Dengan Jurus Seven-D Terbit MY WIFE MY TREASURE

Suasana bedah buku Wawali Kota Madiun Inda Raya (tengah) juga mengupas buku tersebut. (FOTO: Dokumen Santoso)

COWASJP.COM – Usia bukan halangan untuk berkarya. Bahkan sempat stroke pun bukan harus berhenti menghentakkan jari di tuts-tuts keyboard komputer. Menulis buku. Begitulah yang lakukan mengisi hari-hari di usia senja. 

Selama stroke paling tidak ada 2 buku yang saya tulis, yakni MELAWAN STROKE dan MY WIFE MY TREASURE (Isteriku Harta Karunku). Dan 21 Mei 2022 sehari jelang usia 66 tahun, Santoso (penulis) meluncurkan buku ke 14. Sebuah true story ‘’MY WIFE MY TREASURE’’

Buku itu merupakan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, lantaran saya  dikaruniai istri yang bernama Hery Siswati. ‘’Kalau bukan dia yang jadi pendamping hidupku,  mungkin keluargaku sudah hancur berantakan sejak dulu-dulu,’’ kata saya dalam acara peluncuran dan bedah buku yang diselenggarakan hari Sabtu lalu (21/5) di Joglo Palereman Kelun. Karena saya bisa dibilang bener-bener sebagai Bondet sejati, seperti rubrik yang saya asuh.

Pun buku ini merupakan penghargaan untuk kaum wanita, khususnya istri saya. Wanita yang kelihatannya lemah lembut, namun punya kekuatan yang maha dahsyat. Saat saya jatuh  baik karier maupun finansial, dialah yang menggantikan pegang kemudi. Pindah ke Malang untuk membuka warung. Padahal seumur-umur dia bisa dibilang gak pernah masak. Semua itu dilakukan dengan satu prinsip yang selalu dipegangnya. ‘’Demi anak-anak’’

‘’Kita sudah tidak punya apa-apa, kita tak akan bisa mewarisi apa pun kepada anak-anak. Tapi jangan sampai kita tidak bisa memberikan pendidikan yang cukup untuk bekal hidup mereka kelak,’’ begitu tekad Uti, demikian ia biasa dipanggil oleh anak cucunya.

Agar anak-anak tetap bisa berkuliah dengan baik, ia pun rela bangun jam 01.00 dini hari untuk belanja ke Pasar Dinoyo Malang, dilanjut masak dan pagi-pagi sudah buka warung. Padahal warung baru tutup sekitar jam 21.00. Jadi tidur pun hanya sejenak. Luar biasa isteriku! 

BUKU LANGKA

Buku itu mungkin sangat istimewa, mungkin satu-satunya di Indonesia, bahkan dunia. Jadi, sementara ini saya mengklaim ini buku langka. Sebab saya menulis dengan jurus yang saya ciptakan sendiri, ‘’SEVEN-D’’  (tujuh D)  Yakni ditulis, diedit, dilayout, digrafis, dicetak, dijilid dan dijual sendiri. Karena saat bekerja di Jawas Pos, saya  selalu memerhatikan dan memelajari cara kerja teman-teman di bagian lainnya, seperti laypout dan pracetak. 

Untuk hal ini saya juga sangat berterima kasih kepada Pak Dahlan Iskan, mantan bos saya. Karena saya pernah ditugasi untuk ujicoba cetak jarak jauh di luar Kota Surabaya. Saya pilih Madiun. Semula saya sempat tanda tanya, ditugasi semacam itu tanpa disertai karyawan bagian layout, maupun copy editor. Karena itulah terpaksa tidak terpaksa saya pun harus belajar layout dalam waktu singkat. Learning by doing

bedah-buku.jpg2.jpgHarry Tjahjono (tengah) sedang membedah buku itu. (FOTO; Dokumen Santoso)

Hari itu berangkat, hari itu juga mulai kerja menggarap halaman Jawa Timur sebagai tanggungjawab saya, sekaligus menata letak alias layout.

Saya hanya dibekali seperangkat komputer Macintosh, server dan modem. Kerja sendiri dan harus bisa dan ini dia... besok harus tetap terbit. Kira-kira jarang ya radaktur yang bisa layout dan grafis.

Jadi saya layak berterima kasih sama pak Dahlan. Sebab saat ini sangat membantu pekerjaan saya. Dalam menerbitkan buku atau membuat majalah, saya tak perlu bantuan pihak ketiga. Semua saya lakukan sendiri. Apalagi ada tinta printer yang anti air dan tahan sinar ultra violet. Jadi jangan kaget kalau saya menyetak buku dengan printer sejuta umat Cannon IP 2770 (khusus cetak halaman dalam hitam putih) dan printer Epson untuk cetak warna, seperti bikin majalah minimalis.

ACARA BEDAH SUKSES

Dan acara peluncuran dan bedah buku MY WIFE MY TREASURE berlangsung di Joglo Palereman Kelun cukup sukses. 

Pembicaranya Wakil Wali Kota Madiun Inda Raya AMD dan Harry Tjahjono (Jakarta). Harry Tjahjono merupakan penulis skenario Si Doel Anak Sekolahan dan produser sinetron Keluarga Cemara. 

Moderator Harry Sudarto, anggota Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Madiun. 

Saya sebenarnya sempat ketar-ketir menyelenggarakan acara itu sendiri. Maklum bondho nekad.

Apalagi acara semacam literasi di Madiun biasanya miskin (sedikit) yang hadir. Waktu Wawali datang, yang hadir tak genap 15 orang. Tapi begitu acara dibuka oleh Moderator Herry Darto, anggota Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Madiun, gemrudug hingga kapasitas 50 orang tempat duduk di joglo itu penuh. Termasuk beberapa wartawan pun hadir.

Melihat judulnya Wawali Inda Raya sudah bisa menebak, bahwa buku ini untuk istri saya yang biasa dipanggil Uti. ‘’Ini kebanggaan Akung terhadap istrinya yang setia dan menemani dalam suka dan duka,’’ katanya.

Harry Tjahjono menilai bahwa penulisnya sangat menguasai teknik kepenulisan. Selain itu juga secara jujur mengungkapkan secara apa adanya.

Bahkan dalam kata pengantarnya Harry Tjahjono menulis sangat mengesankan; Ketika kita sudah lansia, pemahaman yang adil seperti itu mengaliri pemikiran dan perasaan. Tidak terelakkan. Terasa teduh, adem dan seakan-akan kita menjadi lebih bijaksana. Seolah-olah kearifan yang entah berada di mana ketika kita masih muda, mendadak hadir datang entah dari mana pula. 

Ketika kita sudah lansia, entah kenapa, hal-hal seperti itu, kebijaksanaan dan kearifan, tiba-tiba saja menjadi suatu pemahaman atau entah apalah namanya. Hal yang tidak pernah ada, tidak terpikirkan, ketika kita masih muda. 

bedah-buku.jpg1.jpgDidaulat oleh Wawali untuk potong kue dan Uti diminta menyuapi penulis sebagai tanda ualang tahun ke 66. (FOTO: Dokumen Santoso)

Hidup ini, mungkin, sebuah misteri. Dan misteri yang selama ini kita coba temukan rahasianya, yang susah payah kita kejar hingga titik misteriusnya tapi tidak pernah kita temukan kebenarannya, tiba-tiba bisa kita pahami begitu saja. Sangat sederhana. Bersahaja. Ketika kita sudah lansia. 

Sebuah apresiasi. Penghargaan. Penghormatan. Juga penyesalan dan permohonan maaf, betapa butuh waktu lebih dari separoh usia untuk bisa melakukan hal itu. Betapa perlu begitu banyak tantangan, perjuangan, pengorbanan dan kesabaran untuk bisa memandang istri kita secara adil, tulus dan penuh cinta. Alangkah panjang waktu dan pengalaman untuk mencapai hal tersebut. 

Atau barangkali dibutuhkan waktu yang panjang dan pengalaman beragam untuk mengujinya, agar istri kita benar-benar sempurna hadir sebagai perempuan luar biasa. Setiap kali membicarakan ihwal istri kita, selalu saja mengingatkan saya pada mendiang Mas Arswendo Atmowiloto, salah satu sahabat terbaik saya. Selama lebih dari 30 tahun berteman, hal yang paling rumit namun menyenangkan adalah ketika ngobrol tentang istri kita. Selalu saja muncul olok-olok bahwa istri adalah perempuan yang paling menjengkelkan sekaligus paling membahagiakan suami. Ada ucapan Mas Wendo yang selalu saya ingat, istri adalah perempuan dalam sejarah suami yang peran dan jasanya tidak akan pernah bisa digantikan oleh orang lain. Saya sepakat dengan itu. Dan semakin yakin ketika sudah lansia. Perkawinan, bagi saya, terdiri dari tiga hal: cinta, tanggung jawab dan kewajiban. 

Cinta bisa berubah bentuk menjadi kecemburuan, empati, kejengkelan dan banyak lagi. Tapi, tanggung jawab dan kewajiban bersifat absolut. Ketika cinta berubah bentuk menjadi apapun, tanggung jawab dan kewajiban tetaplah berupa tanggung jawab dan kewajiban. 

Barangkali karena itulah perkawinan terasa berat dijalani. Tapi karenanya setiap suami bisa menemukan istri kita ketika sudah lansia. Istri kita adalah kita yang sesungguhnya. Kita yang kuat sekaligus rapuh. Kita yang bahagia dalam kondisi paling menyedihkan. Kita yang selalu diberikan pengharapan sampai kita lansia. 

Ia juga menilai Akung Bondet secara teknis sudah sangat menguasai teknik kepenulisan. Secara sederhana dan apa adanya, jujur. Ia benar-benar mengisahkan berharganya seorang istri. 

ULTAH KE 66

Ketika Harry Tjahjono mengungkapkan bahwa hari itu juga tepat ulang tahun saya yang ke 66, secara spontan Wawali inda Raya pun secara diam-diam menyiapkan bingkisan lewat ajudannya. Jadinya, acara bedah buku pun berakhir dengan penuh kebahagiaan. Karena Wawali langsung mendaulat saya untuk memotong tart yang justru merupakan hadiah dari Pak Wahyudi, guru SDN Mojorejo 2. Karena saya sendiri tidak menyiapkannya, dan tidak punya rencana memeringati ultah ke-66.(*

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda