Sang Begawan Media

Korban Bangunan

Warga mengamati reruntuhan rumah mereka yang rusak parah akibat gempa di Cianjur, Jawa Barat, Selasa, 22 November 2022. (FOTO: AP/Tatan Syuflana - voaindonesia.com)

COWASJP.COM – Ini bencana alam: gempa Cianjur kemarin dulu. Ini bencana gempa vulkanik. Bukan bencana Kanjuruhan. 

Bencana Cianjur ini – 268 orang meninggal dunia– tergolong bencana khas negara berkembang. Yang penduduknya masih belum begitu punya kemampuan disiplin dan keuangan.

"Gempa tidak pernah menyebabkan kematian. Yang bikin banyak korban itu bangunan yang tidak tahan gempa," ujar  Prof Dr Ir Priyo Suprobo. 

Ia ahli teknik sipil. Disertasi doktornya tentang beban dinamis: di Purdue University Amerika Serikat. Soal gempa ada di dalamnya. Prof Suprobo juga anggota Pusat Riset Gempa Nasional (Pusgen). Ia jadi rektor ITS Surabaya tahun 2007 - 2011.

Gempa Cianjur itu sebenarnya hanya 5,6 skala richter. Bahwa begitu banyak bangunan yang roboh pertanda itu tadi: disiplin yang rendah dalam memenuhi persyaratan bangunan di daerah gempa.

Mungkin di setiap debat pemilihan bupati di wilayah gempa, harus ada satu pertanyaan: tentang gempa. Seberapa si calon tahu soal itu dan bagaimana programnya kalau terpilih nanti.

Termasuk pertanyaan umum: baik mana rumah kayu/bambu dibanding rumah bata di saat gempa. 

Kalau pun rakyat merasa lebih bergengsi punya rumah bata, apa syaratnya: agar tahan gempa.

Pertanyaan paling sepele pada calon para pimpinan daerah adalah: apakah ia/dia tahu bahwa daerahnya termasuk dalam peta gempa. Lalu bagaimana mitigasinya.

Pemerintah, termasuk Pusgen, sudah menerbitkan peta gempa yang sangat rinci. Sampai per wilayah. Bahkan kementerian PUPR sudah membuat pedoman pembangunan rumah tahan gempa. Sangat rinci. Peraturan pemerintah pun sudah ada. Sudah sangat rinci.

Kita memang sudah lupa. Sudah lama tidak ada gempa yang menimbulkan banyak korban jiwa. Gempa Cianjur seperti membangunkan ingatan masa duka nan lalu.

Di zaman medsos ini begitu banyak muncul video tutorial. Di YouTube. Banyak pulang penggemarnya. Pun sampai tutorial bagaimana menata alis.

Prof Suprobo juga membuat tutorial. Khusus bagaimana membangun rumah tahan gempa. Termasuk bila rumah itu dibangun dengan batu bata. "Tidak ada jalan lain. Tiap 3 meter harus diberi slop. Yang terbuat dari beton. Lalu antar slop itu dihubungkan dengan slop pula. Kalau itu sudah dipenuhi masih harus dilihat disiplin penerapannya. "Yang biasa di ''curi'' kontraktor, mandor atau tukang adalah tulangannya," ujar Prof Suprobo. "Tidak bisa ditawar. Tulangan itu harus tiap 10 cm," katanya. "Biasanya dijarangkan  sampai 15 atau 20 cm," tambahnya.

Ukuran baja tulangan yang menghubungkan satu tulang dengan tulang lainnya itu harusnya 10 mm. "Biasanya juga dicuri menjadi 6 mm," ujarnya. 

Meski alumni SMAN 1 Yogyakarta dan lahir di Klaten, Prof Probo pilih kuliah di teknik sipil ITS. "Agar cepat lulus," katanya. "Waktu itu kuliah di UGM terkenal makan waktu lebih lama," tambahnya.

cianjur1.jpgKerusakan akibat gempa Cianjur di Desa Sarampad.(FOTO: ©Liputan6.com/Herman Zakharia - merdeka.com)

Meski peraturan, petunjuk dan tutorial sudah sangat lengkap, kita memang punya problem yang sama dengan Filipina, India, Pakistan, Meksiko dan negara setara lainnya: izin bangunan dan kontrol akan izin bangunan itu. Rasanya kita masih perlu menunggu satu generasi lagi untuk mulai melangkah ke sana. Sementara ini tampaknya kita hanya bisa memilih apa boleh buat: setiap terjadi bencana yang sama harus siap-siap memperdalam duka.

Padahal bencana gempa tidak akan berkurang. Kita dengan berdebar menunggu terbitnya peta baru gempa di Indonesia. Peta gempa  memang terus diperbarui. Tiap lima tahun sekali. 

Dari pengalaman di masa lalu selalu terjadi pertambahan wilayah baru yang masuk peta gempa.

Daerah yang dulu aman bisa saja berubah menjadi tidak aman gempa. Seperti Surabaya. Rasanya sudahlah mulai masuk peta gempa di peta yang terbaru. Mungkin pemerintah belum berani terus terang. Khawatir menggelisahkan. Padahal sudah ditemukan garis gempa baru: menjelirit dari Bangkalan di ujung barat Madura sampai ke gunung Kendeng di Bojonegoro. Melintasi bagian utara Surabaya, Gresik dan Korban Bangunan

Oleh: Dahlan Iskan

Ini bencana alam: gempa Cianjur kemarin dulu. Ini bencana gempa vulkanik. Bukan bencana Kanjuruhan. 

Bencana Cianjur ini –162 orang meninggal dunia– tergolong bencana khas negara berkembang. Yang penduduknya masih belum begitu punya kemampuan disiplin dan keuangan.

"Gempa tidak pernah menyebabkan kematian. Yang bikin banyak korban itu bangunan yang tidak tahan gempa," ujar  Prof Dr Ir Priyo Suprobo. 

Ia ahli teknik sipil. Disertasi doktornya tentang beban dinamis: di Purdue University Amerika Serikat. Soal gempa ada di dalamnya. Prof Suprobo juga anggota Pusat Riset Gempa Nasional (Pusgen). Ia jadi rektor ITS Surabaya tahun 2007 - 2011.

Gempa Cianjur itu sebenarnya hanya 5,6 skala richter. Bahwa begitu banyak bangunan yang roboh pertanda itu tadi: disiplin yang rendah dalam memenuhi persyaratan bangunan di daerah gempa.

Mungkin di setiap debat pemilihan bupati di wilayah gempa, harus ada satu pertanyaan: tentang gempa. Seberapa si calon tahu soal itu dan bagaimana programnya kalau terpilih nanti.

Termasuk pertanyaan umum: baik mana rumah kayu/bambu dibanding rumah bata di saat gempa. 

Kalau pun rakyat merasa lebih bergengsi punya rumah bata, apa syaratnya: agar tahan gempa.

Pertanyaan paling sepele pada calon para pimpinan daerah adalah: apakah ia/dia tahu bahwa daerahnya termasuk dalam peta gempa. Lalu bagaimana mitigasinya.

Pemerintah, termasuk Pusgen, sudah menerbitkan peta gempa yang sangat rinci. Sampai per wilayah. Bahkan kementerian PUPR sudah membuat pedoman pembangunan rumah tahan gempa. Sangat rinci. Peraturan pemerintah pun sudah ada. Sudah sangat rinci.

Kita memang sudah lupa. Sudah lama tidak ada gempa yang menimbulkan banyak korban jiwa. Gempa Cianjur seperti membangunkan ingatan masa duka nan lalu.

Di zaman medsos ini begitu banyak muncul video tutorial. Di YouTube. Banyak pula penggemarnya. Pun sampai tutorial bagaimana menata alis.

Prof Suprobo juga membuat tutorial. Khusus bagaimana membangun rumah tahan gempa. Termasuk bila rumah itu dibangun dengan batu bata. "Tidak ada jalan lain. Tiap 3 meter harus diberi slop. Yang terbuat dari beton. Lalu antar slop itu dihubungkan dengan slop pula. Kalau itu sudah dipenuhi masih harus dilihat disiplin penerapannya. "Yang biasa di ''curi'' kontraktor, mandor atau tukang adalah tulangannya," ujar Prof Suprobo. "Tidak bisa ditawar. Tulangan itu harus tiap 10 cm," katanya. "Biasanya dijarangkan  sampai 15 atau 20 cm," tambahnya.

Ukuran baja tulangan yang menghubungkan satu tulang dengan tulang lainnya itu harusnya 10 mm. "Biasanya juga dicuri menjadi 6 mm," ujarnya. 

Meski alumni SMAN 1 Yogyakarta dan lahir di Klaten, Prof Probo pilih kuliah di teknik sipil ITS. "Agar cepat lulus," katanya. "Waktu itu kuliah di UGM terkenal makan waktu lebih lama," tambahnya.

Meski peraturan, petunjuk dan tutorial sudah sangat lengkap, kita memang punya problem yang sama dengan Filipina, India, Pakistan, Meksiko dan negara setara lainnya: izin bangunan dan kontrol akan izin bangunan itu. Rasanya kita masih perlu menunggu satu generasi lagi untuk mulai melangkah ke sana. Sementara ini tampaknya kita hanya bisa memilih apa boleh buat: setiap terjadi bencana yang sama harus  siap-siap memperdalam duka.

Padahal bencana gempa tidak akan berkurang. Kita dengan berdebar menunggu terbitnya peta baru gempa di Indonesia. Peta gempa  memang terus diperbarui. Tiap lima tahun sekali. 

Dari pengalaman di masa lalu selalu terjadi pertambahan wilayah baru yang masuk peta gempa.

Daerah yang dulu aman bisa saja berubah menjadi tidak aman gempa. Seperti Surabaya. Rasanya sudah mulai masuk peta gempa di peta yang terbaru. Mungkin pemerintah belum berani terus terang. Khawatir menggelisahkan. Padahal sudah ditemukan garis gempa baru: menjelirit dari Bangkalan di ujung barat Madura sampai ke gunung Kendeng di Bojonegoro. Melintasi bagian utara Surabaya, Gresik dan Lamongan.

Bandung bisa jadi juga punya peta baru gempa, bertambah dari peta yang lama. Pun Jakarta, sudah mulai masuk di peta yang terbaru.

Siapa pun yang di SMA belajar fisika # tahu rumus ini: daya gempa adalah masa x percepatan. Percepatan di situ berarti cepatnya gelombang getaran. 

Maka kian berat beban sebuah rumah kian besar daya yang diterima. Bata merah adalah bahan bangunan yang amat berat. Karena itu disiplin dalam mengatur jarak slop dan tulangan tidak bisa ditawar.

Tentu berkembangnya industri bata ringan belakangan ini bisa mengurangi risiko itu. Belum lama ini saya menghadiri peresmian pabrik bata ringan yang sangat besar di Sragen. Teman saya itu sudah punya pabrik serupa di kabupaten lain. Kini sudah tak terhitung banyaknya pabrik bata ringan di seluruh Jawa. Memang usaha bata akan pindah dari usaha rakyat ke kapitalistik, tapi itulah yang terjadi.

Waktu kecil saya bisa membuat bata merah. Mengaduk tanahnya. Mencetaknya. Menjemurnya: dengan menumpuknya bersilang-silang. Memanggulnya ke tempat pembakaran. Sekali panggul kuat lima bata mentah. Lalu membakarnya: satu harmal. Sekali bakar 1000 bata. 

Saya sama sekali tidak tahu bahwa bata merah tidak ideal untuk bangunan di wilayah gempa. Rasanya orang Cianjur juga tidak tahu. Apakah setelah gempa ini mereka membangun kembali rumah dengan taat aturan gempa itulah persoalan kita.

Semua ahli heran: gempanya 5,6 skala richter. Korbannya begitu banyak. Maka benar: gempa tidak membunuh manusia; bangunanlah yang membunuh mereka. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan

Edisi 22 November 2022: Lima Golongan

EVMF

Pak Mirza, Gempa di Cianjur dengan magnitudo 5,6 mengakibatkan kerusakan yang parah karena episentrum-nya di darat dengan kedalaman yang termasuk kategori dangkal yakni hanya +/-10km dari permukaan tanah. Ini termasuk kategori shallow earthquake yakni episentrum dengan kedalaman kurang dari 70 km. Gelombang yang ditimbulkan umumnya berupa primary wave (compressional wave) berupa gelombang longitudinal yang merambat dengan kecepatan yang sangat luar biasa +/-6km per detik, sehingga mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.

Chei Samen

Sakitnya tuh di sini.. di sini.. di sini.. di Malaysia, negara Ku! Perang idealisme, perang pendapat, perang muafakat. Juga perang janji. Di partai koalisi. Bang Dahlan, pandangan dan pendapat tuan saya akur. Ada juga benarnya! Cuma Abah tertinggal satu input. Kehadiran pengundi muda usia 18 tahun. Otomatis. Mulai pru 15 kelmarin. Anak muda ini berinformasi. Merekalah pelakar sejarah meredumnya dominasi Umno/BN. Melejitnya dokongan koalisi gabungan anti Umno. Dari 54 tinggal 30 kursi. Prediksi saya, akan datang cuma 15 atau mungkin tinggal 10 kursi. Tangan anda mencincang, bahu anda kan memikul. Rasaaaiin! (Minjam kata Pak Mirza dulu-dulu) Kelmarin sore. Senin, saya tertunggu. Selasa sore ini, juga menunggu. Siapa PM ku?? Mengambil kesempatan ini, saya ucap simpati dan kesedihan atas kejadian alam di Cianjur dan sekitarnya kelmarin. Moga sabar dan kuat semangat menghadapi kejadian ini. Salam persaudaraan.

Rihlatul Ulfa

Tentang cadaver. bagus sekali jika mau mengabdikan tubuhnya untuk kemajuan fakultas kedokteran melalui jenazahnya. masalah hak milik tubuh 'milik Tuhan' biarlah itu jadi urusan dia dan Tuhannya. toh dosapun pertanggung jawaban atas dirinya dan Tuhan. ada seseorang yg mengatakan ingin jenazahnya di bakar untuk menjadi abu, mudah2an abu tersebut bisa menjadi pupuk yg subur bagi tanah dibumi. begitu katanya, duh saya sangat tersentuh. jika saja semua yg ada ditubuh ini bisa 'dikasih' oleh orang lain tanpa ada 'dikte agama sebelumnya' bisa dibayangkan manusia benar2 membantu menolong manusia untuk hidup lebih baik kedepannya.

munawir syadzali

Cintailah org yg kamu cintai seperlunya, bisa jd suatu hari nanti akan menjadi musuhmu, dan bencilah org yg kamu benci sepatutnya, karena bisa jadi suatu hari kelak akan menjadi yg kau cinta

Mbah Mars

Jangan jadi politisi kalo masih berprinsip "Dadi godhong ora arep nyuwek dadi banyu ora arep nyawuk"

yea aina

Dunia politik penuh dengan intrik. Kalau jadi daun ya daun talas Mbah, kena air tanpa basah. Jadi air ya air syrop atau air kopi, siapa yang kuat menolak kalau disuguhkan?

Jimmy Marta

Kita akan segera menikmati adu pintar. Antara penyidik dg lawyer kondang HP. Jurus pertama sudah dikeluarkan. Disebut ada fakta baru. BB 5kg masih utuh di jaksa. TM dan HP akan bermain di BB 36,4 kg yg dibakar hangus. Padahal disitu termasuk 5kg tawas. Tentu dalam berita acara pemusnahan bb tidak ada penggantian dg tawas. Pihak penyidik baru sekedar menangkis, mereka punya 4 bukti lain. Para tersangka D dan TM akan dikonfrontir. Entah lah ini jurus apa . Apakah td spt bharada E dipertemukan dg FS. Takut?. Mestinya ini beda. Ini akbp vs bintang dua. Namun hati2, ini HP lawyer bintang lima.

yea aina

Peti undi transparan menghasilkan lima golongan, beda dengan kotak kardus digembok, membuahkan tiga agolongan: cebong, kampret dan indukan bongpret kwkwkw.

*) Dari komentar pembaca http://disway.id.

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber : Disway.id

Komentar Anda