RupaPuisi:

PERADABAN TUBUH 2

#seni_dsri (dalam satu ruang imaji) 24 Des 2022. (SKETSA: Saiful Hadjar)

COWASJP.COM – Satu

Semula berangkat dari iseng menggambar bentuk tubuh telanjang. Saya lakukan di tengah-tengah kesibukan, kerja, sarasehan, seminar, berkumpul sesama pencinta dan pekerja seni atau sedang sendiri di mana saja. 

Menggambar di kertas apapun setelah itu saya buang. Kalau dikumpulkan semua bisa dipastikan banyak dan sulit memeliharanya. Dari hal tersebut tiba-tiba ada keinginan membuat karya seni tentang tubuh dari sudut pandang tidak banyak disentuh para seniman.

Bagi saya tubuh sintal, montok dan ranum lebih tepat dinikmati dari pada diabadikan (digambar). Lain dengan tubuh yang ringkih, kerempeng, gembrot dan bentuknya sudah tidak beraturan. 

Juga tidak kalah jadi objek yang insipiratif dan imajinatif menyentuh banyak persoalan di segala aspek kehidupan. Dengan demikian bicara tentang berbagai bentuk tubuh telanjang tidak hanya berhenti sebatas memberi kesan negatif atau image (gambaran) porno.

Dari latihan gambar tubuh secara intens, dilakukan dengan setia dan cinta sampai di puncak kejemuan menjadi kenikmatan tersendiri dari kegiatan menggambar tersebut. Selain itu jadi lebih paham tentang makna garis mencapai berbagai sudut pandang (posisi) objek - setiap garis yang lahir dari dorongan getaran jiwa merekam objek menjadi kesatuan dengan sendirinya menghadirkan ruang imaji. Semuanya merupakan daya untuk membentuk gambaran (imaji) secara tidak langsung adalah konsep-konsep mental didapat dari sensasi (penginderaan). Itu adalah aktivitas produktif yang mengintensifkan sebuah objek dengan cara tertentu. 

Menciptakan maknanya sendiri dari diri sendiri dengan kepandaian memanfaatkan imaji ke dalam tantangan kreatif menjadi karya seni.

Bertolak dari mendapatkan pemahaman di atas, beberapa gambar (tubuh) sempat tersimpan, sekitar 50 karya lebih saya angkat jadi karya sketsa grafis ( teknik cukil jenis kayu atau cetak tinggi). Selain itu dengan sadar apa yang saya lakukan di tengah-tengah perkembangan seni grafis mengalami tantangan berat. Terutama menghadapi keberadaan atau perkembangan begitu pesat di dunia produk cetak reproduksi dan perkembangan seni rupa pada umumnya. 

Kenyataannya semakin lama semakin canggih secara teknik, sangat menarik secara rupa dan terjangkau harganya. Dengan sendirinya perhatian pada seni grafis (seni murni) semakin menurun. Maka dari itu persoalan tubuh dengan sentuhan seni grafis berkeinginan memberi keunggulan dan keunikan tersendiri dibanding dengan perkembangan dunia produk cetak reproduksi begitu hebat dan juga tak ingin ketinggalan dengan perkembangan seni rupa lainnya.

Dua

Begitu pula dengan puisi pendek tema tubuh juga dibuat dengan iseng yang intensitas terjaga dilakukan sejak tumbangnya Orba (Orde Baru) 1998. Menangkap persoalan tubuh berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan dalam keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Tidak lepas dari penangkapan panca indera disertai dengan pengalaman maupun pengetahuan. Dari penghayatan sebuah peristiwa dengan cara cermat atau teliti. Membangkitkan pemahaman tentang tubuh sesuatu yang berkait dan sifatnya komplek di tengah perkembangan peradaban sedang berjalan.

Menggambarkan kepiawaian mengakrobatkan kata-kata dengan cara apa adanya atas pertimbangan pengalaman, pengetahuan dari lubuk hati yang dalam. Menjadi sebuah puisi, yaitu pilihan kosa kata membangun ruang imaji bersentuhan nilai-nilai estetika.

Berwujud jadi puisi imajis, mengambarkan atau imaji memberi suguhan langsung dengan bahasa yang lugas, tanpa kembangan-kembangan kosa kata yang mengaburkan gambaran hendak di bangun. Juga tidak banyak menonjolkan emosi, karena sudah mengikat di dalam atau menyimpan perasaan penciptaannya sedang tergiur dengan pesona atau suasana yang direkam. Dengan sendirinya perasaan atau emosi  yang dihadirkan, tertulis menjadi puisi liris. Karya puisi yang menghidupkan perasaan atau emosi antara pencipta dengan penikmat (pembaca) dalam sebuah ruang imaji ada di karya tersebut.

saeful.jpg1.jpg

Lebih jauh puisi liris mengandung dua elemen, yaitu antara menyatakan perasaan yang samar-samar menyatu dengan objek tidak menutup kemungkinan tergelincir dalam puisi gelap. Puisi yang kehilangan kontak dengan pembaca - puisi menguap begitu saja sebelum habis dibaca. Maka dari itu menghadirkan puisi liris membutuhkan kecerdasan pencipta memainkan kosa kata, menghadirkan semiotik yang dapat mengikat pembaca bersama menciptakan ruang dialogis yang imajinatif, inspiratif dan unik.

Tiga

Mempetemukan puisi pendek dengan sketsa grafis dibuat secara iseng atau coba-coba, jadi sebuah kebutuhan datangnya secara tiba-tiba, tanpa perencanaan yang matang dan secara spontan. Merupakan perjalanan proses kreatif karya seni yang dibuat secara iseng menjadi perhatian serius. Makin lama makin terasa karya seni tentang tubuh tersebut terwujud, menggambarkan (imaji) seorang sedang bicara sendiri, dalam keterasingan dan merasa kesepian. Pembicaraan dalam batin di tengah-tengah dinamika problimatik kehidupan yang komplek sedang bergejolak. Seperti sebuah tubuh kehilangan kontak dengan tubuh-tubuh lain dalam sebuah sisitem berinteraksi yang peduli dengan segala persoalan dalam perkembangan peradaban sedang kita hadapi bersama.

Lebih jauh perlu diketahui, bahwa puisi pendek dan sketsa grafis, kelihatan sangat sederhana dan tidak lengkap. Puisi pendek dengan unsur utama kata-kata dan sketsa grafis dengan unsur utama garis bukan berarti karya tidak selesai - tidak bisa disebut puisi kesimpulan atau sketsa bagan membutuhkan kelanjutan untuk disempurnakan. Dua karya seni tersebut bisa dikatakan sudah selesai dan menjadi karya mandiri. Artinya juga bisa jadi karya berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan.

Mengumpulkan puisi pendek dan sketsa grafis dengan satu tema - dalam satu ruang imaji dengan unsur utama berbeda ( kata dan garis), memiliki daya ungkap dan cara berbeda perlu  kecermatan atau ketelitian. Menjadi karya dalam kesatuan memberi gambaran (imaji) seperti pertemuan antara tubuh-tubuh  (manusia) dalam satu pembahasan (ungkapan) berbekal pengalaman, pengetahuan dan penghayatan masing-masing setiap tubuh yang berbeda-beda. Meskipun terjadi perbedaan atau perselisihan bisa saling mengisi, melengkapi, mengontrol dan mengembangkan tema yang dibahas. Begitu juga dengan mempertemukan puisi pendek dan sketsa grafis bisa memberi perspektif lebih komplek. Tentunya menjadi pembahasan menarik tentang tubuh satu tema karya seni dalam ruang imaji (#seni_dsri), merupakan peran aktif tubuh dalam sebuah perkembangan peradaban sedang berlangsung pada zamannya. Maka dari itu dua karya seni tersebut bisa berdiri sendiri, ketika jadi kesatuan di pertemuan dalam satu ruang imaji, tentunya bisa saling melengkapi dan lebih menghidupkan ruang dialog imaji tersebut. Tanpa menghilangkan kemungkinan buruk dalam dunia seni dekat dengan permainan metafora, simbol, tanda dan sebagainya bisa menjadi alat penyebaran kebohongan, fitnah, adu domba dan sejenis. 

Tentunya dengan dunia seni pula bisa menjelma jadi ruang dialog imaji antara tubuh-tubuh tempat jiwa atau roh memerankan dan mempertanggung jawabkan dirinya sebagai manusia berfikir kebudayaan, selalu berproses mendekati kehidupan yang sempurna.(*) 

Surabaya, 2022

Saiful Hadjar (Esha), lahir di Kampung Kaliasin, Surabaya. Aktif di bidang sastra, seni rupa dan teater. Selain itu juga menulis tentang kebudayaan, sosial politik dan pendidikan di berbagai media massa.

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda