Laporan dari Swiss (42)

Baru Sembilan Bulan di Swiss, Kami Harus Pindah Tugas ke Portugal

Foto keluarga dulu sebelum pindah. Dari kiri: Okky Putri Prastuti (penulis), Zirco, Zygmund, dan suami saya Fariz Hidayat. (FOTO: Dokumen Keluarga)

COWASJP.COM – Baru 9 bulan kami tinggal di Lausanne – Switzerland. Rencana awalnya, Papi Fariz Hidayat (suami saya) tugas di Lausanne 1 tahun. Tapi ternyata harus lebih cepat. 

Bulan Desember tahun 2021, suami saya mendapatkan “kado Natal” dari bos besar Philip Morris International (PMI). Pulang ke rumah membawa sebuah berita kalau suami saya mendapatkan penugasan relokasi ke Portugal. Di Philip Morris International – Portugal. 

Sang Boss berkata bahwa pindahan ini harus dilakukan dengan cepat. Sebab, posisi suami sangat dibutuhkan di Portugal. 

Waktu itu rasanya kami belum percaya. Apakah ini beneran atau tidak Saat itu hati rasanya campur aduk. Masih ingin menikmati keindahan Swiss lebih lama. Kami ingin lebih lama di Swiss. Tapi keinginan tinggal keinginan. Perintah Sang Boss harus dijalankan. Kami harus adaptasi lagi, dan lain sebagainya.

Singkat cerita, setelah berdiskusi panjang, kami harus mengambil tawaran tersebut. Susah untuk menolak perintah pindah ini. Pasalnya yang memberikan penugasan relokasi adalah salah satu petinggi PMI. Dan beliaulah yang merekrut suami saya saat wawancara akhir pada tahun 2014 silam di Jakarta. 

Tahun 2014 itulah tahun pertama Papi Fariz bergabung dengan PMI. 
Keluarga di Indonesia sangat berat menerima keputusan kami. Karena oran tua kami akan hidup berpisah dengan cucu kesayangan (Zirco dan Zygmund) dengan jarak ribuan kilometer dari Indonesia. 

Kami hanya bisa meminta doa dan support untuk kelancaran kepindahan ini. Meskipun jarak terpisah jauh, kami semua tetap sayang kepada seluruh keluarga di Indonesia.

Zirco harus berhenti sekolah di Lausanne sebelum tahun ajaran selesai. Sedih sebenarnya, karena Zirco sudah mulai bersosialisasi dengan teman-temannya. Sudah berani berkomunikasi dengan Bahasa Prancis, dan bermain saat snack time di sekolah. 

boyongan1.jpgZirco dapat kenang-kenangan dari Kakak Syifa dan Kakak Hafsah. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Tanggal 11 April adalah terakhir kalinya Zirco berangkat ke sekolah. Madame Isabelle – guru Zirco sudah memberikan special gift untuk Zirco. Giftnya sangat sederhana yaitu hasil karya dari teman-temannya sekelas dan juga selembar surat dalam Bahasa Prancis dari Madame Isabelle. 

Segala proses visa kerja Papi Fariz telah diajukan. Dokumen yang diperlukan juga sudah siap. Saya dan DoubleZ memakai visa Swiss dan Residence Swiss untuk bisa masuk ke Portugal. Tanggal 24 April 2022 kami dijadwalkan terbang dari Swiss menuju Portugal. Semua tiket pesawat, penjemputan, dan tempat tinggal sementara di Portugal sudah disiapkan dengan baik oleh kantor. 

Jarak dari Swiss ke Portugal membutuhkan waktu penerbangan 2,5 jam. Terdapat perbedaan waktu di Portugal 1 jam lebih lambat. Yey, akhirnya kami tiba di Villa Bicuda, Cascais, Lisbon – Portugal.

Sebelum keberangkatan, kami melakukan farewell party kecil-kecilan dengan teman-teman terdekat. Kami mengundang teman dekat Zirco di sekolah, Heavenly namanya. Ruth – mama Heavenly menerima undangan kami dengan sangat baik. Dia membawakan bunga dan juga kado untuk Zirco. Kami berdua berteman baik dan sering ngobrol-ngobrol di sekolah. 

Kami juga menerima undangan dari Louise, teman Zirco yang tinggal di apartemen yang sama. Mereka telah mempersiapkan hidangan khas Swiss, yaitu Cheese Fondue. Sejak pertama kali bertemu di sekolah orang tua Louise sangat ramah. Mereka memberikan info seputar kegiatan anak yang bisa dilakukan di sekitar lingkungan tempat kami tinggal.

Mbak Yuni beserta keluarga (Mas Tiggi, Kak Syifa, dan Kak Hafsah) juga mengajak untuk lunch bersama di Parc de Milan. Taman super cantik di dekat rumah. Beliau berkata saya cukup membawa nasi putih saja karena menu utama sudah dimasakkan oleh Mbak Yuni. 

boyongan1.jpg1.jpgHari terakhir sekolah, Zirco bertemu Madame Isabelle. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Hidangan pun sangat mewah, ada rendang, telur terong balado, tempe goreng, kerupuk, sambal kacang. Saya turut membawa mie goreng dan roti coklat sebagai dessert. Tidak hanya kami dua keluarga. Mbak Diana beserta Sharjeel (suami Diana) dan kedua anaknya (Shameer dan Daria) juga membawa aneka minuman dan perlengkapan makan. Bahkan mereka komplit membawa tikar dan kursi piknik juga. Serta tak ketinggalan ada Mbak Tari dan Sadiqa yang juga membawa cemilan dan minuman kala itu. 

Selain itu ada Adhi, teman asal Bali yang juga berkunjung ke rumah. Kami sudah lama bertemu dan berkenalan, namun baru kali ini ngobrol-ngobrol dengan waktu yang lama. Tak ketinggalan keluarga Mbak Rizka dari Yverdon bersama suaminya Alex serta kedua putrinya Dahlia dan Leyla. Turut datang ke rumah kami sambil berpesta Keju Raclette bersama. 

Mereka semua adalah keluarga kami di Lausanne. Dan masih banyak lagi yang akhirnya menyampaikan salam perpisahan melalui WA. Kami tidak pernah bertemu sebelumnya di Indonesia, semua murni baru berkenalan di Swiss. Waktu 9 bulan sudah seperti teman akrab, saudara dekat, dan teman curhat. 

boyongan2.jpgFarewell Party di taman Parc de Milan. (FOTO: Okky Putri Prastuti)

Terimakasih kepada semua teman yang telah berbagi pengalaman hidup selama di luar negeri. Tanpa mereka, bisa dipastikan stress datang melanda karena kegagalan beradaptasi. 
Bagi kami, hidup di luar negeri bukan hanya sekadar bisa liburan menikmati pemandangan indah. Bukan hanya update foto di sosial media tentang keindahan di Swiss. Banyak makna kehidupan yang bisa kami petik. 

Saya pribadi akhirnya bisa belajar menjadi seorang ibu dan istri dari nol. Kisah lebih lengkap sudah tersedia di CowasJP.com Laporan dari Swiss Edisi 26 atau Koran New Malang Pos (sekarang Malang Posco Media) edisi 10 Januari 2022. 

Saya dan suami bekerjasama membagi waktu antara pekerjaan kantor, rumah, dan mengasuh anak. Zirco menjadi lebih mandiri, berani bersosialisasi dan membantu pekerjaan rumah. Sedangkan Zygmund sudah mulai belajar makan sendiri sejak dini dan semakin aktif di usianya.

Beberapa budaya hidup di Swiss juga melekat di kami, seperti aturan membuang sampah, tradisi belanja secukupnya, hari weekend benar-benar me-time untuk keluarga, minum air keran sudah biasa, dll. 

boyongan3.jpgUsai makan keju Raclette bersama Keluarga Mbak Rizka. (FOTO: Fariz  Hidayat)

Banyak orang bilang “enak ya hidup di luar negeri, gajinya besar, bisa jalan-jalan terus”. Di balik itu semua banyak perjuangan adaptasi yang dilakukan. Mulai dari temperatur yang bisa mencapai minus sekian derajat Celcius, kadar humidity rendah, mahalnya biaya hidup, jauh dari tanah air, kangennya makanan Indonesia, dan culture shock lainnya. 

Pernah gak moms stress gitu? Jelas pernah! Saya hanyalah manusia biasa. Saya selalu ber-positive thinking, buat apa dibawa stress. Dinikmati saja! Culture shock hanya terjadi pada bulan pertama karena melihat semua harga barang-barang di Swiss mahal. Selebihnya kami sangat menikmati. 

Lingkungan tempat tinggal yang strategis dekat sekolah, kantor, dan halte bus. Udara dan air yang super bersih, bisa kami nikmati setiap hari. Teman-teman baru yang ditemui sangat ramah, membuat hidup semakin berwarna. 

boyongan4.jpgPiknik di Taman. (FOTO: Fariz Hidayat)

Dan, kami sudah pernah merasakan ke mana-mana tanpa masker. Alhamdullillah.

Sampai jumpa Lausanne. Au Revoir! Kota kecil yang telah mengukir banyak kenangan untuk keluarga kami. Kami akan merindukan canggihnya transportasi di Swiss, khususnya di Lausanne yang super duper family friendly.

Semoga suatu saat bisa diberikan rezeki lagi untuk menambah pengalaman hidup di Switzerland – Negara Terindah di Dunia.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda