Menunggu Titah Megawati

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya dalam HUT ke-50 PDI Perjuangan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023). (FOTO: Dok. Istimewa - liputan6.com)

COWASJP.COM – SEJATINYA banyak yang menunggu. Dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-50 PDI-P, Selasa (10/1/2023) lalu. Titah Megawati soal Bakal Calon Presiden (Bacapres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Karena isunya, Ketua Umum PDIP itu akan mengumumkannya saat itu. 

Ternyata semua kecele. Megawati sama sekali tidak mengumumkannya. "Sekarang nungguin (pengumuman capres). Enggak ada. Ini urusan gue," kata Megawati. Seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (10/1/2023). 

Ia menyebut, hasil Kongres V PDI-P pada 2019 telah memberikan hak prerogatif kepadanya untuk memutuskan capres dari PDI-P. "Saya ketua umum terpilih di kongres partai. Maka oleh kongres partai diberikanlah kepada ketua umum terpilih hak prerogratif untuk menentukan siapa yang akan dicalonkan," pungkasnya. 

Alih-alih menjawab teka-teki publik yang berkembang selama ini, dia malah “ngeledek” Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Dia menyebut Jokowi tanpa PDI-P bukanlah apa-apa. Ternyata sampai saat ini Jokowi tetap dianggap hanya sebagai petugas partai oleh Megawati. 

"Kalau bukan karena PDIP, kasihan Jokowi dehhh!” tuturnya sambil senyum sumringah. Ngeledek. “Pak Jokowi itu kayak gitu lho. Mentang-mentang. Lah iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan, aduh, kasihan dah," lanjutnya. 

Tentu saja, banyak yang heran. Dalam pidato lebih dari satu jam di depan ribuan kader partai berlambang banteng moncong putih itu, koq Megawati segitunya ya pada Jokowi. Presiden Republik Indonesia itu. Yang tanpa ekspresi mendengarkan ocehan itu. Diam tak bergeming seperti batu karang yang diterpa aliran air yang mengalir deras. Tega sekali. Sehingga banyak juga yang gondok dan tidak terima. Terutama para pendukung  dan pengagum Jokowi. 

Politik itu Dinamis

Para pengamat politik sering mengatakan, politik selalu berubah. Selalu dinamis. Hari ini mungkin begini. Tapi di hari depan, kita tidak tahu. Bisa jadi Megawati yang juga menyinggung dirinya cantik, pintar dan kharismatik itu lupa. Bahwa selain dirinya, bukan mustahil ada yang lebih besar dan lebih kuasa.

Pada kesempatan itu, orang juga menyaksikan. Bahwa di antara ribuan kader yang hadir, di situ ada juga Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Dua nama yang seringkali disebut sebagai bacapres PDIP.

Puan yang anak kandung Megawati dan  merupakan bagian dari trah Soekarno, tapi elektabilitasnya rendah. Sedangkan Ganjar yang dalam sejumlah survey memiliki elektabilitas tertinggi disebut-sebut sebagai bacapres pilihan Jokowi, tapi tak disukai Megawati.  

Karena itu, orang pun menunggu terbukanya teka-teki itu. Tentang siapa yang akan dipilih Megawati di antara dua orang itu sebagai Bacapres PDIP. Tapi rupanya Ketum PDIP itu memang tidak tertarik bicara soal mereka. 

Dia terkesan lebih senang bernostalgia. Mulai dari perjuangannya sebagai politisi yang tidak disukai rejim Orde Baru Soeharto. Ketika Partai Demokrasi Indonesia (PDI) belum ditambahi dengan label “Perjuangan”.

Menjatuhkan pilihan kepada PDI yang merupakan fusi dari sejumlah partai. Termasuk di dalamnya Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno.

Bagaimanapun, semua orang juga tahu. Megawati begitu bangga jadi anak biologis Soekarno. Sang Proklamator. Pendiri ideologi Marhaenisme yang kini lebih difahami sebagai Soekarnoisme. Sebuah faham yang dilekatkan dengan perjuangan untuk mensejahterakan wong cilik.

Ganjar itu Siapa?

Kalau dipertanyakan: Ganjar Pranowo itu siapa? Megawati tentu yang paling tahu. Bahwa dia adalah Gubernur Jawa Tengah yang berasal dari PDIP. Dalam sejumlah survey, namanya dinyatakan sebagai bacapres dengan elektabilitas tertinggi. 

Tapi terlepas dari suka tidak suka, apakah dia “dianggap” sebagai kader potensial dan penting di mata Megawati? Lhaa, Jokowi saja tidak dianggap penting, apalagi Ganjar. 

Banyak pihak memberikan perhatian tersendiri terhadap kehadiran Ganjar dalam acara penting itu. Dia tidak diberi tempat yang layak sebagai kader yang penting. Dia malah duduk di antara kader kebanyakan yang tidak perlu disebutkan namanya. Jangankan disebut-sebut sebagai bacapres oleh Megawati, di-“wong”-kan saja tidak. Demikianlah kesan publik kala itu. 

Yang lebih menarik lagi, Megawati sepertinya tidak tertarik bicara soal capres-capresan. Apalagi menyebut nama Anies Rasyid Baswedan. Yang bisa jadi merupakan lawan tanding paling kuat untuk dihadapkan dengan bacapres dari PDIP. Tokoh yang belakangan ini mendapatkan sambutan dan tempik sorak luar biasa dari masyarakat di sejumlah daerah yang disambanginya. 

Meski demikian, ternyata Megawati memiliki konsep kepemimpinan masa depan bagi bangsa ini. Menurut dia, kriteria itu bisa dilihat dari dirinya. Yang selain perempuan juga cantik. Karena itu orang menyimpulkan. Yang penting “perempuan” dan ”cantik”. Begitukah?

"Ada pertanyaan, pemimpin masa depan yang Ibu harapkan itu seperti apa. Aih, aku bilang, kok lu enggak ngelihatin gue ya. Orang jelas-jelas ada. Aduh gawat," tuturnya. 

Sebagian pengamat menilai, sekarang Megawati banyak bicara tentang peran emak-emak. Kaum perempuan. Seperti dirinya, yang walaupun perempuan namun bisa menjadi seorang pemimpin bangsa. 

Di hadapan ribuan kader PDI-P yang hadir, termasuk Puan dan Ganjar, Megawati menyinggung banyaknya perempuan Indonesia maupun dunia yang dicatat sejarah sebagai pemimpin. Dia ingin, ke depan lahir pemimpin-pemimpin besar perempuan lain seperti dahulu lagi.

Lalu ke manakah arah “tembakan” dari ucapan Megawati itu? Siapakah perempuan yang diinginkan Megawati sebagai calon pemimpin masa depan? Satu-satunya calon pemimpin perempuan sejauh ini hanyalah Puan Maharani. Puteri kandungnya sendiri. 

Walaupun masih terkesan malu-malu, bukan mustahil Puan akan ditetapkannya sebagai bacapres dari PDIP. Sebagai ketua umum, tentu dia punya kuasa untuk itu. Bahkan, cerita Megawati, seorang Tasdi saja yang dulunya sopir truk bisa dijadikan Bupati Purbalingga dari PDIP. Meski kemudian dipecat PDIP, karena terlibat korupsi. Begitu juga mantan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo. Dulunya, dia adalah preman yang tukang berantem. 

Dengan begitu, semakin terang benderang kan siapa yang diinginkan Megawati. Puan Maharani yang puterinya sendiri. Bukan Ganjar Pranowo. Tapi satu hal yang mungkin dia lupa. Bahwa Jokowi tentu juga punya pilihan. Yaitu Ganjar. Bisa saja itu hanya warna-warni dalam politik. 

Meski demikian, apakah tidak mungkin Jokowi juga menginginkan putera kandungnya, Gibran Rakabuming Raka, untuk naik ke kelas yang lebih tinggi. Bukan hanya jadi DKI 1. Tapi setidaknya sebagai RI 2. Untuk mendampingi Anies. Dengan negosiasi yang ketat. Sebagaimana isu yang mulai berhembus perlahan. 

Karena itu, bukan mustahil pertarungan politik di 2024 akan sangat ketat. Seperti diungkapkan Andi Arief: Mungkin dengan sedikit “main kayu”. Dengan menjadikan Anies tersangka korupsi. Karena bagi Puan, timingnya yang tepat adalah sekarang. Ketika kekuasaan Megawati masih kokoh. Sedangkan lima atau 10 tahun mendatang, dia mungkin sudah terlalu tua. It’s now or never. Tomorrow is too late. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda