Ketika Seniman Pamit Pensiun

Herjaka (baju putih) didampingi Totok Barata (kiri) dan Ons Untoro, saat menyampaikan pesan menjelang pensiun.

COWASJP.COM – "ADA kalanya aku harus menepi
karna pelabuhan mulai nampak di depan mata
pada saatnya kita akan berhenti….
Sebab terminal sudah ada di depan mata

Namun menepi atau berhenti
bukanlah ikatan terali kunci-kunci
karena pikiran dan hati harus tetap menari….

RANGKAIAN kata puitis itu mengalir dari mulut Aditya Kresna di Pendapa Tembi Rumah Budaya, Minggu sore (18/12). Ia menjadi satu dari sekian penyair yang membacakan puisi sore itu. Sebelum Aditya, ada Ninuk Retno Raras, Danu Priyo Prabowo, Umi Kulsum dan lain-lain.

Meski ada pembacaan puisi, sore itu bukan acara Sastra Bulan Purnama yang rutin digelar di Tembi. Ini acara  "pamit pension." Pensiun dari tiga orang yang selama ini mengabdi di Tembi Rumah Budaya. Ketiganya adalah Petrus Agus Herjaka, Totok Barata dan Ons Untoro. 

PENSIUN.jpg1.jpgOn The Spot : Para seniman melukis di Tembi Rumah Budaya dan langsung dipamerkan.

Pembacaan puisi dilakukan saat acara Pembukaan Pameran Lukisan dari 35 perupa yang pagi harinya melakukan aksi on the spot. Melukis langsung di Tembi sebagai bentuk mangayubagya pensiun ketiga orang tersebut. Mengantar mereka  "Ngaso" dari kesibukan rutin di rumah budaya yang didirikan oleh P Swantoro (Kompas). 

Tak pelak, puisi-puisi yang dibacakan bernuansa pesan "pensiun" bagi ketiganya. Aditya Kresna membawakan karyanya sendiri berjudul  "Tiga Pohon Tembi." Ninuk Retno Raras membawakan puisi "Purnama di Kampung" karya Ons Untoro. Sedangkan Danu Priyo Prabowo 
membawakan Geguritan –puisi dalam Bahasa Jawa—yang juga berisi ungkapan pamit pensiun. 

Danu juga memberi pengantar sebelum membaca puisi. Pengalaman pensiun yang dia alami.  Yang intinya, pensiun itu bukan berhenti bekerja. Berhenti beraktivitas. Pesan untuk dirinya waktu menghadapi pensiun. "Sing penting, otakmu kudu digerakke. Isane nulis ya nulis. (yang penting otak tetap digunakan. Bisanya menulis ya menulislah.)" Pesan yang sama disampaikan untuk ketiga rekannya yang mau pensiun mulai akhir Desember ini.

Prof. M. Dwi Maryanto, MFA., PhD yang membuka pameran lukisan pun menyampaikan pesan senada. "Saya harap (ketiga orang ini) bukan pensiun dari seni. Tapi hanya sekadar pensiun dari lembaga ini," pesannya mengawali sambutan pembukaan pameran.

Dwi Maryanto melanjutkan pesannya agar ketiga orang yang sore itu "dirayakan" pensiunnya untuk terus bergerak. Jangan berhenti. Teruslah berberak di bidang seni dan budaya. Karya, dengan seni dan budaya kita bisa menstransformasi, mengubah, orang lain dan diri sendiri. 

Dikatakannya, seni selalu mengutamakan beauty. Dan keindahan itu mempunyai daya transformatif. Seseorang bisa diubah dengan sesuatu karya yang indah. Karena ia akan mengingat terus keindahan tersebut dan bisa membuatnya berubah. Dwi Maryanto mencontohkan dirinya sendiri yang "berubah" setelah ditunjukkan karya indah "The Scream" oleh salah satu dosennya waktu itu. Hingga The Scream ini pun dijadikan foto profil facebook-nya.  

PENISUN3.jpgBEAUTY: Prof Dr M. Dwi Maryanto melihat karya yang dipamerkan didampingi Herjaka dan Wasis Subroto (Ketua Panitia).

Karena itulah, Dwi Maryanto menegaskan agar ketiga orang yang pension dari Tembi itu tetap berkarya dalam dunia seni. Sehingga bisa melahirkan, menemukan keindahan, beauty dalam seni. Keindahan itulah yang akan mengubah dirinya bukan sebagai orang pensiun. Melainkan sebagai orang yang selalu aktif dan produktif. 

Anda harus mendengarkan sesuatu yang selalu gelisah dalam tubuh dan pikiran untuk dilahirkan. Itulah yang dijadikan karya. "Saya percaya bahwa ketika orang berkarya seni, dia menemukan beauty yang akan mengarahkannya kepada The Good dan kemudian akan menemukan The Truth." 

Maka Dwi Maryanto pun masuk ke pameran yang digelar dari rangkaian on the spot di Tembi. Kembali dia menegaskan bahwa, berkarya on the spot, pasti di setiap obyek yang kita datangi ada aspek the beauty.  Maka, kita beranjak masuk ke dalam the good. Dan dari sana kita akan belajar sehingga menemukan the truth.

Saat berkeliling melihat karya, Dwi Maryanto Kembali menegaskan bahwa aspek beauty terlihat di setiap karya. Rupanya, Tembi Rumah Budaya memang beauty di setiap sudutnya. Beauty di setiap kegiatannya. Dan rekaman atas keindahan tersebut terlihat dalam pameran yang digelar hingga 31 Desember 2022 ini.

Ada karya yang mengabadikan sudut-sudut Tembi yang asri dan indah. Bangunan penginapan (homestay), joglo pendapa, pohon-pohon yang rimbun, bunganya, patungnya, kendinya dan lain-lain. Ada pula yang mengabadikan kegiatan belajar menari yang disiapkan oleh Herjaka dan tim. Atau malah menggambar Herjaka sendiri.

Herjaka yang selama ini dikenal sebagai perupa spesialis wayang, punya ide untuk kawan-kawannya para perupa. Kegiatan on the spot ini, digagas dua hari sebelum acara. Mereka rembugan dengan Wasis Subroto dan Alex Pracaya. Dua orang  yang selama ini biasa menggelar pameran.

Mereka pun sepakat menggelar acara on the spot. Melukis bareng di Tembi Rumah Budaya yang hasilnya langsung dipamerkan. Hal yang pernah dilakukan kelompok Termos85 di Tembi pada tahun 2017. Herjaka dan Wasis, merupakan motor penggerak di kelompok ini.

PENSIUN2.jpg

Maka begitu info ajakan on the spot bertema "Ngaso: Pamit Pensiun" beserta posternya disebar, hanya sehari, terpenuhilah kuota pesertanya. "Responnya luar biasa. Selain yang sudah daftar ini, sebenarnya masih banyak yang ingin ikut. Tapi kita memang membatasi jumlah peserta karena ruang pamerannya terbatas," jelas Wasis saat menyampaikan sambutan menjelang dimulainya melukis on the spot.

Para peserta membawa peralatan sendiri-sendiri. Bebas. Cat air boleh. Cat minyak atau akrilik oke. Tinta Cina atau bak gak masalah. Pakai kanvas atau kertas dipersilakan. Yang penting, peserta sudah menyiapkan pigura untuk karya yang siap dipajang. Sehingga begitu selesai membuat karya, langsung dipigura. Kemudian bersama-sama dipasang di galeri yang tersedia. 

Jam 09.00 mulai berdatangan di Tembi. Sekira jam 10.00 mulai beraksi. Ada yang jam 13.00 selesai. Ada pula yang pukul 15.00 baru rampung. Pukul 16.00 pameran dibuka. Kerja yang cepat dan efisien. "Silakan diapresiasi. Pameran digelar hingga 31 Desember 2022. Jika tertarik bisa langsung dibeli," tambah Wasis berpromosi.

Bagaimana Herjaka menanggapi pesan-pesan yang disampaikan terhadap dirinya dalam menghadapi pensiun? Alumnus Seni Rupa IKIP Jogja ini mengatakan, pensiun bagi dirinya sekadar batas antara bekerja di dalam institusi dan bekerja secara mandiri. Dan ia memiliki prinsip yang dia pegang. Prinsip dalam budaya Jawa.

PENSIUN4.jpgPENSIUN PRODUKTIF: Herjaka menyelesaikan Komik Wayang yang segera terbit.

"Teka ketok dhadha, mulih ketok geger. Datang atau masuk ke Tembi per 1 Juni 1995 tampak dada dan keluar (pensiun per 27 Desember 2022) kelihatan punggungnya. Dan dalam kesempatan ini kami mohon doa restu untuk langkah kami selanjutnya, " tegas Herjaka.

Apa langkah selanjutnya? Herjaka mengatakan sedang menyiapkan buku komik. Komik bernuansa wayang. Dijelaskannya komik ini sedang persiapan terbit oleh Penerbit Kanisiun Jogja. Dijadwalkan bulan April 2023. Saat ini sudah 60-an halaman selesai dikerjakan. Masih sekitar 20 halaman lagi. "Tunggu saja, ini komik yang beda, " ujarnya sembari menunjukkan satu halaman karya komiknya.

Jadi, memang tidak ada yang berubah pada dirinya setelah pensiun. Herjaka menegaskan akan tetap berkarya dan produktif. Bedanya, setelah pensiun berkarya full di rumah. Hal ini yang kemudian dijadikan guyonan oleh MC.

"Manggaaa silakan mampir. Kita bisa ngopi-ngopi di rumah nggih Mas Herjaka? Bisa disiapin mendoan nggih Bu…," seloroh Yaksa Agus yang menjadi MC selama acara Minggu itu.(*)

Pewarta : -
Editor : Erwan Widyarto
Sumber :

Komentar Anda