''Dari PWI ke Tanah Suci''; Sebuah Catatan Perjalanan Spritual

Ilustrasi dan Foto: CoWasjp.com

COWASJP.COMPASCA mundur dari Jawa Pos tahun 2002, saya bekerja di group hotel terbesar di Batu. Selama setahun setengah, hingga awal 2004 di perusahaan yang merupakan salah satu ikon kota wisata itu, saya duduk dijajaran direksi sebagai Direktur SDM-HRD dan General Affairs. Perusahaan yang mengelola properti villa, hotel resort dan kebun petik buah apel-strawberry-jambu-paprina serta industri produksi minuman segar, kebetulan pemiliknya adalah karib saya ketika jadi aktivis jaman kuliah di Unej 78-an.

 Lepas dari Batu, saya kembali ke Surabaya, 'membidani' lahirnya Suara Indonesia (SI) yang diambil lagi oleh Eddy Rumpoko. Di SI baru yang berkantor di jalan Irian Barat itu, saya berkumpul bersama Dhimam Abror, Sholihin Hidayat, Didik Pujiyuwono, M Anis, Alm Darmadewangga dan M Hakim. Sedangkan SI Biro Jakarta, dikoordinir Cik Bahar Maksum dan Alfian Mujani.

Nah, ditengah menangani SI wajah baru ini, bertepatan menjelang pencalonan walikota-wakil walikota Surabaya. Karena sudah takdir dan diberi amanah, Mas Arif Afandi yang digandeng Bambang DH, memberi kepercayaan saya sebagai Ajudan/Spri sejak masa kampanye hingga Mas Arif menjabat wakil walikota Surabaya.

Namun, entah karena prosedure birokrasi atau lantaran sesuatu hal, (sampai hari ini alasan pastinya saya tidak tahu dan saya positif thinking) di awal 2005 saya tidak lagi menjadi Ajudan/Spri Mas Arif. Sejak itu saya kembali aktif di dunia menulis dan di kepengurusan PWI Jatim. Untuk mencari nafkah dan rezeki, saya menerbitkan tabloid sepakbola GreenForce yang kantor redaksinya sewa disalahsatu ruangan di balai wartawan gedung PWI.

Kala itu Mas Abror akan maju pemilihan Ketua PWI Jatim priode kedua. Lagi-lagi, saya dipercaya menjadi tim sukses pemenangan. Alhamdulillah, Mas Abror terpilih kembali setelah bersaing dengan Rusdi Amral (Pimred Surya, kini Redpel Kompas) dan Luthfil Hakim (Kabiro Bisnis Indonesia Wil Intim).

Pada saat pemungutan suara di balai wartawan Taman Apsari itu, lagi-lagi Allah Ta'ala mentakdirkan saya bertemu adik sepupu (anak tante saya) yang hampir dua puluh tahun lebih tidak pernah berjumpa, karena saya mengira ia ikut berdomisli (tetap) di Makkah. Ternyata, sepupu saya itu, bos sebuah kantor berita online terkenal setelah di Jakarta. Dia hadir di acara pemilihan Ketua PWI Jatim sebab mendukung Rusdi Amral-Lutfil.

Bapak sepupu saya itu (saya memanggilnya Ambo') sejak tahun 70 setelah peristiwa terbunuhnya Uskup/Pastur Kathedral Jakarta, menjelang Kongres Dewan Geraja se-Dunia di Jakarta (kongresnya dibatalkan), bersama keluarganya 'hijrah' ke tanah suci Makkah karena dijamin oleh Kerajaan Saudi Arabia. Sampai sekarang tinggal di Makkah. Meski begitu, setiap tahun, Ambo mudik ke rumah keluarga di kawasan Perak Timur depan masjid Mujahiddin, Surabaya. Nah, dari pertemuan dengan sepupu tadi, jalan 'baru' saya dapatkan.

Saya ibarat menerima 'wahyu' atau hidayahNYA. Kenapa ? Karena setelah saya membuka komunikasi dengan Tante (sudah wafat 2013) dan Ambo, rasanya ada sesuatu. Terlebih, kata Ambo saya (sampai sekarang terpatri dalam ingatan saya) "Fer, kamu sudah umur (waktu itu saya 49 tahun, red) ayo berhajilah atau umrah. InsyaAllah kamu akan mendapat barakah," ujarnya dengan suara lembutnya.

Dari situlah --Oktober 2005-- dengan uang tabungan saya bertekad mendaftar haji dan sekalian ikut umrah. Saya pertama kali umrah akhir Oktober 2005 ikut travel milik sepupu saya yang lain di Jakarta (Mudatur, red) selama 9 hari. Subhanallah, selama di tanah suci itu --Medinah dan Makkah-- banyak 'rahasia' perjalanan hidup saya yang muncul bak cermin dipelupuk mata dan alam pikir. Terlebih seusai melaksanakan ritual umrah. Subhanallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamdu.

Tak mampu dan terlalu panjang bila saya tuliskan pengalaman pertama yang saya alami selama umrah itu. Yang pasti, selama empat hari di Makkah --dua hari-- saya tinggal di rumah Oom di kawasan Sare'sitin Makkah, banyak ibra yang masuk dalam hati sanubari ini.

Kemudian, menjelang usai umrah --dikala tawaf wada' (pamitan)-- meninggalkan Baitullah Ka'bah - Masjidil Harram, saya meneguhkan niat, "Sisa usiaku harus barakah dunia-akherat. Mohon ridhaMu yaa Allah." Alhamdulillah, sepulang umrah, keluarga nyai (istri saya) mendirikan KBIH (Kantor Bimbingan Ibadah Haji) dan Umrah di Sidoarjo. Sejak berdiri dari bulan Nopember 2005 dengan memiliki fasilitas hall manasik menampung hingga 200 jamaah dan masjid, hingga detik ini, setiap tahun membimbing jamaah haji regelur antara 120 sd 160 jamaah atau 2 sampai 3 rombongan.

Untuk jamaah umrah, setiap bulan sampai 4 kloter. Setiap kloter minimal 36 jamaah. Alhamdulillah, saya yang 2005 sebelum umrah juga daftar haji, pada 2011 diridhai menjadi tamu Allah berhaji. Dan tanpa woro-woro saya ikhlas menunaikan rukun Islam ke lima itu.

Empat puluh dua hari saya "berjuang" untuk meraih mabrur selama menjalankan rukun dan kewajiban berhaji. Tawaqal dan taqwa sepenuhnya kepada Allah SWT apakah ibadah haji tahun 2011 saya mabrur. Demikian juga saat berhaji kedua 2014 lalu. Pada saat haji 2011 ada pengalaman menarik.

Alhamdulillah bisa bersilaturahmian (bertemu) sahabat Dhimam Abror dan Bahar Haji Darat di Makkah bersama Gus Ipul (Wagub Jatim) serta Gus Ali Mashuri pimpinan Ponpes Bumi Shalawat. Di 2014 bertemu Sururi Alfaruq (Pimpinan Umum SINDO group) di halaman masjidil Harram. Semuanya tanpa janjian. Masa'Allah. Hanya Allah Yang Maha Tahu.

Saya hanya memohon insyaAllah amal ibadah saya selama ini --sebelum dan sesudah taubatan nasuha-- tercatat di buku abadi ilahi rabbi Lauh Mahfuz. Dan kelak akhir duniawi dikumpulkan bersama kedua orangtua, istri, anak cucu cicit, sanak keluarga, guru, sahabat, di surga Firdauz yang di bawahnya mengalir air sungai yang jernih.

Allahumma aamiin.  Banyak kisah nyata yang saya alami selama hampir 12 tahun atau puluhan kali menjadi tamu Allah. Wabil khusus saat umrah. Misal, bisa bertemu beberapa sahabat CoWas, antara lain ; H Suryanto Aka Irama, H Imawan, Theresia Oemiyati. Dan saat umrah di tahun 2012 sekali bertemu H Dis di Makkah, 2013 di masjid Nabawi dan masjidil Harram bertemu H JK (Wapres). Kemudian umrah akhir tahun 2015 lalu, berangkat 26 Desember kembali 7 Januari 2016 bertemu Gus H Ali Mashuri.

Dari berbagai pengalaman dan kisah nyata selama di tanah suci, satu hal yang jadi niat saya terpenuhi yaitu bisa menyusuri / napak tilas perjalanan Rasulullah SAW dari Makkah ke Taif. Tulisan saya napaktilas ke Taif dimuat di Jawa Pos halaman 16, Minggu 3 Januari 2016 lalu.

Kenapa saya bersyukur, terpenuhi ke Taif? Sebab, saya bisa mengunjungi masjid (asli) tempat berteduh/berlindung Rasulullah SAW dengan berdarah-darah karena diserang dan ditimpuki batu oleh kaum Qurays. Masjid kecil di pinggiran kota Taif itu dikenal kawasan Masnah.

Kota Taif di sebelah tenggara atau 98 kilometer dari Makkah itu daerah dataran tinggi seperti Puncak, ijo royo-royo. Kotanya sangat moderen. Bagi jamaah haji atau umrah tidak bisa ke Taif. Pasalnya dalam visa yang tertulis dipaspor : haj atau umrah. Artinya hanya ada tiga kota tujuan yakni Jeddah-Makkah-Medinah.

Kok bisa saya ke Taif ? Saya bisa dapat tasrikh (ijin) masuk setelah nekad melalui sahabat (mukimin) yang sudah 15 tahun tinggal di Makkah mengajukkan ijin sambil menujukkan paspor saya ke petugas imigrasi dan askar yang berada dikantor/pos perbatasan antara kota Makkah-Taif.

Subhanallahu saya diijinkan dan didampingi petugas. Hampir satu jam perjalanan Makkah-Taif melalui jalan menanjak dan berkelok-kelok menyusuri Jabbal (bukit) namanya Sammir. Taif memang indah, subur dan ijo royo-royo, buah-buahan segar hasilnya dipasok ke Makkah-Medinah-Jeddah-Riyadh dan kota besar di Saudi. 

Dari berbagai waktu saat berumrah, menurut pengalaman yang paling nyaman pada dua bulan setelah pelaksanaan ibadah haji. Semisal, haji tahun 2016 ini jatuh yang pada bulan September, maka perjalanan umrah bisa ditunaikan bulan Nopember. Kenapa   disarankan demikian :

1. Mofa/Visa sudah dilayani.

2. Kota Makkah-Medinah relatif belum padat. Cuaca pada bulan Nopember sampai Januari dingin/sejuk. Warga/penduduk asli Saudi masih belibur (saat musim haji mereka liburan 4 bulan).

3. Hotel banyak yang avielabel atau vacant room pasca haji.

4. Harga tiket relatif murah untuk penerbangan pulang-pergi dengan schedule 10 hari atau 12 hari. Pilih penerbangan (SV Saudi, QT Qatar, ET Etihad atau Emirat) yang berangkat direct ke Sultan Muhammad Medinah, pulang dari King Abd Azis Jeddah. Dari Surabaya hanya SV direct Medinah di hari Rabu. Sedang fligt airline lain dari bandara CGK Cengkareng.

5. Ini yang paling utama, ibadah lebih nyaman (insyaAllah) di Raudha tidak berdesak-desakan, saat usai ritual tawaf (insyaAllah) bisa mencium Hajjar Aswad tanpa berebut atau sikut menyikut. Terutama pagi hari antara jam 8 hingga 10 waktu setempat.                      

6. Saat ambil miqat di Byrali atau Ji'ronah, Tan'im dan Hudabijah bisa nikmat karena masih sepi belum banyak jamaah.

7. Begitu juga saat ziarah Mina-Arafah dan ke Jabbal Rahmah, Jabbal Nur (Gua Hira) bisa naik dengan tenang. Ke kebun kurma di Medinah pun serasa longgar.        

 8. Saat di imigrasi bandara tidak antre lama dan panjang. Hanya lima menit klir. Jalanan baik di Makkah-Medinah tidak croudit. Demikian, kisah nyata dan beberapa tips ini semoga bermanfaat, khususnya bagi yang memilih waktu untuk berumrah. Soal biaya haji dan umrah insyaAllah sudah diatur Allah, bertasbihlah dan beristighfarlah, maka janjiNYA rezeki akan datang dari berbagai arah tak terduga. Fa bi ayyi ala i rabbikuma tukazziban - Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan. Shodaqallahuladhim. Maha Benar Allah Dengan Segala FirmanNYA.

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda