Ke Amerika, Owe Dapat Apa?

Presiden Joko Widodo dan Iriana beserta rombongan tiba di Pangkalan Militer Andrews, Washington DC, Amerika Serikat, Selasa 10 Mei 2022 sekitar pukul 21.40 waktu setempat atau Rabu (11/5/2022) pukul 08.40 WIB. (FOTO: disway.id)

COWASJP.COM – KETIKA kedatangannya di Pangkalan Militer Andrews, Washington D.C, Amerika Serikat (AS), tidak disambut secara resmi oleh pejabat penting negara adidaya itu Selasa (10/5/2022), banyak pihak yang mencibirkannya. Banyak yang berkomentar: Presiden Joko Widodo alias Jokowi seolah tidak dianggap. Karena tidak sama dengan penyambutan beberapa pemimpin negara ASEAN lainnya. Yang kedatangannya diterima dengan sambutan hangat, melalui protokol kenegaraan layaknya penyambutan seorang kepala negara. 

Karuan saja hal itu melahirkan pergunjingan tentang kualitas jajaran pemerintahan RI di bawah Jokowi untuk berkiprah dalam pergaulan internasional. Karenanya tidak hanya Jokowi yang dituding tidak memiliki kapasitas. Bahkan masalah ini melahirkan tanda tanya besar: Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Dubes RI Roslan Roeslani apa kerjanya? Karena terkesan sekali betapa lemahnya kualitas diplomasi pemerintah. Di mana kunjungan Jokowi tidak dipersiapkan secara matang. Sehingga kepala negara dan bangsa ini sekaligus terkesan dipermalukan. 

Kunjungan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk menghadiri KTT Khusus ASEAN-AS atau ASEAN-US Special Summit (AUSS). Di samping itu, tentu presiden memiliki sejumlah agenda lain, yang diharapkan akan membuahkan hasil yang positif bagi bangsa ini ke depan. Betapa pun tidak disambut secara resmi oleh Presiden AS Joe Biden dan bahkan para pejabat satu level di bawahnya dalam pemerintah AS, sebagai kepala negara Jokowi membawa misi kenegaraan. 

Sayangnya sejumlah masalah lain juga datang mengikuti. Yang semakin menimbulkan kesan dan pandangan negatif. Bila Jokowi bicara dalam bahasa Inggris, misalnya, lalu ada yang mentertawakan. Tapi ketika dalam pertemuan resmi presiden bicara dengan bahasa Indonesia – yang semestinya memang demikian, dalam rangka memberikan penghormatan terhadap bahasa persatuan kita – tetap saja ada komentar miring: Lho, kok pake bahasa Indonesia? Maju kena mundur kena. 

Apalagi kemudian presiden menyebut US Secretary of Commerce dengan kata-kata “sekretaris perdagangan”. Lagi-lagi hal itu melahirkan pertanyaan publik: Tidak adakah pihak yang mampu mempersiapkan teks pidato presiden yang layak, akurat dan komprehensif? Atau, tidak adakah pejabat yang mem-brief presiden tentang istilah-istilah yang patut digunakan dalam pembicaraan di antara para pejabat asing? 

Bagaimanapun, kunjungan kerja Jokowi ke negeri Paman Sam kali ini tak pelak menyita perhatian publik. Sekaligus melahirkan perbincangan yang meluas. Misalnya, mengapa presiden melakukan kunker menggunakan pesawat carter milik Garuda Indonesia GIA-1, Boeing 777-300ER. Tidak menggunakan pesawat khusus kepresidenan RI. 

Alasannya ternyata pesawat kepresidenan hanya dirancang dengan total 48 penumpang. Sedangkan rombongan presiden kali ini terdiri dari 62 orang. Yang terdiri dari Jokowi didampingi oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo, sejumlah pejabat penting dan staf.

KONDISI KITA

Beberapa cerita di atas tak pelak menggambarkan kondisi kita bila dipandang paling tidak dalam dua hal. Pertama, secara faktual terkait situasi dan kondisi di tanah air. Kedua, terkait dengan kenyataan bagaimana pihak luar memandang negeri ini sekarang. 

Secara faktual, kita melihat betapa gigihnya Jokowi dan para pembantunya mencari investor asing. Untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang, tentunya. Dalam hal ini, tentu menarik untuk mencermati pendapat sejumlah pengamat. Salah satu, misalnya, pendapat Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda.

Menanggapi pernyataan Jokowi, yang menekankan potensi kekuatan Indonesia dalam ekonomi digital dan startup. Dia menilai, semua itu belum cukup memberi angin segar bagi iklim investasi perusahaan rintisan di Indonesia.

Jokowi menegaskan Indonesia selalu serius dalam pengembangan ekonomi digital yang adil dan bermanfaat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah startup di Indonesia yang tercatat berada di posisi terbanyak kelima dunia dengan 2.346 startup. 

Hal ini disampaikannya di depan sejumlah pemimpin negara ASEAN saat bertemu dengan para pengusaha Amerika Serikat (AS) di Intercontinental the Willard Hotel, Washington DC, Kamis (12/5/2022).

Ambisi presiden untuk menjadikan Indonesia sebagai important player dalam dunia startup tampaknya seperti pungguk merindukan bulan. Dalam debat capres 2019, Jokowi sempat melemparkan pertanyaan tentang startup ini kepada Prabowo Subianto. Yang membuat kaget capres dari Gerindra itu. Tapi dalam perjalanan waktu, ternyata Indonesia hanya menjadi pasar. Dengan kenyataan sebagian besar saham sejumlah startup yang bertumbuh di negeri ini sekarang justru dimiliki oleh asing. 

Karenanya tentu menarik untuk memperhatikan pendapat Huda. Yang mengatakan, fokus kunjungan Jokowi ke AS sebenarnya lebih kepada upaya mengajak AS untuk menghadiri Presidensi G20. Dengan menunjukkan gaya politik bebas aktif yang dipilih Tanah Air. Padahal AS sejatinya sedang ngambek. Karena Indonesia masih mengundang Rusia ke KTT G20. 

Kelemahan pemerintah dalam diplomasi dan ketidaktegasan sikap terkait sikap politik bebas aktif pada akhirnya akan menjadi batu sandungan yang tidak kecil. Pemerintah sepertinya tidak mampu berlayar di antara dua karang percaturan geo politik global saat ini. 

Dunia luar sekarang melihat Jokowi khususnya berbeda. Sejumlah pengamat asing memberikan pandangannya terkait kunjungan Jokowi ke AS, untuk pertama kalinya pada 26 Oktober 2014. Yang mendapatkan sambutan hangat dan perhatian yang besar dari Presiden Barack Obama dan sebagian besar rakyat Amerika. Karena mereka melihat Jokowi seperti membawa harapan baru bagi peran AS dan kemajuan di Asia Pasifik. 

Misalnya, Brian Harding – yang merupakan the Director for East and Southeast Asia for the National Security and International Policy at the Center for American Progress – begitu positif memandang kunjungan Jokowi ke Gedung Putih untuk pertama kali itu. 

jokowi-biden.jpgPresiden RI Joko Widodo dan Presiden AS Joe Biden di KTT Khusus ASEAN-AS. (FOTO: liputan6.com)

Dalam sebuah tulisannya, dia mencatat tiga hal yang menarik dari Jokowi. Pemimpin Indonesia yang baru setahun terpilih itu. Pertama, katanya, penegasan Jokowi bahwa iklim investasi asing di Indonesia terus membaik. Kedua, bahwa Indonesia akan menjadi “a key partner” (mitra penting) dalam menangani isu-isu regional dan global. Dan Indonesia tidak akan mundur (baca: tidak berubah) dari posisi itu, sebagaimana dikuatirkan beberapa pengamat. Ketiga, melalui kunjungan itu Jokowi maupun para penasehatnya begitu semangat menceritakan background story dari Jokowi. Yang melesat bak mitraliur dari seorang pengusaha mebel di sebuah kota kecil. Menjadi gubernur ibukota, lalu menjadi presiden. Sebuah cerita yang sangat menarik bagi rakyat Amerika kala itu. 

Pendapat yang lebih kurang sama juga dikemukakan oleh Alfred H. Moses yang pada 2018 menerbitkan tulisannya dengan judul “Energy & Transportation in the Atlantic Basin”. Begitu juga Vibhanshu Shekhar, seorang ilmuwan dari  School of International Service, American University. 

Keduanya sama-sama sependapat bahwa kemitraan antara Indonesia dan AS ke depannya akan sangat  positif. Ketika kedua bangsa sama-sama saling membutuhkan. Indonesia karenanya diharapkan akan meningkatkan hubungan kemitraan yang kuat dengan negara-negara besar. Demi memelihara penciptaan tatanan regional yang bermanfaat. 

OWE DAPAT APA?

Sayangnya, apa yang nyata dilihat masyarakat internasional sungguh berbeda dengan harapan semula. Tidak bisa dihindari bahwa pemerintahan Jokowi dipandang oleh dunia internasional, terutama AS, begitu intens merapat ke Cina. 

Sesuatu yang tentu saja tidak diharapkan oleh AS. Karena ternyata berubah jauh dari komitmen semula enam tahun silam. 

Kini, menghadapi konflik Rusia – Ukraina, Jokowi juga dianggap tidak memiliki sikap yang jelas. Karenanya, mengajak AS sekaligus Rusia untuk hadir dalam KTT G-20 di Bali akhir November mendatang adalah sebuah upaya yang lucu.

Dalam banyak kesempatan, termasuk dalam kunjungan ke AS kali ini, Jokowi begitu semangat untuk menarik investasi asing ke negeri ini. Berbagai langkah dilakukan. Termasuk berkunjung ke markas “Space Exploration Technologies Corporation”, perusahaan transportasi luar angkasa swasta Amerika Serikat. Dalam pertemuan yang terkesan santai dengan pendiri SpaceX Elon Musk tampak Jokowi begitu antusias bahwa akan dapat menarik investasi besar ke dalam negeri. 

Tapi kembali kepada apa yang dikemukakan peneliti Indef Nailul Huda, pertemuan dengan pendiri SpaceX yang juga CEO Tesla Inc. itu tidak akan menjamin kepastian suburnya suntikan dana dari investor asing, khususnya dari AS. Terutama untuk membangkitkan ekonomi digital dan startup, sebagaimana asa yang digantang Jokowi. Sehingga kunjungan ini dikuatirkan hanya menjadi ajang piknik kalangan istana berikut rombongan yang begitu besar itu. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda