Penilaian OPPP Ombudsman RI

14 Pemkab/Pemkot di Jatim Masuk Zona Hijau

Kabupaten Ngawi mendapat penilaian tertinggi. Dokumentasi ketika BPN Ngawi menyerahkan 746 sertifikat PTSL milik warga Desa Gentong, Paron, 9 Juni 2022. (FOTO: ngawikab.go.id)

COWASJP.COM – Ombudsman RI mempublikasi hasil penilaian opini pengawasan pelayanan publik (OPPP) 2022, Kamis (22/12, bahwa 14 kabupaten/kota dari total 38 Pemda di Jawa Timur (Jatim) mendapatkan zona hijau atau penilaian tinggi. 

24 Pemda lainnya meraih zona kuning (sedang). Dan, yang membanggakan, tahun ini tidak ada pemda yang masuk zona merah (rendah).

Hasil penilaian OPPP diumumkan di Jakarta dalam acara yang dihadiri oleh pimpinan Ombudsman RI dan perwakilan 10 pemprov/pemkab/pemkot dan kementerian/lembaga (K/L) dengan nilai teratas. Di antaranya, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dan Sekjen Menkeu Heru Pambudi.

Dibanding hasil Survei Kepatuhan UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tahun lalu, pada 2022 ada perbaikan skor. Pada 2021, pemda di Jatim yang masuk zona hijau hanya 9. 

‘’Tentu saja tren positif ini menunjukkan ada perbaikan kualitas pelayanan publik di Jawa Timur,’’ kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin dalam penjelasan tertulis.

14 PEMKAB/PEMKOT ZONA HIJAU:

1 Pemkab Ngawi mendapatkan skor tertinggi: 85,36. 
2 Pemkab Sidoarjo (84,46)
3 Pemkab Kediri (84,15)
4 Pemkot Probolinggo (82,33)
5 Pemkab Banyuwangi (82,01)
6 Pemkab Probolinggo (81,83)
7 Pemkot Blitar (81,66)
8 Pemkot Surabaya (81,10)
9 Pemkab Tuban (81,33)
10 Pemkab Jember (81,08)
11 Pemkab Ponorogo (80,95)
12 Pemkab Lumajang (80,15)
13 Pemkab Pasuruan (78,83)
14 Pemkab Trenggalek (78,49). 

PEMPROV JATIM ZONA HIJAU

‘’Sedang di level provinsi, Pemprov Jawa Timur juga masuk zona hijau dengan nilai 79,35. Nilai ini ada perbaikan dibanding tahun lalu, yang masuk pada zona kuning,’’ kata mantan wartawan Jawa Pos itu. 

Pada tahun ini, metodologi penilaian berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bedanya, memasukkan empat dimensi, yakni input (variabel kompetensi pejabat/petugas pelayanan), proses (pemenuhan standar pelayanan publik), output (persepsi pengguna layanan terhadap maladministrasi), dan pengaduan (pengelolaan pengaduan). 

‘’Pada tahun 2021, kami hanya menggunakan penilaian pemenuhan standar pelayanan publik. Dengan demikian, pada 2022 penilaiannya menggunakan metodologi yang lebih kompleks,’’ ujar Agus.
Hasil penilaian, lanjut Agus, nantinya dalam bentuk rapor yang akan diserahkan langsung ke kepala daerah. Isinya detail skor pelayanan publik di 5 OPD dan 2 puskesmas yang menjadi objek penilaian. 

Kepala daerah bisa menjadikan hasil penilaian Ombudsman untuk mengevaluasi kinerja masing-masing OPD dan puskesmas. ‘’Bahkan pada tahun lalu, ada kepala dinas yang dicopot karena skor pelayanan publiknya merah,’’ pungkas Agus.(*)

Narahubung:
Agus Muttaqin: 08161677261

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda