilegal ada di Loqman Hakim Hospital, Kota Herat, Afghanistan. 

Kebanyakan, antara penjual dan pembeli bertemu di sana. Bertransaksi. Langsung ditransplantasi di sana. Maka, banyak orang asing, umumnya dari AS (sebelum penarikan mundur pasukan AS dari sana) datang ke sana untuk ganti organ.

Meski di sana ilegal, tapi transaksi ramai. Sampai para dokternya kewalahan memindahkan organ dari penjual kepada pembeli.

Reporter The Times mewawancarai calon pembeli ginjal di sana. Bernama Ahmed Zain Faqir, 37, seorang guru yang mencari ginjal untuk ayahnya.

 

Ahmed kepada The Times: “Orang-orang ini, mereka butuh uang. Jadi tidak ada paksaan.” Berkata begitu, ia menunjuk pemuda yang lalu-lalang di sekitaran rumah sakit. Ia cari pembenaran, meskipun undang undang setempat melarang jual-beli organ.

Ternyata, betul kata Ahmed. Laporan The Times menggambarkan, ketika Ahmed sedang diwawancarai, sudah diincar oleh Halem Ahmad, 21, yang ngebet ingin menjual ginjalnya.

Halem sekalian diwawancarai. Ia seorang petani dari luar Kota Herat. Saat itu ia panik, karena gagal panen. Keluarganya butuh duit buat makan sehari-hari. Ia sudah menginap beberapa hari di bedeng gelandangan di Herat. Demi mengejar orang pencari ginjal. 

Saat itu Halem sudah hampir menemui Ahmed, yang kelihatan celingak-celinguk, tanda mencari orang yang mau jual ginjal. Ahmed keburu diwawancarai wartawan, sebelum Halem mendekat.

Setelah Ahmed diwawancarai wartawan, Halem malah kabur. Mungkin ia takut. Tanda, bahwa jual-beli organ di sana adalah melanggar hukum. Tapi wartawan kehilangan jejak, sehingga tidak menangkap peristiwa transaksi. 

Wartawan  mewawancarai staf rumah sakit itu. Namanya Masood Ghafoori, manajer keuangan senior. Dipancing wartawan, berarti rumah sakit menghasilkan banyak uang dari transplantasi itu?

Dijawab singkat Masood: "Bisa dibilang begitu." Lalu, ia pergi menghindari pertanyaan lanjut.

Wartawan menemui dr Farid Ahmad Ejaz. Bertukar kartu nama. Di kartu nama si dokter tertera: Founder of Kidney Transplant in Afghanistan. Jadi, sungguh transaksi dan transplantasi organ di sana terbuka dan tertutup. 

Terbuka artinya, si dokter sengaja mencari duit dari kegiatan ilegal itu. Tertutup, artinya ngumpet dari kemungkinan ditangkap aparat hukum. Ia agak terbuka (memberi kartu nama) ke wartawan, karena wartawannya, Adam Nossiter yang Kaukasia. Bukan orang lokal. Nossiter didampingi wartawan lokal Najim Rahim dan fotografer Kiana Hayeri.

dr Ejaz ditanya, bagaimana teknik  penerima (pembeli) organ bisa merayu, membuat penjual setuju menjual ginjal? 

“Ah… Itu bukan urusan kami,” kata Ejaz.

Tapi, Ejaz memberikan logika begini: “Orang-orang Afghanistan menjual putra dan putri mereka demi uang. Bagaimana Anda bisa membandingkannya dengan menjual ginjal?” 

Maksudnya, menjual ginjal dianggap lebih sepele dibanding ortu menjual anak. Untuk dilacurkan, atau apa pun.

Ejaz menegaskan: "Kita harus melakukan ini, karena seseorang sedang sekarat."

Wartawan menunjukkan ke Ejaz, kartu nama seorang "broker" ginjal. Ternyata Ejaz tidak kaget. Ia berkata enteng, "Di Afghanistan, Anda menemukan kartu nama bagi orang untuk membunuh orang lain."

Whaow… membaca liputan kondisi di Afghanistan, kita masih boleh bersyukur. Penjual ginjal di Ponorogo itu masih ngumpet-ngumpet. Di Afghanistan begitu terbuka. Sampai diliput wartawan asing.

Bersyukur boleh, tapi dilarang gembira. Karena, di mana pun ada orang menjual ginjal, berarti ia tinggal di negeri miskin. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda