Sang Begawan Media

Percaya Dokter

Profesi dokter paling dipercaya, menurut jajak pendapat Ipsos. (FOTO: suneducationgroup.com)

COWASJP.COM – PROFESI yang paling dipercaya di seluruh dunia ternyata tetaplah ini: dokter. Dokter terus berada di urutan nomor satu. Bertahun-tahun. Mengalahkan ilmuwan –yang juga hebat, yang masih tetap di urutan kedua.

Yang paling jeblok: Anda sudah tahu, politisi. Sedang yang paling jeblok berikutnya, Anda juga sudah mengira: para menteri di pemerintahan mana pun.

Itulah hasil riset terbaru di 28 negara dari lembaga riset tepercaya di Inggris/Prancis: Ipsos –yang publikasinya saya baca pekan lalu. 

Pun seandainya Indonesia ikut diriset, tetaplah posisi dokter tidak akan berubah. Setidaknya menurut perkiraan saya. Heboh dokter Terawan tidak akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan itu –Terawan kan juga dokter.

Dokter pernah di urutan kedua: setelah ilmuwan. Itu sudah lama dulu. Ketika masyarakat mungkin masih lebih memercayai takhayul. Tiga tahun terakhir, terutama setelah terjadi pandemi, kenaikan kepercayaan pada dokter tinggi sekali. Sampai 7 persen. Bahkan di negara berkembang kenaikan itu bisa sampai 9 persen.

Selamat untuk para dokter. Pengabdian mereka selama Covid mendapat pengakuan luas. Semoga para dokter yang sampai meninggal dunia pun ikut merasakan apresiasi itu di surga. 

Seandainya Indonesia ikut diriset, apakah posisi politisi dan menteri kabinet akan lebih baik? Sayangnya Indonesia tidak dimasukkan sebagai responden. Hanya Malaysia satu-satunya responden dari Asia Tenggara.

Dari hasil riset Ipsos itu para guru juga harus berbahagia. Setelah dokter dan ilmuwan gurulah yang paling dipercaya di seluruh dunia: di urutan ketiga. Angkanya konsisten: di negara maju maupun kurang maju. 

Yang saya kaget adalah kepercayaan pada hakim dan pengacara. Ternyata sangat lumayan: di urutan 7 dan 8. Masih masuk papan tengah. Mereka mengalahkan kepercayaan terhadap wartawan yang ternyata masuk papan bawah. Malu sekali. Wartawan hanya sedikit lebih dipercaya daripada penggiat agama. 

Tentu saya lebih kaget melihat rendahnya kepercayaan pada pemuka agama. Begitu rendah kepercayaan masyarakat pada ulama/pendeta di 28 negara itu.*)

Sayangnya tidak ada rincian per negara soal ini. Mungkin perlu membeli hasil riset itu secara lengkap. Agar tahu apakah itu lebih dipengaruhi oleh fenomena di negara maju atau merata. 

Lalu, apakah Ipsos sendiri bisa dipercaya?

dokter1.jpgHasil jajak pendapat Ipsos tahun 2018 di 28 negara tentang profesi yang kurang dipercaya. (GRAFIS: ipsos.com)

Terserah Anda. Ipsos ternyata juga memasukkan profesi lembaga pengumpul pendapat ke dalam riset kepercayaan ini. Hasilnya: papan tengah. Di urutan 10 dari atas, atau nomor 9 dari bawah.

Urutan itu juga mengejutkan saya. Padahal partai-partai begitu percaya pada lembaga jajak pendapat. Demikian juga para Capres, Cagub, dan Cabup/Cawali.

Pun lembaga bisnis. Sangat percaya pada riset pasar –meski memang lebih percaya pada riset yang dilakukan secara in house. 

Secara umum Ipsos termasuk lembaga riset yang sangat dipercaya pasar. Ia tidak hanya riset indeks kepercayaan. Juga riset pasar untuk keperluan bisnis.

Umur Ipsos sudah 47 tahun. Sangat berpengalaman di bidang jajak pendapat. Sudah pula menjadi perusahaan publik –IPO di pasar modal. Ipsos punya kantor di 88 negara –termasuk di Jakarta dengan total karyawan 16.000 orang.

Hasil riset itu umumnya seirama dengan yang ada di pikiran saya. Berkali-kali saya menulis bahwa profesi dokter memang paling tinggi dalam kadar ketaatan pada kode etik. Pengawasan terhadap pelaksanaan kode etiknya juga yang paling keras.

Yang saya kaget adalah tingkat kepercayaan kepada hakim dan pengacara. Jauh lebih tinggi dari yang saya perkirakan. Berarti saya harus mengubah persepsi saya pada dua profesi itu.

Bahwa tingkat kepercayaan pada wartawan juga begitu rendah, saya ok dan tidak ok. Saya ok karena hasil riset di Indonesia juga begitu: tingkat kepercayaan pada media mainstream tinggal 48 persen. Tapi kenapa tidak ok? Karena, duille, kok begitu rendahnya. Agak emosi. 

Melihat begitu rendahnya kepercayaan itu, muncul pertanyaan berikutnya: apakah masih bisa diperbaiki. Atau, sekalian, biar saja terus merosot. Sampai hancur lebur. Lalu dibangun lagi dari nol. Seperti yang dimaksud dalam teori tipping point.

Sebenarnya lebih menarik kalau hasil riset ini dialami per negara. Lalu dibandingkan antara negara maju dan belum maju. Memang Ipsos memberi penjelasan lebih rinci tapi tidak rinci sekali. Ini kan paparan hasil yang versi gratis. 
Misalnya tingkat kepercayaan pada ilmuwan –mungkin titik beratnya pada ilmuwan fisika, teknik, elektro, nuklir, kimia, dan sebangsanya dan bukan pada ilmuwan dalam pengertian ilmu sosial dan keagamaan.

Negara yang paling memercayai profesi ilmuwan adalah Rusia. Lalu Tiongkok. Sedang yang paling kurang memercayai ilmuwan adalah negara seperti Arab Saudi. Menariknya, kian tahun tingkat kepercayaan pada ilmuwan itu naik terus di Saudi. Dari tahun ke tahun. Kenaikan paling tinggi terjadi tiga tahun terakhir. Mungkin terkait dengan Covid-19: doktrin agama pun kalah dengan doktrin ilmu. Ibadah haji sampai dibatalkan. Salat harus berjarak –padahal, menurut ajaran, harus berdiri rapat dengan sebelah-menyebelahnya.Ilmu semakin mengalahkan agama. 

Menariknya Ipsos juga meneliti tingkat kepercayaan pada masyarakat pada umumnya. Seberapa masyarakat memercayai masyarakatnya. Ternyata tidak tinggi. Terendah justru terjadi di negara-negara maju. Sedang masyarakat di Arab Saudi lebih memercayai masyarakat mereka. 

Kepercayaan masyarakat kepada masyarakat, paling tinggi, terjadi di Tiongkok.

Setelah membaca hasil kerja Ipsos ini saya berhenti bernapas sejenak: jangan-jangan tingkat kepercayaan kepada Disway juga rendah. Yang berarti sudah waktunya saya harus pensiun –tidak harus memperpanjang periode penulisan ini.(*) 

Penulis: DAHLAN ISKAN, Sang Begawan Media.

*) Argentina, Australia, Belgia, Brasil, Kanada, Chile, Tiongkok, Kolombia, Prancis, Jerman, Inggris Raya, Hungaria, India, Italia, Jepang, Malaysia, Meksiko, Belanda, Peru, Polandia, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Turki, and Amerika Serikat. 

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Desi Armando

Agus Suryono

SAYA tidak ingin berkomentar, kecuali bahwa di awal tulisan ini, Abah DI sudah menjelaskan bahwa..
"Pusat studi IPB itu banyak meneliti tentang orang utan yang akan punah tahun 2050.
He he..
(Dah, itu aja sudah cukup menjelaskan semuanya).

azid lim

Setelah membaca tulisan ini menjadi jelas posisi seorang Pak DI sebenarnya di dalam hati seorang DI masih tersimpan sifat alamiah kadrun isme jgn memakai alasan perimbangan berita mestinya berita ini di skip aja kok seorang DI memuat berita seperti itu meyesatkan 

Antonio Samaran

Tidak perlu menjelaskan tentang siapa Ade Armando kepada siapapun, karena yg menyukai dia tidak butuh itu. Sejelek apapun prestasi akademiknya tidak lah terlalu penting, ia tetap seorang pejuang keberagaman. Dan sebaliknya bagi yg membenci dia, sebaik apapun prestasi akademiknya tetap akan dibenci. Contoh nyata SMI yg merupakan menkeu terbaik kelas dunia dan nyaris tanpa jejak korupsi,  yang benci tetap nyinyirin beliau sebagai tukang ngutang dan menteri yg memeras rakyat lewat pajak. 

Pryadi Satriana

Saya rasa Abah bukan kadrun, tapi "meh". Begitu Taliban berkuasa ikut euphoria, nulis bbrp kali ttg Taliban. Sik ketok "halu." Merasa Afghanistan akan lebih baik di bawah Taliban, hi..hi..Melok2 JK. Iki yo ngono, diberi tahu "orang asing" H-Index AA = 1, langsung melok "memvonis" AA gak pantes ngajar di UI, walaupun gak ditulis.  Bbrp guru besar UI tak terindeks di Scopus. Ketua Dewan Guru Besar pun H-indeks Scopus = 1. Mau dibahas semua itu sama Abah? Mau protes ke Webometrics kok UI no 1 di Indonesia? Wis ta Bah, lek gak sepiro ngerti gak usah melok-melok, malah golek masalah, kadrun diberi "panggung" yo gak salah 'njenengan diarani kadrun sisan. Aku sih ngarani "meh kadrun." Mugo2 ndhang waras.

Tony Stark

Sebenarnya mudah kalo mau adil. Brp score index scopus Rocky Gerung pujaan desi yg katanya lbh hebat dari AA, ternyata lbh rendah dari AA alias tdk terdaftar hahaha. Btw kriminal yg ditembak mati di KM 50 tdk bisa dibandingkan dgn AA, yg bisa dibandingkan itu peristiwa pemukulan Sarumpaet yg ternyata hoax hahaha.

Johannes Kitono

Typo : Ir Karim alumni IPB eharusnya Ir Kasim asal Aceh yang terjebak KKN selama 15 tahun di Pulau Seram. Mengabdikan diri kepada masyarakat petani di sana. Taufik Ismail yang alumni FKH - UI ( sebelum beralih ke IPB ) merasa malu membandingkan dirinya yang Drh tapi penyair dengan prestasi Kasim yang mengabdi tanpa pamrih. Rektor IPB, Prof A H Nasution memberikan gelar Insinyur Kehormatan kepada Ir. KASIM yang memang pantas disandangnya. 

donwori

dalam dunia akademis ada 3 kriteria utama tugas seorang dosen : pengabdian mesyarakat, pengajaran, penelitian. skor H-index itu ranahnya penelitian. sementara banyak dosen2 lain, tidak cuma AA, yg lebih memilih fokus di pengajaran sampai lupa di penelitian. apa itu salah? nggak juga. kalau ada dosen yg ngejar tiga kriteria di atas secara maksimal artinya dia dosen top dan calon profesor di masa mendatang. kalau memilih fokus di pengajaran/pengmas ya itu hak dia. toh meskipun ga bertitel profesor dia tetap boleh membimbing mahasiswa untuk meraih gelar s1/s2.
sementara untuk komparasi dengan peristiwa KM50 itu ga sepadan. yg di jalan tol itu diawali dari saling kebut2an di jalanan dan tembak menembak. udah jadi resiko ketika ada yg melawan petugas ya siap2 aja dibedil. sementara yg di depan gedung DPR kemarin satu orang lagi ikutan demo dengan damai, tidak sedang memprovokasi, tidak sedang teriak2 macam orang gila, tau2 didatangi puluhan massa langsung main gebuk dan melorotin celana. dari dua kejadian itu konstruksi peristiwanya sama sekali berbeda.

Pryadi Satriana

Kasali, dan Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo  (Ketua Dewan Guru Besar UI) pun H-Index Scopus = 1. Jadi, itu bukanlah segala-galanya. Guru Besar pun tidak selalu tulisannya terindeks di Scopus. Dari empat guru besar di Dept. Ilmu Komunikasi, sejawat AA, dua orang H- Index Scopus = 0 dan dua orang lainnya, H-Index Scopus: - (not found). Terindeks di Scopus hanya menunjukkan bahwa artikel yg ditulis memenuhi kriteria Scopus, bukan menunjukkan penguasaan ilmunya, apalagi pengamalan ilmunya. Pak DI perlu lebih hati- hati, apalagi terhadap orang yg nggak dikenal atau baru  kenal. Saya rasa Pak DI lupa ini walaupun sering ke Amerika: "Don't talk to a stranger, (apalagi berbagi lapak)."  CMIIW. Salam.

Mirza Mirwan

Seandainya Anda semua membaca artikel Desi Armando hari ini dengan cermat, pasti Anda sepakat dengan saya: Pak DI tidak dalam posisi menghakimi yang ini salah, yang itu benar. Atau sebaliknya.
Pak DI hanya memuat apa yang ditulis Desi Suyamto untuk Pak DI. Mungkin Desi menganggap tulisan Pak DI dalam edisi Demo Armando kemarin itu kesannya seperti "membela AA". Biar berimbang, ya sudah, dimuatlah "nota keberatan" dari DS yang dosen IPB itu. Pemuatan itu, mestinya, tidak harus dibaca bahwa Pak DI sepenuhnya setuju dengan substansi tulisan DS. Tetapi, ya, begitulah. Banyak pembaca, yang sebenarnya "well educated", menganggap Pak DI sepemikiran dengan Desi. Lalu menyematkan atribut macam-macam yang berkonotasi negatif.
Sabar, Pak DI.

sinung nugroho

Ternyata polarisasi itu masih terjadi, bahwa yg bukan kelompoknya "pasti salah" itulah doktrin yg masih dipegang erat2 oleh 2 kubu. Semoga kubu "diam" jumlahnya jauh lebih banyak

Pedro Patran

Aneh..! Gara² artikel Disway hari ini (yg jelas² bukan kàrya Abah), dan itu sebagai upaya "cover both side",  eh.. malah Abah di kadrun-kadrun kan.  Sabaar.. Abah..

Pryadi Satriana

Skrg ini sdh ada yg nggak mau lagi baca tulisan Abah krn dianggap gak objektif, ada jg yg bilang Abah itu kadrun berbaju nasionalis, saya sendiri menganggap Abah "meh kadrun" krn gampang dipengaruhi hal2 yg berbau kadrun, yg - kalau mengingat usia, latar belakang, dan pengalaman Abah - rasanya agak naif juga. Atau, mungkin juga Abah "sengaja kumat" supaya lapaknya rame. Siapa tahu? Maaf kalau ada yg kurang berkenan. Salam.

Pryadi Satriana

Maunya Pak DI sih membuat "penyeimbang" tulisan ttg AA. Dimuatlah tulisan "orang asing" ttg AA, yg memasalahkan AA: kok H- index Scopus "cuma" = 1? Pak DI "gumun": kok dosen senior di UI H-Index Scopus-nya = 1? Pak DI lupa 3 hal:
1. Harus hati2 menyikapi orang asing.
2. Harus hati2 menulis atau berkomentar di forum publik: YM dibilang ustad paling sabar, ternyata ... Anda sudah tahu.
3. Ojo gumunan. Ojo kagetan. Dikirimi berita "heboh" langsung dimuat atau dijadikan bahan tulisan: ttg Taliban, ttg Dirut Garuda, ttg Terawan vs IDI, dan ttg yg dimuat hari ini. 
Harus hati2, Bah. Pembaca Abah semakin banyak, saya "promokan" ke bbrp teman juga. Jangan sampai nanti teman2 saya itu berkomentar ke saya," Pry, tulisan Dahlan Iskan memang enak dibaca walaupun lebih baik gak baca."
Sehat selalu ya, Abah. Tetap semangat menulis. Salam. Rahayu.

Anto Jr

Apapun isinya tulisan yang ada di disway tak baca, sing bosen biarin rak sah diurusi, isi tulisan mau kadrun, cebong, kampret, asu, luwak, kadal, kucing, banteng tak woco kabeh, 
teruskan abah menulis yang bosen baca biarin, hidup adalah pilihan toh semua pada akhirnya pada milih mati ngono ae

Otong Sutisna

Saya terpana liat komen sampai 336, luar biasa....bikin sariawan, semuanya serius, malah yerempet pada hal-hal pribadi....moga-moga komennya hanya di pikiran ga sampai ke hati....
#damai Indonesia ku

amar and family

AA ini sudah jadi tersangka sejak tahun 2017. Namun kenapa aparat tidak juga memprosesnya? Bahkan pengadilan sudah memutuskan agar status tersangka AA diproses. Mau bilang apa coba? Masih adakah keadilan di negeri ini? AA      

Jimmy Marta

Biasanya kalau baca disway ada yg bikin saya senyum2 kecil , banyak komentar yg bikin tertawa. Tapi hari  ini artikelnya bikin senyum kecut dan komentarnya ....ahhh... 
Ayo bli LP dan ko Liam panggil pawang hujan. Panas sekali cuaca hari ini...

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber : Disway.id

Komentar Anda