Sang Begawan Media

Omnibus Kesehatan

Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law, dokter dan nakes Kota Blitar demo, Senin 28 November 2022. (FOTO: beritajatim.com)

COWASJP.COMSAYA menghubungi sahabat Disway yang lagi sekolah menjadi dokter spesialis di Inggris. Tentu saya ingin tahu apa yang dilakukan di sana: University Base atau Hospital Base. 

Kita sedang dalam proses menuju perubahan: dari berbasis universitas ke satunya tadi. Kapan? 

Jalan menuju ke sana sudah dibuka. RUU Omnibus Law bidang Kesehatan sudah ditetapkan: DPR sudah menyetujui jadwal  pembahasannya. Tahun depan. Sebentar lagi.

Sudah terbit pula daftar RUU apa saja yang akan dibahas selama 2023: banyak sekali. Ada 33 RUU. Lihatlah nomor 18 di daftar itu: Omnibus Law bidang Kesehatan. Berarti rute menuju perubahan itu sudah dibuat. 

Memang ada sedikit pertanyaan: mengapa masih ada nomor 21 dan nomor 32. Yakni RUU Kefarmasian (21) dan RUU Wabah (32). Mengapa dua RUU itu tidak sekalian dimasukkan ke Omnibus? Berarti Omnibus Law bidang Kesehatan ini masih ibarat bus yang kurang besar. Kalau begitu kenapa tidak pakai Omnitrailer Law. Takut tidak bisa belok di jalan berliku?

"Di sini pendidikan dokter spesialis tidak lagi dianggap sekolah," ujar sahabat Disway di bagian tengah Inggris itu. "Sudah dianggap mirip kursus peningkatan pengetahuan dan keterampilan," tambahnya.

Karena bukan lagi sekolah, maka tidak ada lagi urusan dengan universitas. Urusannya dengan rumah sakit. Hospital base.

"Apakah Anda harus bayar uang kuliah?"

“Tidak. Ini bukan kuliah. Tidak perlu bayar uang kuliah," jawabnya.

Selama mengambil program spesialisasi sahabat Disway tersebut justru digaji. Sama dengan gajinya sebagai dokter umum. "Cukuplah untuk hidup sehari-hari. Masih ada sisa kalau misalnya mama di Indonesia minta dibelikan sesuatu," ujarnya.

Hak libur dan istirahat pun diberikan sangat cukup. "Kami ada cuti dan libur. Liburnya lebih banyak agar bisa belajar sendiri," ujarnya.

Kalau pun untuk tambahan belajar itu harus kursus, biaya kursusnya bisa diganti. Termasuk kalau harus ada biaya pindah tempat tinggal.

Topik ini tentu menggiurkan di tengah isu mahalnya biaya menjadi dokter spesialis di Indonesia. Status ''mahasiswa spesialis'' membuat calon spesialis masih harus membayar uang kuliah. Padahal ia/dia sudah kehilangan pendapatan: tidak bisa lagi buka warung –istilah buka praktik di kalangan dokter umum.

Status mahasiswa itu pula yang membuat calon spesialis masih terikat di universitas. Padahal universitas bukan mesin uang. Universitas justru perlu uang. Pasti tidak bisa membayar. Justru harus mengenakan uang kuliah.

Beda dengan rumah sakit: mesin uang. Ia perlu dokter ahli. Ia bisa menggaji.

Persoalannya tinggal siapa yang mengeluarkan ijazah spesialis.

Bagi sahabat Disway tersebut itu bukan persoalan besar. Masalah terbesar baginya adalah:  bagaimana bisa menjawab pertanyaan berat mamanya. 

"Kapan ambil S3?".

Istilah S3 itu bukan berarti strata 3. Itu istilah rahasia keluarga. Hanya mama dan sahabat Disway tersebut yang tahu. Istilah S3 di situ harus diucapkan dalam bahasa Inggris: S-three.

Jadi, kapan mengambil S3?

"Hahaha... Itu pertanyaan sulit. Saya masih harus belajar ngurus pasien dan diri sendiri dulu," katanya.

Sahabat Disway itu pintar. Ganteng. Tinggi. Pandai menyanyi. Ia punya grup paduan suara di sana. Ia jadi vokalisnya. Hanya ia yang Indonesia di grup itu. Anda sudah tahu: tahun lalu grupnya itu jadi juara paduan suara di Inggris.

Tapi ia belum ambil S3. Ia masih menyelesaikan pendidikan spesialis kanker di sana.

Lantas siapa yang mengeluarkan ijazah spesialisnya?

Tidak ada ijazah.

Berarti tidak perlu perdebatan siapa yang harus mengeluarkannya.

Selesai.

Yang didapat orang seperti sahabat Disway itu nanti adalah sertifikat. Ia harus mengurus sertifikat itu. Tidak otomatis. Ia harus mendaftar ke satu board. Itu lembaga independen. Yang dibentuk khusus untuk itu. Juga untuk me-review semua dokter.

Begitu lulus sebagai dokter umum, ia harus aktif membuat laporan ke board itu. Seorang dokter akan terus di-review apakah ia/dia masih menjadi dokter yang baik.

Pun setelah jadi dokter spesialis.

Di sana, board itu disebut General Medical Council. Itu bukan bagian dari Kementerian Kesehatan. Mungkin seperti konsil di Indonesia.

Lembaga itu tidak hanya ada di pusat. Juga di region. Misalnya ada region Inggris tengah, tempatnya ambil spesialisasi saat ini. Sertifikat spesialis tersebut didapat setelah konsil di region meloloskannya.

Kalau kelak sahabat Disway itu sudah lulus, ia akan mendapat sertifikat tersebut. Namanya: CCT (Certificate of Completion of Training). (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 22 Desember 2022: Tsinghua Lutfiya

Amat Kasela

Saya baru tahu ada jurusan logistik. Saya cuma tahu jurusan Malang-Surabaya, Jakarta-Bandung, Solo-Jakarta. Maaf tak bisa jawab Pa Iqbal. Mungkin yang lain bisa. Selamat pagi. Semangat pagi 

Otong Sutisna

Tidak ada ga mungkin bagi perusuh, banyak jalan menuju Roma...

Amat Kasela

Selain Ketua ISTI, Om Leong juga merangkap sebagai Ketua Umum Para Perusuh Disway (PaPeDa). Tahun depan Abah Dis mesti koordinasi dulu untuk menyelenggarakan Kamp Akhir Tahun Perusuh Disway. Wkwkwkwk Salam Satu Disway.

Leong putu

Beli sapi punya mertua / Beli jenang di perempatan / Ngopi pagi di tanggal tua / Hati senang walau kopi sachetan / ... #save_kopi sachetan

Otong Sutisna

Saya lebih suka meletakkan nya di dada, lebih meresap doanya dalam hati....

ALI FAUZI

Di Indonesia yang pintar juga berlebihan. Yang hebat juga tak terbilang. Tapi yang pintar dan jujur itu langka, malah bisa hancur. Pun politisinya melimpah. Tapi negarawannya langka.

Lukman bin Saleh

Harusnya kekaguman kita atas keharmonisan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB bertambah-tambah. Manakala kita tau latar belakang keduanya. Pak gubernur dari PKS dan Bu Gubernur dari "NU." Di daerah lain. Perbedaan nama jabatan antara gubernur dan wakil gubernur, atau bupati dan wakil bupati saja, sudah cukup menjadi alasan untuk perang dingin, eker-ekeran. Sampai tidak saling sapa. Apalagi punya latar yang kontras seperti ini. Kompornya lebih banyak dan suhunya lebih tinggi. Tapi pasangan yang satu ini beda. Mungkin karena sama2 memiliki intlektualitas dan adab yang tinggi. Maka jika mereka tetap harmonis spt ini. Dan maju lagi saat Pilkada berikutnya. Satu kata: Sing ade lawan...

Lagarenze 1301

Saya selalu suka dan menunggu ending dari setiap tulisan Pak Dis. Terkadang garing juga sih, terkesan dipaksakan. Tapi, untuk tulisan Tsinghua Lutfiya ini, endingnya gurih. Saya yakin ending soal "cadangan lemak" dan "pegang kepala" itu tidak dipersiapkan sejak awal. Tiba-tiba saja muncul, mengalir, dan terangkai dengan sendirinya. 

Amat Kasela

Memanglah kokoh si ranjang besi/ Tidur pun nyenyak pakai kelambu/ Saya memang penyuka kopi/ Tapi juga penikmat susu Kalau pergi ke gunung kapur/ Jangan berdiri di tepi jurang/ Kopi dan susu jangan dicampur/ Kopinya diminum susunya dipegang #Kopi_Susu

Leong putu

"Ma...Wŏ ai ni, Ni ai wo ?"... "Wo pu ce tau Pa.... Wo de ai zhi zai nianqing shi yuehui ". Tut tut tut (suara telphon di tutup) Hiks....

Pryadi Satriana

Untuk sukses secara akademis, perlu 'kritis', 'ulet', dan 'nekat'. Lutfiya begitu kritis sampai dikira memberikan data yg salah, karena datanya 'ndhak umum'. Jadi, 'kritis' jg hrs dibarengi 'sangat teliti.' Harus 'prudent'! 'Ulet' berarti 'pantang menyerah'. Harus 'determined'! Banyak yg belum 10x 'nglamar beasiswa' ditolak 'nglokro'. Kapok. Lutfiya jg nekat. 'Gaji 7 jt ditinggal demi suatu keyakinan, bukan demi gaji 1,5 jt'! Ini ada sedikit cerita. Saya pernah punya murid cewek. Pinter. Les di saya sejak SMP. Waktu di SMK - dia 'nekat' menemui saya, bilang, "Pak, saya ingin terus les, tapi ndhak punya uang, nanti kalau saya punya penghasilan saya bayar!" Selama saya mengajar - mulai th 1984 - ndhak pernah saya menjumpai 'anak murid' yg 'nekat' seperti itu! "OK, belajar terus yg rajin." Dia terus les. Setelah sempat "nunggak" selama 2 tahun 2 bulan, dia mulai mengangsur, saat sdh kuliah di UIN jurusan Hubungan Internasional dan menjadi pengajar bhs Inggris di bimbel Primagama. Lagi2 dia nekat. Melamar menjadi pengajar Primagama saat masih les 'Academic Writing' di saya. Diterima. Bisa mengangsur 'tunggakan les yg 2 th 2 bln itu sampai lunas'! Waktu kuliah, dia jg 'nyambi' di WWF. Selesai kuliah & lulus 'cum laude' dia pun melamar beasiswa ke pemerintah Inggris. Ada syarat sdh hrs bekerja selama 2 tahun. Dia nekat lagi. Pengalaman2 kerjanya yg 'part time' pun dia sodorkan. Dapat! Diterima di jurusan International Relations, Birmingham Univ. Lulus MA dlm setahun. Alhamdulillah!

EVMF

Oom Johan, HànyÇ” Shuǐpíng KÇŽoshì (漢語水平考試) biasa disingkat HSK adalah Chinese Proficiency Test atau Standar Test Kemahiran Bahasa Mandarin untuk mahasiswa luar negeri (minimal mesti lulus HSK E&I). Ada 35 Official HSK Test Centers di Indonesia, salah satunya di Pusat Bahasa Mandarin Universitas Al Azhar Indonesia (Komplek Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan). HSK, bisa paper based test ataupun internet based test.

Johan

Tahun pertama tugas Lutfiya adalah mempelajari bahasa Mandarin. Harus lulus dulu sebelum melangkah ke materi kuliah yang dia ambil. Semoga sukses. Pastikan juga naik pesawat yang tepat. Air China, jangan China Airlines. Nanti terbang ke Taiwan. Turun pesawat di bandara Taoyuan dia bilang ke sopir taksi mau ke Tsinghua, diantar ke Universitas Tsinghua di Hsinchu. Wkwkwk 

Liam Then

Gubernur yang kok takut wakilnua nyalon? Tak percaya diri, jadi pecah kongsi. Ini bukan contoh pemimpin yang baik. Di dapuk untuk pimpin masyarakat dengan visi masa depan yang lebih baik, malah ributan dengan wakil gegara tak mau bagi wewenang. Tapi lebih baik prasangka baik saja, Gubernur yang borong wewenang, sampai wakil nya merasa tak kebagian, itu bisa jadi karena Gubernurnya maniak kerja, apa-apa semuanya dia. Atau Gubernur orangnya perhatian, takut wakilnya kecapekan, jadi tak di kasih kerjaan.

Pryadi Satriana

Menurut saya, ada bbrp 'kebijakan pendidikan' yang SANGAT SALAH. Pertama, 'kebijakan' - walaupun atas permintaan - mengirim 'guru2 terbaik kita' di sekitar th. 70-an dst. Kesalahan dimulai dari situ: 'anak tetangga diurus dg baik', tapi anak sendiri 'gak kopen'! Kedua, penerapan 'zonasi' dalam Penerimaan Siswa Baru (PSB). Maksudnya pemerataan kualitas pandidikan, yg terjadi 'pemerataan kualitas pendidikan yg rendah di hampir seluruh sekolah negeri'! (Fakta: sekolah2/pesantren2 yg memberlakukan seleksi masuk ketat yg berjaya!). Ketiga, penghapusan Ujian Nasional! (Fakta: Tiongkok - yg sangat ketat dlm standard UN - melesat jauh di bidang pendidikan, teknologi & ekonomi pun otomatis mengikuti!). Keempat, Mendikbud yg TIDAK memahami masalah2 pendidikan di Indonesia & penanganannya. Nadiem berorientasi ke negara2 Barat, yg sistemnya sudah mapan & kemampuan SDM-nya relatif merata. Kita tidak begitu! Kebijakan 'zonasi' & 'penghapusan UN' didasarkan pada dua hal tadi, yg di Indonesia masih amburadul! Demikian menurut saya. Salam. Rahayu.

Mirza Mirwan

Konon, sebelum hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok dibekukan pada 30 Oktober 1967 dulu banyak mahasiswa Tiongkok yang kuliah di Indonesia. Cerita itu saya dengar dari dosen senior saya di paruh akhir dekade 1970-an. Padahal di Tiongkok ada Universitas Peking (Beijing) dan Tsinghua yang, dari segi usia, lebih tua ketimbang UI, ITB, dan UGM. Tetapi sejak normalisasi hubungan diplomatik pada 23 Februari 1989 keadaannya jadi terbalik. Justru banyak mahasiswa Indonesia yang kuliah di Tiongkok. Dan semakin banyak lagi sejak awal milenium ke-3. Tidak ada yang berlebihan, memang. Saya menyaksikan sendiri, di pertengahan 1980-an Tiongkok itu terkesan tertinggal jauh dari Indonesia. Tetapi sekarang beda ceritanya. Tsinghua University, tempat Luthfiya mengambil program master itu, juga Peking University, termasuk dalam Top20 universitas dunia. Versi The Times Higher Education World University Ranking, Tsinghua nangkring di peringkat 16 dunia, diikuti Peking University di peringkat 17. Sementara versi QS World University Ranking, Tsinghua di peringkat 17 diikuti Peking University di peringkat 18. Kedua universitas sohor di Tiongkok itu kampusnya berdekatan, tetapi sebenarnya Peking University jauh lebih tua ketimbang Tsinghua. Bandingkan dengan UI, ITB, UGM yang peringkatnya sekian ratus sekian. Apakah sekarang tak ada lagi mahasiswa Tiongkok yang kuliah di Indonesia? Ya, masih ada.Tetapi kebanyakan mengambil Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia.

Johannes Kitono

Selamat untuk mb Lutfiah yang dapat bea siswa S 2 di Tsinghua. Memang pantas melihat integritasnya yang tinggi. Bersedia konversi gaji Rp.7,5 juta menjadi hanya Rp.1,5 juta demi mengabdi kampung halaman. Selain Tsinghua ( 1911 ) ,ada juga Beijing Univ ( Beita, 1898 ) yang rankingnya hampir sama. Alumni top Tsinghua antara lain Xi - Jinping dan Hu- Jintao. Sebaliknya alumni top Beita adalah Li Keqiang, Robin Li, CEO Baidu dengan kekayaan US$,14,7 mily. Suatu ketika ditahun 2000 an, Dr Sumet Jiaravanont,Chairman CP Indonesia mengundang Presiden Beita ke Jakarta. Tujuannya agar supaya Presiden Beita berbagi pengalaman pendidikan dengan petinggi Universitas di Indonesia. Diskusi dan santap siang di hotel Shangrila, Jakarta. Turut hadir wakil dari UI, Trisakti dan Tarumanegara yang saat itu Rektornya Prof Dali S Naga. Ketua Kadin Aburizal Bakri dan ex Dubes Letjen Kuntara ( alm ) dan beberapa pengusaha juga hadir. Ada hal hal yang lucu pada event itu. Panitia yang telah menyiapkan penterjemah bahasa Mandarin jadi malu tersipu. Dengan fasih Presiden Beita bicara dalam bahasa Inggris, ternyata beliau PhD dan alumni Stanford. Universitas swasta mahal di USA. Audiensi kembali terkagum ketika Letjen ( Purn ) Kuntara ex Dubes dengan fasih bertanya dalam bahasa Mandarin. Ada satu pertanyaan yang menarik,berapa angka DO di Beita. Jawabannya hampir tidak ada dan menurut sang Presiden, untuk diterima jadi mahasiswa di Beita. Sulit dan persaingannya tinggi sekali. ( bersambung )

Johannes Kitono

Kalau mahasiswa ada masalah akan dipilah. Masalah akademis atau finansial. Kalau akademis akan di tentir, semacam les tambahan. Kalau finansial mungkin bisa kerja extra di Perpustakaan. Jawaban tsb membuat seorang pendengar menyerutuk.Kok di negara Komunis justru mereka mengaplikasikan Pancasila. Malu aku. Target dari Beita setiap tahun akan mengirimkan ratusan lulusan terbaiknya untuk meraih S3 atau PhD di luar negeri. Ketika saat lunch, salah satu alumni Beita di Jakarta, yaitu Teguh Ganda Wijaya dari Sinar Mas duduk semeja dengan Presiden Beita. Dengan gembira P Teguh berulang ulang terima kasih ke panitia. Merasa bangga dan terhormat bisa duduk semeja makan dengan Presiden Beita yang sangat dihormatinya. Titip pesan untuk mb Lutfiah di Tsinghua. Belajar yang rajin dan jadilah yang terbaik. Siapa tahu setelah lulus bisa berbagi pengalamannya dengan para pembaca CHD. Mau di hotel Shangrila atau Resto Ayam Taliwang tidak ada masalah.

Leong putu

Alis lentik mata berbinar / Senyum manis sungguh menggoda / Gadis cantik juga pintar / Sarat prestasi namanya Lutfia / .. 365_mantun pintar.

Pryadi Satriana

"Lutfiya ke rumah saya kemarin. Dari Lombok dan balik ke Lombok. Untuk pamit ... ". Sekadar pamit. Tentu saja tidak! Lutfiya tahu, dia perlu memahami Tiongkok, dan dia tahu kepada siapa mohon 'saran + petunjuk + restu + referensi' kalau bicara ttg Tiongkok! Kemauan utk mencari tahu 'tentang segala sesuatu yg akan dihadapi di masa mendatang' + 'who(m) to ask' + 'what to ask' dsb. merupakan 'life skills' yg bermanfaat dan perlu dipelajari! Lutfiya telah belajar dari pertemuannyi dg Tuan Guru Bajang. Pun dg Abah Dahlan Iskan. Lutfiya masih akan bertemu banyak orang yg akan turut membentuk masa depannyi, sebagai "future leader". Selamat berjuang dan semoga berhasil, Lutfiya! Pembaca Disway - siapa pun Anda - tentu bisa belajar dari Lutfiya dan kisahnyi yg dituturkan Abah hari ini. Semoga kita semua mendapat berkahNya. Aamiin. Salam. Rahayu.

thamrindahlan

Lutfiya Selamat Hari Ibu Dikau pasti dilahirkan Ibu Luar Biasa Tekad perjuangan tak kenal lelah 13 angka keberuntungan bea siswa Lutfiya dikau contoh perempuan nusantara Kisah hidupmu berdarah darah Kini mencari ilmu di negeri China Bhaktimu kelak memimpin nusatenggara Selamat berjaya Tsinghua Lutfiya

Aljo

Abah bercerita agak panjang tentang Wagub NTB Sitti Rohmi Djalilah. Tentang prestasinya, hubungan kekerabatan dengan Gubernur NTB sebelumnya Tuan Guru Bajang, juga tentang kerukunannya dengan Gubernur NTB sekarang, Dr Zulkifliemansyah. Ada satu yang sepertinya Abah lupa membahas tentang wagub ini yaitu keputusan politiknya mengundurkan diri sebagai Ketua DPW Partai Nasdem NTB. Alasan yang disampaikan adalah ingin mengikuti jejak Tuan Guru Bajang, masuk Partai Perindo. Alasan yang tersembunyi kita tidak tahu.

Er Gham

Jika sekedar dibisiki berdua, okelah. Dan ybs berjanji. Semoga bisa langsing.Tapi ditulis dalam artikel yang dibaca secara luas, rasanya sudah keterlaluan, Abah. Luar biasa ungkapan itu, yang dikatakan "bisa menghangatkan seluruh Beijing". Semoga dugaan saya yang keliru. 

*) Dari komentar pembaca http://disway.id

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber : Disway.id

Komentar Anda