Sang Begawan Media

Safari Ramadhan

Cover buku Biografi KH Hasan Ulama. (FOTO: laduni.id)

COWASJP.COMSAFARI Ramadan kali ini saya mulai ke makam ibu: Siti Khalisnah. Di desa Bukur, tetangga desa kelahiran saya, Tegalarum. Ibu mendapat fasilitas dikuburkan di makam keluarga Haji Sapuan, entah bagaimana ceritanya.

Saya sendiri sekolah SD di desa Bukur. Hanya jalan kaki menyeberang sungai Kanalan. SD Tegalarum sendiri lebih jauh: di bagian barat desa. Rumah kami di bagian paling timur desa. Anak Magetan sekolah di Madiun. 

Sungai Kanalan itulah yang memisahkan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun. Jadinya saya lebih sering ke kecamatan Jiwan daripada ke kecamatan sendiri di Bendo.

Waktu SD itu saya sering ke Jiwan. Ke poliklinik. Selama di SD kaki saya lebih sering korengan dari pada mulus. Kadang koreng diselingi bisul. Kadang diselingi luka yang bernanah. 

Luka itu bisa karena kena cangkul. Kena penyabit rumput. Atau ketika berjalan dengan kaki telanjang, jari kaki tersandung batu. Pernah juga luka karena menginjak kaca di jalan. Atau menginjak paku yang sudah betagar.

Pokoknya selalu ada nanah di salah satu bagian kaki. 

Obat semua itu hanya satu jenis: salep. Di poliklinik Jiwan. Saya lihat salepnya ditaruh di ember kecil. Siapa saja yang perlu salep diolesi langsung oleh petugas. Perlu diperiksa. Tidak perlu dicuci dulu. Alat pengolesan semacam sendok kayu bergagang panjang. Dari ember langsung ke kaki.

Maka salep tersebut menutup koreng yang sudah bercampur debu. Yakni debu jalan. Jalan dari SD Bukur ke klinik itu memang berdebu. Sejauh 3 km. Belum ada aspal.

Pulangnya salep itu tertutup lagi dengan debu baru. Kadang di antara kami, tiga atau empat anak, saling sepak debu. Siapa yang bisa menyepak debu paling tinggi ia yang hebat. Apalagi kalau bisa mengenai muka temannya.

Kaki kami memang penuh koreng bernanah tapi bahagia: hari itu bisa membolos satu hari. Minta izin guru untuk ke klinik pada dasarnya memang bukan untuk sembuh.

Makam ibu saya sederhana tapi bersih. Mungkin adik saya yang membersihkannya. Ibu berbaring di situ sejak tahun 1963, ketika saya berumur 12 tahun. Dulu, ketika kecil, ke makam ibu adalah acara tahunan: salat Idulfitri, selamatan ambeng (tiap rumah bikin ambeng, dibawa ke masjid untuk dimakan bersama), sungkeman di rumah nenek, lalu ke makam. Setelah itu baru unjung-unjung ke rumah famili. Tidak ada yang memberi angpao seperti zaman sekarang.

Ayah dimakamkan di Takeran. Tidak ada wasiat harus dimakamkan dekat ibu. Saat ibu meninggal ayah baru berumur 56 tahun. Ayah tetap menduda sampai meninggalnya di usia 85 tahun.

Satu-satunya pesan ayah adalah: jangan pernah ziarah ke makamnya sebelum ke makam KH Hasan Ulama. Itu kakek buyut saya dari ibu. Yang oleh ayah dianggap sebagai ''guru'' tarekatnya: tarekat Satariyah. Ayah merasa tidak menghormati ''guru'' kalau ada orang ke makamnya tanpa lebih dulu ke makam guru. 

Bahkan, ayah berpesan, kalau perlu tidak usah ke makam ayah. Cukup didoakan dari makam Hasan Ulama. 

Ada bangunan kuno di atas makam Hasan Ulama. Makamnya sendiri dikerudungi kelambu. Biasanya kami tahlil di teras makam.

Ketika Hasan Ulama meninggal ''keguruan'' Satariyah diwariskan ke cucunya: Imam Mursyid Muttaqin. ia mati muda: dibunuh PKI dalam pemberontakan PKI Madiun 1948. Tujuh kiai kami dibunuh bersama. Dimasukkan sumur hidup-hidup. Lalu ditimbun. Termasuk dua ustad kami yang didatangkan dari Mesir.

Di Safari Ramadan ini saya tidak ke makam ayah. Saya baru saja ke Takeran seminggu sebelum Safari Ramadan. Sekalian melihat proyek kecil-kecilan di situ. Setamat SD di Bukur saya sekolah di tsanawiyah dan aliyah Takeran. Karena itu Takeran juga saya anggap kampung saya. Apalagi ayah juga besar di situ. Ayah jadi abdi dalem di rumah Hasan Ulama. Abdi kesayangan. Karena itu dikawinkan dengan ibu saya. 

Dari makam ibu saya ke desa kelahiran. Ada dua janda tua bersebelahan rumah di Tegalarum: Yu Yah dan Yu Yat. Merekalah yang dulu kasihan pada saya. Ketika pulang sekolah tidak ada makanan, mereka panggil saya makan di rumah mereka. Kadang di rumah Yu Yah. Kadang di rumah Yu Yat.

dis2.jpgMakam KH Hasan Ulama. (FOTO: wa wicaksono)

Sebenarnya ada beberapa rumah lagi di depan rumah orang tua saya. Itu rumah paman dan pak de. Tapi juga pasti tidak ada makanan di rumah mereka.

Sepuluh tahun kemudian, saya ajak istri saya, galuh Samarinda, berbulan madu di desa ini. Saya ceritakan jasa dua wanita itu –yang waktu itu belum janda. Maka waktu Safari Ramadan kali ini istri saya lebih banyak bercengkerama dengan mereka.

Istri saya ingat: di bulan madu itu makanan termewah kami adalah soto Pasar Kawak Madiun. Di Safari Ramadan kali ini pun istri ingin mampir ke Pasar Kawak. Saya biarkan dia masuk pasar itu. Saya jalan-jalan ke jalan melengkung di depan pasar. Kawasan ini sekarang semarak sekali. Jadi kawasan baru: tempat wisata. Di atas rel kereta lama jurusan Madiun-Ponorogo itu kini ada gerbong kereta beneran. Bagian dari wisata kuliner yang baru.

Madiun berubah mengesankan. Di tengah kota kini ada bangunan mirip Kakbah. Dengan lingkungan yang tertata rapi. Di seberang jalannya ada patung besar Lion Singapura. Maka berada di situ terasa seperti di tengah dunia dan akhirat.

Rute Safari Ramadan kali ini ke arah barat: ke Gunung Kidul dan ke Yogyakarta.

Di Yogyakarta saya harus berbuka puasa bersama bos Yogya Mall dan Rich Hotel: Soekeno. Inilah hotel terbesar di Yogya: punya 500 kamar. Belum termasuk kamar di hotelnya yang lain. Grup ini sekarang punya delapan hotel. Padahal Soekeno berangkat dari miskin. Usaha pertama yang dirintisnya adalah kios foto copy.

Sebenarnya saya sudah beberapa kali bermalam di hotel Rich tapi baru kali ini bersama pemiliknya. Teman lama saya, Aqua Dwipayana, yang mengatur buka bersama itu.

Habis berbuka saya ke Masjid Jogokariyan. Lalu ke masjid di pondok Krapyak.

Hari pertama Safari Ramadan pun berakhir di Yogyakarta. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 4 April 2023: Ringan Berat

Ida Mulia

Kalau Donald Trump adalah pemimpin terbesar aliran sesat di amerika, lah berarti orang amerika itu mayoritas penganut aliran sesat kah?

ichsan Hamid

Lebih memilih aliran sesat daripada ngaku aliran benar tapi menyesatkan ????

Agus Suryono

PEMBOHONG LAWAN PEMBOHONG.. Kebenaran BISA MATI di tengah-tengah. #Hanya Yuri dan Hakim yang berintegritas yang bisa MENGATASI-nya.. TIDAK HARUS dan TIDAK PERLU mati..

Agus Suryono

AHLI PERKARA.. "Apa syarat untuk menjadi AHLI HUKUM.." "Syaratnya, BELAJAR-lah, di Fakultas Hukum". "Kalau syarat AHLI PERKARA, apakah harus ikut program PASKA SARJANA..". "Tidak..! Anda cukup membuat perkara SEDERHANA, sebanyak-banyaknya. Proses Anda MENYELESAIKAN perkara, itulah bagian dari PROSES BELAJAR.. #NILAI Program Pendidikan "AHLI PERKARA" setara S2 dan S3 adalah "tiada tara"..

Gregorius Indiarto

"Menjadi arena pembohong vs pembohong", mereka akan saling beradu argumen di depan sidang. Sulit menentukan pemenangnya. Dan pemenangnya adalah pembohong terbaik.

Handoko Luwanto

Beda aliran benar dan aliran sesat itu tipis sekali. Begitu tipisnya sampai pengikutnya tak sadar sudah berpindah aliran. Mengapa bisa begitu ? Karena amat pendek proses berubah dari benar menjadi sesat. benar, _senar, sena_t, se_sat.

Samsul Arifin

Klo Udah baca Tulisan Abah DI memang kecanduan. Tapi Klo sudah pernah komentar ga bisa komentar itu kayak orang "SAKAU" makanya jalan berlikupun dilakukan oleh para perusuh agar bagaimana sebisa mungkin itu "NGERUSUI" CHD ini. Salam....

Giyanto Cecep

meski saya harus melalui jalan memutar untuk menulis komentar yaitu dengan membuka firefox dan chrome .. dan meski komentar saya arang dimuat .. menulis komentar di CHD itu sebuah kebanggaan tersendiri dan memberi kepuasan tersendiri .. Pak Trump juga memiliki alasan tersendiri .. kenapa melakukan ini itu .. kenapa tidak melakukan gini gitu .. itulah " jati diri " .. 

Lusy Anggraini

Zaman sekarang kejujuran sudah setipis tisu dibagi sepuluh

Komentator Spesialis

Jadi kalau pendusta bicara, maknai saja sebaliknya. Itu rumus yang terbukti paten

Alfi Nur Afifah

Sekali berbohong akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Ada peribahasa mengatakan "Sepandai pandainya menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga" Sama halnya dengan kebohongan, meskipun disembunyikan dengan cara apapun, pasti suatu saat akan terbongkar juga. 

Jimmy Marta

Ibarat mendaki, paman sam dah melewati puncak. Jalannya tinggal turunan..(???)

Jimmy Marta

Jika dari perkara ini trump makin populer, maka cocoklah pelajaran lama di kelas. Ada dua jalan untuk ngetop. Jalur putih atau jalur hitam. Menjadi juara kelas atau brandalan tengik.. 

Komentator Spesialis

Pemerintah ditanya alasan pembatalan sebagai tuan rumah oleh FIFA nggak mau terbuka. Seorang wartawan olah raga internasional terkenal asal Inggris Rob Harris menyebut bahwa alasan pembatalan FIFA adalah venue yang tidak siap ! Ini berbeda dengan isu yang berkembang dengan alasan penolakan team Israel. Makanya supaya jelas, tunjukkan surat FIFA yang asli. Susah amat sih nunjukkan yang berbau asli asli.

Gregorius Indiarto

Nang sawahbgolek damen Damen rusak di pangan tikus Maksud ati pingin komen Ealaah lha kok error terus #opoikipantun?

reskon indo

Konstelasi politik baru dimulai. Sepertinya kita harus menunggu sampai injury time. Apa yang dilakukan pak jokowi dg membuat alternatif koalisi 5 partai karena PDIP (baca megawati) dianggap tdk mau mencalonkan Ganjar pranowo sebagai capres dari PDIP. Bahkan pak ganjar baru saja, mengutip pengamat politik tetangga saya, disembelih hidup2. Dipaksa membuat pernyataan yg menggerus popularitasnya yaitu menolak team israel. Kasihan pak ganjar, demi mbak puan jadi capres PDIP apapun harus dilakukan.

alasroban

Penjelasan perjalanan Trump dari paragraph 2 sampai paragraph ke 7 itu begitu nyata. Namun kalau di desa kalimat 6 paragraph itu di singkat menjadi "sepelemparan batu" wkwkwk

yea aina

Lebih sulit mencari jejak 349T, di sarang para pemungut upeti. Butuh dukungan "meriam" opini publik, hingga bombardir tuntaskan kejelasan jejak 349T.

Gregorius Indiarto

Perkaranya sendiri sangatlah ringan (perkara lend*r?) (Tapi jangan salah, motor tua saya (th 2000), kalau telat ganti lend*r eh oli, kalau di gas mbrebet, begitu diganti oli.. di gas....langsung eng ing eeng). Perkaranya ringan. Yg jelas tidak sesulit "mencari jejak penculik anak perawan di sarang penyamun" Yang berat, usaha2 untuk menutupinya, heboh,.... "bak berburu tikus dengan meriam". #komen mbulet, ora mutu sisan. Wes, yo ben.

Liam Then

Baju bagus sutra berenda/ Jari lentik bercincin emas/ Adik memang cantiknya beda/ Panggil lah abang sebutan Kangmas/ Dayung sampan pelan-pelan/ Ikut arus hanyut ke hilir/ Trump pusing delik aduan/ Terkait bohong masalah lendir/ Kipas-kipas kipas nipah/ Sepoi-sepoi membelai muka/ Masalah IT belum sudah/ Asah tempa si anak muda/ Layangan putus disapu angin/ Di balik bukit jatuh melandai/ Duit gaji belum dingin/ Istri tersenyum kerling membuai/

Udin Salemo

#everyday_berpantun Badantuang ombak saelan/ Bagumpa karang ka tapi/ Dima indak ka kuruih badan/ Bacinto indak manjadi/ Kalilkih di tapi ngarai / Jikok masak dimakan karo/ Abihlah pitih bini minta carai/ Kok nan mintuo lah jajok pulo/ Biarkanlah mancing di kolam/ Kolamnya luas ada ikan lohan/ Bukanlah dia bernama Trump/ Kalau tidak buat kegaduhan/ Kalisari ada disana/ Daerahnya ada pohon bacang/ Kali ini inyong bertanya/ Apakah tim IT-nya anak magang?/

Liam Then

Amerika sedang tidak baik-baik saja, tunawisma merajalela, senjata sipil merenggut nyawa dimana-mana, masalah narkoba disetiap sudut kota, bahkan masalah gender pun mereka bingung. Sampah berserakan dikota besar mereka. Sampai ada yang bilang mereka turun pangkat jadi negara dunia ketiga. Biden sudah ajukan itu undang-undang peremajaan infrastruktur triliunan dollar. Tapi panjang empat tahun jabatan tak melihat beda. Dari sini kita bisa tarik hikmahnya, sekali lancang arah tujuan negara. Untuk memperbaikinya butuh waktu lama. Bagaimana para calon pemimpin Indonesia, pengurus partai diatas sana. Lihatlah tutur kata para anggota DPR , panggilan pasaran "bos" sering terdengar. Di tengah sidang yang mengurus masalah kenegaraan. Para pemimpin yang terhormat, mohon paham, bahterah sebesar negara, tak mudah berputar arah.

*) Dari komentar pembaca http://disway.id

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber : Disway.id

Komentar Anda