Birul Walidain (I)

Pemuda yang Tampan Rupawan

Joko Intarto ( tengah) merawat Ibundanya dengan telaten. (FOTO: Facebook)

COWASJP.COM – SUNGGUH saya salut terhadap sahabat saya, Joko Intarto (sesama mantan Jawa Pos). Bos Jagaters Studio yang luar biasa ulet itu. Yang berkantor di Tebet Timur, Jakarta Selatan, itu. Karena kegigihan dan ketelatenannya merawat ibunya yang sedang sakit. Lebih dari satu tahun belakangan ini. Sehingga harus bolak balik beberapa kali dalam sebulan. Antara Jakarta dan Grobogan, Jawa Tengah. 

Kalau sempat, naik kereta api. Kalau tidak, terpaksa nyetir sendiri sejauh ratusan kilometer. Akibat keterbatasan waktu. Lantaran kesibukan yang terus memburu. Karena usahanya di Jakarta. Sedangkan sang ibu sakit di kampung halamannya di Grobogan. 

Karena itu, begitu seringnya saya berucap kepadanya: “Ente beruntung sekali masih punya ibu. Yang ente rawat dengan begitu telaten dan penuh perhatian. Beliau itu benar-benar akan jadi pintu surgamu.”

Dalam sebuah hadist Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Orang tua merupakan pintu surga paling pertengahan. Jika engkau mampu, maka tetapilah atau jagalah pintu tersebut." (HR Ahmad).

JTO – begitu dia akrab disapa dan itu jugalah inisialnya sewaktu kami masih sama-sama jadi wartawan harian Jawa Pos dulu, di kantor redaksi JP di Jl. Prapanca, Jakarta, awal 1990-an. Pernyataan saya hanya dia jawab dengan tersenyum. 

“Terimakasih...” cuma itu komentarnya.

Tentu saja, tulisan ini tidak berpanjang-panjang saya peruntukkan bagi JTO. Tapi untuk menggambarkan, begitulah semestinya “birul walidain” itu dijalankan. Berbakti kepada orang tua dengan sepenuh-penuhnya bakti. Dengan sepenuh-penuhnya kasih sayang. Dengan sepenuh hati memberikan perawatan ketika keduanya jatuh sakit. Suatu perawatan yang seberapa pun tinggi tingkatannya tidak akan mampu menyamai perawatan mereka kepada kita sewaktu kita kanak-kanak. 

Karenanya, tidak seorang pun dapat membalas pengorbanan yang diberikan para orang tua kepada anak-anaknya. Itu sama sekali tidak sebanding.

Dalam Alqur’an Allah menggambarkan dalam beberapa ayat soal birul walidain itu. Apakah ada cerita yang menarik tentang berbakti kepada kedua orang tua? Saya selalu terdorong untuk selalu menggali kisah-kisah menarik. Ternyata, dari keempat ayat yang bicara tentang hal itu, tidak satu pun cerita yang berbentuk kisah hidup. Sebagai bahan pelajaran. Sebagai suri teladan. 

Pertama, surah Al-Isra’ 23, hanyalah berupa tuntunan. Agar kita berbuat baik kepada ibu bapa. Jika mereka sudah berumur lanjut, janganlah sekali-kali mengatakan "ah" kepada mereka. 

Kedua, surah Al Isra ayat 24, berupa ajaran agar berbicara dengan kedua orang tua dengan perkataan yang penuh hormat. Mendoakan keduanya. Agar Allah mengasihi mereka, sebagaimana mereka mengasihi kita di waktu kecil. 

Ketiga, Surah Luqman 14, agar kita bersyukur kepada kedua orang tua. Selain bersyukur kepada Allah. Seorang ibu telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. Lalu menyapihnya dalam dua tahun. 

Keempat, surah Luqman 15, agar mempergauli mereka dengan baik. Meskipun, misalnya, mereka memerintahkan untuk melanggar syari’at, seperti meminta kita memeluk agama lain selain Islam, kita diminta untuk tidak mengikuti.  

Tapi tetap memperlakukan keduanya dengan baik. 

Menurut keterangan sebuah sumber, ada pulang surah An-Naml ayat 40 yang bicara tentang “birul walidain”. Ternyata, dalam terjemahan beberapa ayat seputar itu, hampir semua bercerita tentang kedatangan Ratu Balqis dari negeri Saba’ ke kerajaan Nabi Sulaiman. Tentang dakwah Nabiyullah Sulaiman kepada sang ratu yang cantik jelita dan sangat berkuasa itu. Tentang dipindahkannya istana Ratu Balqis ke depan istana Sulaiman dalam sekejap mata. Lain dari itu tak ada. 

**

Meski begitu, menurut sejumlah mufassir, sebenarnya di situ ada terselip sebuah kisah menarik. Dalam penafsiran ayat ke-40 itu. Seperti dikisahkan dalam kitab “Irsyadul Ibad”. Bahwa Nabi Sulaiman pernah suatu ketika mendapatkan perintah dari Allah ta’ala. Untuk pergi ke tepi laut. Di sana dia akan menemukan sesuatu yang luar biasa. Maka berangkatlah beliau bersama pengikutnya. Terdiri dari jin dan manusia. Dan sesampai di tempat tujuan, tidak satu pun yang luar biasa berhasil ditemukan. 

Setelah meneliti kiri kanan, depan belakang, tidak ditemukan juga sesuatu yang luar biasa. Ketika akan menyambut kedatangan Ratu Balqis, Nabi Sulaiman menanyai pengikutnya: Siapa yang dapat memindahkan istana Ratu Balqis ke depan istananya?

Tapi dalam kisah ini, Nabiyullah Sulaiman memerintahkan Jin Ifrit untuk menyelam ke dasar laut. Tapi dia tidak menemukan apa pun. Sulaiman memerintahkan Jin Ifrit kedua untuk melakukan yang sama sekali lagi. Tapi juga tidak menemukan apa pun. Meskipun, katanya, telah menyelam ke dasar laut yang paling dalam. 

Menurut beberapa riwayat, Nabi Sulaiman lalu memanggil Ashaf Barkhaya. Sekretarisnya yang juga salah satu menteri terbaiknya. Sebagian riwayat menyebut, orang ini bernama Asthum. Salah satu orang saleh dari keturunan Bani Israel. Selain itu ada juga yang menyebut bahwa namanya adalah Balikha. Dan ada pula yang berkata, namanya Zin Nur (yang bercahaya). 

Bahkan ada juga yang menggambarkan bahwa sejatinya dia adalah Nabi Khidir. Yang terkenal makbul doanya bila dia berdoa kepada Tuhan. Sulaiman memintanya berdoa, agar Allah memperlihatkan apa yang luar biasa itu. 

Usai dia berdoa, tiba-tiba muncul sebuah benda berbentuk kubah. Yang mempunyai empat pintu. Satu pintu terbuat dari intan. Satu pintu terbuat dari batu yaqut. Satu lagi terbuat dari intan putih. Dan satunya lagi tebuat dari batu aquamarine atau zamrud. Semua pintu itu terbuka. Tapi ajaib, tidak satu tetes air pun yang masuk ke dalamnya. Padahal benda tersebut berada di dalam laut yang sangat dalam. Sejauh tiga kali kedalaman dari penyelaman Jin Ifrit yang pertama. 

jooko1.jpg

Benda itu diserahkan kepada Nabi Sulaiman. Ternyata, di dalamnya terdapat seorang lelaki yang tampan rupawan. Pakaiannya serba putih. Badannya teramat bersih. Dia sedang shalat. Tapi ketika Sulaiman mengucapkan salam, dia pun mempercepat shalatnya. 

“Bagaimana engkau bisa berada di dasar laut ini?” tanya Nabiyullah itu.

Lalu pemuda itu pun bercerita kepada Sulaiman. “Aku adalah anak dari seorang ayah yang lumpuh. Sedangkan ibuku buta. Karena itu aku merawat keduanya dengan penuh kasih sayang. Selama 70 tahun. Sebelum ajal datang, ibuku berdoa agar aku diberikan umur yang panjang, dalam keadaan bertaqwa kepada Allah. Begitu juga ayahku. Sebelum wafat dia berdoa, Ya Allah, tempatkanlah anakku ini di tempat yang tidak akan pernah ditemukan oleh setan.”

Setelah sejenak terdiam, dia melanjutkan kisahnya.

“Setelah aku memakamkan kedua orang tuaku. Aku berjalan-jalan ke tepi pantai. Untuk menghilangkan kesedihan dan dukaku. Lalu aku melihat kubah yang bercahaya. Yang sangat indah. Sehingga aku masuk ke dalamnya. Lalu datanglah beberapa malaikat. Untuk membawa kubah tersebut ke dalam laut. Sedangkan aku masih berada di dalamnya.”  

Nabi Sulaiman sangat terkesan. Terdiam beberapa saat. Lalu katanya, “Pada zaman siapa kamu mendatangi pantai?”   

“Pada zaman Nabi Ibrahim ‘Alaihis Sallam,” jawab pemuda itu.   

Tak pelak Nabiyullah Sulaiman tercengang. Begitu panjangnya usia pemuda ini, pikirnya. Sebab jarak antara zamannya dengan zaman Nabi Ibrahim itu adalah 2400 tahun. Sedemikian jauh tidak satu helai rambut pun tampak beruban di kepalanya. 

Begitu dahsyatnya imbalan berbakti kepada orang tua. Begitu murahnya Allah mengijabah doa keduanya. Mengingatkan orang akan kisah Uwais Alqarni. Yang hidup di zaman Rasulullah Saw. Seorang pemuda miskin yang lain dari Yaman. Yang disebut Rasulullah Muhammad sebagai salah seorang penghuni surga. 

Siapakah dia? (BERSAMBUNG)

Bandung, 29 Januari 2022.-

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda